Masyarakat Adat Sihaporas Korban Pemukulan PT. TPL Mengadu ke Komnas HAM
SBSINews – Masyarakat Adat Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta. Mereka mengadukan perlakuan yang sangat brutal yang mereka alami dari pihak-pihak yang mengancam nyawa dan kehidupan mereka.
Sebagai korban kekerasan dan pemukulan yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL) atau PT Inti Indorayon Utama (PT IIU) milik taipan Soekanto Tanoto, warga Masyarakat Adat Sihaporas membutuhkan pertolongan, perlindungan hukum dan juga pemenuhan hak-hak asasinya sebagai manusia dan sebagai warga Negara Indonesia.
Wakil Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Mangitua Ambarita menyampaikan, mereka datang ke Jakarta, ke Komnas HAM pada Selasa (01/10/2019) sore.
“Melaporkan dugaan perlakuan dari sekelompok orang yang mengaku dari Kepolisian. Datang ke kampung, memburu para kaum lelaki. Mereka juga memburu hingga ke perladangan, pada malam hari,” tutur Mangitua Ambarita, di Jakarta, Rabu (02/10/2019).
Tindakan terror yang dilakukan oknum aparat kepolisian di Kabupaten Simalungun, lanjutnya, diduga berkolaborasi dengan pihak PT.TPL yang dengan biadab memperlakukan masyarakat.
“Kami mohon perlindungan dan pendampingan Komnas HAM. Karena kami diperlakukan seperti binatang. Kalau kami dipanggil baik-baik, pakai surat panggilan, kami akan hadir dan hadapi pemeriksaan polisi. Kami siap, saya sendiri sudah pernah terpenjara dua tahun karena memperjuangakan tanah adat Sihaporas,” tutur Mangitua Ambarita ketika bertemu Komnas HAM.
Mangitua Ambarita atau Ompu Morris hadir bersama Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Judin Ambarita (Ompu Sampe), dan Ketua Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut, Eddy Haryanto Ambarita serta beberapa perantau asal Sihaporas.
Rombongan masyarakat adat Sihaporas didampingi Sinung Karto, dan Marolop Manalu, keduanya dari Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN).
Warga masyarakat adat Desa/Nagori Sihaporas Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, diterima Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga dan staf.
Komunitas Masyarakat Adat Sihaporas, melaporkan juga asal mula sengketa tanah adat dengan PT Toba Pulp Lestari (TBK), bertempat di Ruang Pengaduan Komnas HAM, Menteng, Jakarta (1/10/2019) sore.
“Saya mendapat kabar dari pemuda – pemuda di Sihaporas, saudara – saudara kami di sana diperlakukan seperti teroris. Semua laki-laki menjadi takut, tidak berani tidur di rumah karena kehadiran orang-orang yang mengaku dari kepolisian. Sekali datang, mereka itu berkelommpok menumpang sampai dua mobil,” ujar Donal Ambarita, pemuda asal Sihaporas yang berdomisili di Jakarta.
Menurut dia, terkait bentrokan warga masyarakat Sihaporas kontra pekerja PT. Toba Pulp Lestari di Buntu Pangaturan, Sihaporas, pada Senin 16 September 2019 lalu, dua orang pengurus Lamtoras telah ditahan Polres Simalungun. Sedangkan dari pihak pekerja PT. TPL belum ada yang ditahan polisi.
Mereka adalah Thomson Ambarita (Bendahara Lamtoras) dan Jonny Ambarita (Sekretaris Lamtoras). Thomson Ambarita ditangkap dan ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi pelapor pada Selasa (24/9/2019). Padahal Thomson mengalami luka, korban penganiayaan.
“Kami mohon Komnas HAM agar menyurati Kapolri atau Kapolda Sumut dan Kapolres Simalungun untuk melakukan penegakan hukum secara profesional. Jangan meneror warga,” kata Donal.
Sinung Karto, dan Marolop Manalu dari Biro Advokasi, Hukum dan HAM Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) menegaskan, warga masyarakat Adat Sihaporas butuh perlindungan.
Sinung Karto mengungkapkan, beberapa hari ini, ada warga masyarakat adat Sihaporas yang datang ke kantor PB AMAN. Mereka bercerita, perlakukan dugaan tidak profesional polisi. Akibatnya warga ketakutan, tidak tenang berladang untuk mencari hidup bagi keluarga dan anak-anak yang sedang sekolah.
“Untuk itu, mohon Komnas HAM turut mendesat, agar polisi menegakkan hukum secara adil dan profesional,” ujar Sinung sembari mengatakan akan menyurati Kapolda Polda dan Divisi Propam Mabes Polri terkait dugaan tindakan tidak profesional dan kurang adilnya sikap penyidik.
Mangitua Ambarita melanjutkan, kalau warga dipanggil polisi baik-baik, mereka akan datang. “Itu pun dengan catatan, pelaku pemukulan terhadap anak tiga tahun, Mario Teguh Ambarita, juga diperiksa dan ditahan polisi. Sebab pemukulan anak itulah yang memicu amarah warga Sihaporas sehingga emosi mempertahankan diri,” katanya mengenang kejadian dua pekan silam.
Mangitua juga meminta Komnas HAM agar turun melihat lokasi konflik, serta memonitor dua pengurus lembaga adat yang telah ditahan polisi.
Sengketa tanah adat di Sihaporas mendapat perhatian juga Kordinator International Land Coalition (ILC) untuk Wilayah Asia, Saurlin Siagian. Melalui Hutan Rakyat Institut (HaRI),Saurlin Siagian menyampaikan, sebaiknya negara segera melindungi warga masyarakat adat.
“Sebaiknya Komnas HAM memanggil, atau bertemu menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, supaya mengecek ulang konsesi TPL di wilayah itu. Dan untuk sementara melarang operasi atau moratorium di lokasi berkonflik,” ujar Saurlin Siagian.
Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga secara seksana mendengar pengaduan masyarakat Adat Sihaporas. “Baik Amang, Mauliate. Kami terima pengaduannya untuk selanjutnya kami proses,” ujar Sandra.
Sandra berjanji segera berkoordinasi dengan para pihak terkait. Pengurus Lamtoras berencana melaporkan kasus serupa kepada Komisi Nasional Kepolisian (Kompolnas), Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Mabes Polri serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta. (NN)