Untuk bisa membuka jalan kebesaran organisasi, dengan disiplin yang ketat, kita harus menetapkan gol-gol kita yang jelas, yaitu fondasi dari mana kita akan membangun organisasi. Sebuah organisasi adalah seperti gedung yang tinggi, yang memerlukan sebuah blueprint yang detail dan fondasi yang kuat. Salah satu pilar dari fondasi tersebut adalah keuangan yang independen.
Masalah keuangan adalah masalah politik. Perspektif politik memandu program organisasi kita, dan program organisasi kita lalu memandu seberapa besar keuangan yang kita butuhkan. Mengirim surat, mengelola website, mencetak AD/ART, menggaji fulltimer, menyewa secretariat, membayar listrik dan membayar air, semua ini adalah kebutuhan riil dari organisasi. Akan jadi tolak ukur riil seberapa maju organisasi telah melangkah dan meluaskan pengaruh gagasannya di anggota buruh.
Keuangan independen lewat iuran anggota adalah tradisi yang harus terus dihidupkan di tengah gempuran dana-dana NGO yang menghantui banyak organisasi dan serikat-serikat buruh. Dulu, gerakan di era sebelum 65 punya tradisi keuangan yang begitu progresif. Gairah berorganisasinya pun lebih terlihat. Kaum buruh dan tani sebagian besar terlibat dalam organisasi dan membiayai organisasi-organisasi mereka dari kantongnya sendiri. Hal itu bisa dilihat dari seberapa masifnya penerbitan-penerbitan koran, pamflet dan sejenisnya. Namun tradisi itu sudah mati. Lebih dari 30 tahun sejak lahirnya Orde Baru, gerakan terputus dengan tradisi keuangan yang progresif tersebut.
Memang benar, tidak ada organisasi yang bebas dari kungkungan kapitalisme. Benar pula, butuh waktu untuk menghidupkan tradisi keuangan independen yang telah terkubur begitu lama. Tapi bukan berarti ini adalah hal yang sulit dan tidak bisa dilakukan. Bila bukan sekarang, kapan lagi kita memulai sebuah pembangunan tradisi finans mandiri yang menjadi fondasi berdirinya organisasi buruh yang kuat ?
Modal pergerakan untuk memajukan organisasi tidak datang dari langit, tapi dari kantong anggota-anggotanya. Keperluan untuk memperluas pengaruh organisasi dan mencapai gol-gol perjuangan pertama-tama datang dari kesadaran anggota untuk membayar iuran. Untuk itulah, bendahara organisasi tidak sekedar bertugas mengumpulkan iuran, namun juga memberikan perspektif politik tentang pentingnya iuran anggota dan upaya yang tengah dilakukan untuk membangun fondasi dan tradisi tersebut.
Akan sia-sia saja jika gol iurannya besar tapi tidak dijalankan secara reguler, apalagi tanpa pemahaman politik yang jelas mengapa anggota harus membayar iuran. Dalam kebanyakan kasus di dalam serikat buruh, anggota-anggota yang relatif baru, justru mengira bahwa dengan membayar iuran, mereka tidak perlu terlibat dalam aktivitas serikat buruh seperti rapat, aksi dan aktivitas lainnya. Dengan kata lain, anggota-anggota ini menganggap bahwa serikat buruh adalah sekedar badan advokasi kasus-kasus perburuhan. Di sisi lain, kita temui begitu banyak aktivis yang siap mengorbankan segala sesuatunya demi gerakan, bahkan nyawa mereka, tetapi tidak mampu membayar iuran secara reguler dan tidak mampu, atau lebih tepatnya tidak paham akan pentingnya membangun tradisi finans mandiri yang disiplin.
Apa saja yang akan kita capai adalah tergantung dari tujuan didirikannya sebuah organisasi. Kita menetapkan target-target yang dapat menjadi tolak ukur kemajuan kita dan target-target ini adalah turunan dari perspektif politik organisasi.
