Catatan Pagi
Oleh: Timboel Siregar
Hari senin lalu (6/5/2019) Dirut BPJS Ketenagakerjaan bertemu dengan Pak Wakil Presiden. Pak Dirut menginformasikan bahwa BPJS Ketenagakerjaan akan membiayai pelatihan vokasional bagi korban PHK dan untuk itu meminta payung hukum untuk pelaksanaan pelatihan tersebut.
Pelatihan vokasional merupakan kebutuhan primer bagi pekerja saat ini, mengingat Era 4.0 mensyaratkan kemampuan skill bagi seluruh tenaga kerja, yang diharapkan langsung bisa memenuhi kebutuhan industri.
Pelatihan ini sangat penting dan berguna mengingat SDM pekerja kita masih rendah, dan secara umum angkatan kerja kita masih didominasi oleh lulusan SD dan SMP. Dengan pelatihan ini diharapkan pekerja kita khususnya pekerja yang mengalami PHK bisa meningkatkan skillnya.
Tentunya selagi mereka melakukan training, Pemerintah juga akan memberikan uang saku sehingga orang rumah tetap dapat melakukan aktivitas dapurnya.
Pelatihan ini tentunya diselenggarakan bersama antara Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan, dengan sumber pembiayaan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Pembiayaan Pelatihan oleh BPJS Ketenagakerjaan merupakan implementasi amanat Pasal 4 yaitu prinsip kesembilan UU SJSN, yang menyatakan “hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta”.
Pelatihan vokasional ini merupakan salah satu bentuk Manfaat Layanan Tambahan (MLT), seperti MLT perumahan dari program JHT yang dilegitimasi oleh Permenaker No. 35 Tahun 2016, dan juga MLT untuk Promotif dan Preventif bagi perusahaan dan pekerja, seperti yang diatur dalam Peraturan Direksi Nomor 03/022019. Tentunya MLT Pelatihan vokasional ini harus dilegitimasi oleh payung hukum berupa Permenaker sehingga penggunaan uang dari BPJS Ketenagakerjaan bisa dipertanggungjawaban oleh Direksi. Semoga payung hukum tersebut segera hadir sehingga program pelatihan vokasional ini bisa segera berjalan.
Dana kelolaan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) per 31 Desember 2018 sebesar Rp. 28,96 Triliun dengan total hasil investasinya sebesar Rp. 2,08 Triliun. Di akhir tahun 2019 nanti ditargetkan dana kelolaan JKK sebesar Rp. 35,92 Triliun dengan target hasill investasi sebesar Rp. 2,84 Triliun. Sementata itu untuk program Jaminan Kematian (JKm), total dana kelolaan yang diperoleh sampai akhir tahun 2018 sebesar Rp. 10,36 Triliun dan ditargetkan akhir tahun 2019 sebesar Rp. 12,51 Triliun. Hasil investasi dana JKm tahun 2018 sebesar Rp. 734,55 miliar dan ditargetkan hasil investasi JKm akhir Desember 2019 sebesar Rp. 993,15 miliar.
Dengan dana kelolaan dan hasil investasi yang sangat besar tersebut maka MLT pelatihan vokasional bagi pekerja yang terkena PHK akan bisa ditingkatkan lagi. Untuk uji coba, pelatihan vokasional tahun ini dianggarkan untuk 20.000 korban PHK dengan biaya sekitar Rp. 220-an miliar. Diharapkan tahun depan akan semakin banyak lagi korban PHK yang diikutkan dalam pelatihan vokasional ini, mengingat korban PHK juga akan semakin besar.
Terkait dengan MLT Promotif dan Preventif, mengingat perusahaan juga butuh bantuan Promotif dan Preventif maka seharusnya anggaran untuk bantuan tersebut, yang dianggarakan hanya Rp. 1,5 miliar, bisa ditingkatkan secara signifikan menjadi Rp. 20 miliar. Hal ini penting agar perusahaan dan pekerja mendapatkan manfaat langsung dari BPJS Ketenagakerjaan tanpa harus terjadi dulu kecelakaan kerja dan atau kematian.
Dengan program bantuan ini diharapkan jumlah kecelakaan kerja dan kematian bisa diturunkan secara signifikan. Perusahaan dan pekerja sangat membutuhkan kepastian usaha dan kerja dari masalah terjadinya kecelakaan kerja, yang akhirnya akan mendukung produktivitas usaha dan kerja.
Dengan target dana kelolaan di akhir tahun 2019 ini sebesar Rp. 431,35 Triliun dan target hasil investasi sebesar Rp. 35,04 Triliun diharapkan dana untuk MLT-MLT tersebut bisa ditingkatkan dan diciptakan MLT lainnya seperti food benefit.
Dengan maksimalisasi peran MLT bagi pekerja dan perusahaan diharapkan akan mendorong perusahaan mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan sehingga seluruh pekerja di Indonesia menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Tidak hanya itu MLT ini pun harus juga diarahkan untuk peserta dari segmen pekerja informal (pekerja mandiri) sehingga peserta mandiri di BPJS Ketenagakerjaan dapat merasakan langsung manfaatnya untuk kesejahteraannya. Ini akan menjadi magnet bagi pekerja mandiri lainnya untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Peran SP SB sangat dibutuhkan untuk mendorong Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan meningktkan kualitas dan kuantitas MLT guna mendukung kesejahteraan seluruh pekerja. Ayo SP SB, mari kita dukung peningkatan MLT, itu uang buruh yang harus diabdikan untuk kesejahteraan buruh. Jangan juga elit SP SB puas dengan program Gathering BPJS Ketenagakerjaan yang diselenggarakan tiap tahun, atau hanya senang pergi ke ILC (International Labor Confrence) di Geneva tiap tahun dengan dibiayai BPJS Ketenagakerjaan.
Pinang Ranti, 8 Mei 2019
Tabik,
Timboel Siregar