BERITA tentang BPJS Ketenagakerjaan menggelontorkan Rp73 triliun dana kelolaannya diinstrumen Surat Berharga Negara (SBN) direspon beberapa pihak dengan cukup beragam. Per Desember 2017, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp317 Triliun.

Ditargetkan penambahan dana kelolaan di tahun 2018 sebesar Rp. 70 Triliun sehingga target dana kelolaan di tahun 2018 menjadi Rp. 387 Triliun. Merujuk pada data instrumen obligasi per 31 Desember 2017 (yang sebagian besar berupa SBN sementara surat utang swasta sedikit) di BPJS Ketenagakerjaan. Dana JHT yang ditaruh diobligasi sebesar Rp. 144,82 T atau 58,78% dengan Yield on Investment (YoI) sebesar 8,75%.

Untuk dana Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp14,91 riliun atau sebesar 64,2% dengan YoI sebesar 8,69%, untuk dana Jaminan Kematia (JK) sebesar Rp5,33 Triliun atau 68,01% dengan YoI sebesar 8,99% dan untuk dana Jaminan Pensiun (JP) sebesar Rp12,93 Triliun atau setara 56,62 persen dengan YoI sebesar 9,71%.

Tentunya instrumen investasi yang dikelola BPJS Tenaga Kerja dibatasi oleh berbagai regulasi baik PP maupun Peraturan OJK. Soal dana kelolaan dana BPJS untuk membeli SBN minimal 50 persen diatur dgn di Peraturan OJK no.1 tahun 2016. Dana untuk membeli SBN tersebut yang akan menambal defisit APBN dan nantinya dana tersebut dialokasikan untuk pembiayaan infrastruktur.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/bpjs-ketenagakerjaan-ajak-sp-sb-bersinergi-lindungi-pekerja/

Dana Rp73 Triliun tersebut bukan untuk penyertaan langsung ke proyek Infrastruktur tapi melalui instrumen SBN. Soal instrumen investasi dana BPJS juga sudah diatur oleh PP No. 55 tahun 2015, yaitu di pasal 26 ayat 2. Untuk portofolionya diatur di pasal 29.

Terkait berita tentang Rp73 Triliun tersebut, saya kira Dirut BPJS Ketenagakerjaan sebaiknya menjelaskan tentang rencana menempatkan Rp73 triliun dana kelolaannya di SBN kepada publik. Kalau Rp73 Triliun tersebut merupakan dana baru maka ini cukup aneh.

Kalau dibilang untuk SBN bertambah Rp73 triliun, ya tentunya akan aneh karena iuran yg bakal diterima tahun ini Rp. 70 triliun. Apakah semuanya akan digelontorkan ke SBN? Ini tidak mungkin karena akan terkendala PP no.55/2015.

Lagi pula kalau semuanya ditaruh di SBN berarti YoI yang diterima akan rendah yaitu dikisaran 8 hingga 9 persen seperti YOI di tahun 2017 lalu. Demikian juga kalau semuanya ditaruh di SBN, apa pula kerja Direktur investasi untuk mengelola dana yang baru?

Kalau dana Rp73 Triliun adalah akumulasi dana kelolaan yg selama ini sudah ditempatkan di SBN, saya kira ini juga cukup membingungkan karena dana kelolaan BPJS yang ditempatkan di SBN sudah lebih dari Rp. 100 Triliun.

Kalau dinyatakan dana kelolaan di 2017 sebesar Rp317 triliun bila mengacu pada Peraturan OJK no. 1/2016, maka dana yang ditempatkan di SBN minimal sekitar Rp158.5 triliun.

Mengenai dana buruh yang dikelola di BPJS Ketenagakerjaan digunakan untuk menambal defisit APBN, saya kira baik juga agar pemerintah tidak menarik pinjaman lebih besar lagi pinjaman dari luar negeri. Pemerintah bisa memanfaatkan sumber pendanaan yang ada di dalam negeri.

Namun demikian saya berharap dana buruh yang dikelolaa BPJS Ketenagakerjaan bisa lebih maksimal lagi dikelola sehingga bisa memberikan YoI yang lebih besar lagi, dibandingkan YoI di 2017.
Dengan YoI yang lebih besar lagi, dana kelolaan tersebut bisa dikembalikan kepada buruh (sesuai prinsip SJSN ke sembilan) untuk menunjang kesejahteraan buruh.

Kembali, saya berharap Direksi BPJS Ketenagakerjaan bisa menjelaskan lebih detail lagi gtentang dana Rp73 triliun tersebut sehingga tidak diintepretasikan lain oleh kalangan buruh.

Ditulis Oleh: Timboel Siregar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here