PENTINGNYA FULLTIMER
Capaian selanjutnya dari organisasi buruh yang serius adalah memiliki fulltimer (staf penuh organisasi). Tanpa fulltimer sebuah organisasi akan terus menjadi sebuah organisasi amatiran. Seorang fulltimer serikat buruh yang maju adalah seorang kader yang paling tertempa secara ideologi dan organisasional. Ia bukanlah ‘bos’, dan bukan pula seorang aktivis yang meloncat dari satu organisasi ke organisasi lain. Ia juga bukan seorang pengurus yang lebih aktif dari semua pengurus lain. Seorang fulltimer bukan hanya sekedar seorang petugas administrasi, dan bukan pula pemimpin divisi advokasi murni.
Tugas fulltimer terutama adalah melatih pengurus dan anggota lainnya, sembari meningkatkan level politiknya sendiri. Ia harus bisa melatih pengurus dan anggota lainnya, terutama secara ideologi, agar mereka mampu membangun organisasi tanpa bantuan darinya. Dengan kata lain, seorang tugas Fulltimer adalah bukan membuat dirinya tidak tergantikan, tapi untuk memastikan bahwa dia menjadi bisa-tergantikan setelah satu periode tertentu.
Serikat-serikat buruh yang tidak mampu menyediakan uang untuk membayar kadernya yang merdeka, akan cepat mati atau menjadi kurus dan terus sakit-sakitan. Kader tersebut bekerja rangkap untuk mempertahankan hidupnya, sehingga ia tidak mendapat mengurus organisasi secara baik. Tanpa fulltimer, sebuah serikat buruh akan cepat mati atau menjadi kurus dan terus sakit-sakitan.
Ada keperluan untuk melakukan perombakan besar-besaran dalam cara kita mendanai organisasi. Cara-cara lama harus segera ditinggalkan, terutama kebiasaan mendapatkan dana dari NGO atau organisasi semacamnya (dan bahkan juga dari seorang dua orang donatur kaya misalnya). Dana NGO biasanya datang dengan syarat-syarat yang mengikat. Tetapi, bahkan bila dana ratusan juta dari NGO mungkin saja tidak memiliki ikatan yang membatasi kerja kita, metode pendanaan semacam ini tidaklah kondusif untuk membangun tradisi keuangan yang mandiri di antara anggota. Ia menciptakan ketergantungan dan mentalitas cari jalan pintas. Lebih baik kita mendasarkan organisasi kita pada sepeser dua peser dari kantong anggota-anggota kita, karena dengan demikian organisasi dipaksa untuk menaruh perhatian yang sangat besar pada profesionalisasi finans dan pada pendidikan untuk anggota supaya mereka paham akan pentingnya iuran. Dengan demikian organisasi memiliki sense of proportion, yakni tidak tampak besar di permukaan karena suntikan dana ratusan juta dari luar tetapi sebenarnya kopong di dalam. Situasi finans organisasi jadi alat ukur atau indikator yang akurat akan keadaan organisasi yang sebenarnya.
Dengan kata lain, tidak ada jalan pintas, tidak peduli bahkan bila jalan pintas tersebut tampak tidak berbahaya. Dana NGO yang kita tolak hari ini adalah harga yang harus kita bayar untuk bisa membangun organisasi yang akan mampu menumbangkan penindas buruh. Hanya dengan keuangan yang independen, dan tradisi yang begitu mengakar, yang akan membawa kita lebih dekat pada pembangunan serikat buruh yang kuat yamh mampu menciptakan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan mengantarkan kaum buruh untuk siap memimpin bangsa ini. Tentunya tradisi dan metode finans yang mandiri bukanlah obat ajaib yang akan menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Seperti yang kita katakan di atas, masalah finans adalah masalah politik. Ini berarti kita harus memiliki gagasan politik yang tepat, yang menjadi landasan organisasi. DISARIKA DARI: MILITAN INDONESIA (SABINUS)