Oleh : Andi Naja FP Paraga
JAKARTA SBSINews – Peraturan Presiden No.75 tahun 2019 menetapkan kenaikan Iuran Peserta Penerima Bantuan Iuran(PBI) menjadi Rp42.000 yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah agar warganya tetap dapat mendapatkan akses pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuai dampak yang tidak baik.
Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak Propinsi Banten melakukan cleansing data yang bertujuan pengurangan jumlah peserta PBI-JKN APBD dari Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak tertanda tangan Kepala Dinas Sosial setempat yang ditujukan kepada seluruh Camat di Kabupaten Lebak Banten dengan himbauan :
Pertama: Setiap Desa agar melakukan verifikasi dan validasi data peserta PBI-JKN yang dibiayai oleh APBD Kabupaten Lebak yang dapat dinonaktifkan sebagai akibat pengurangan peserta.
Kedua : Jumlah penonaktifan peserta di masing-masing desa dilakukan secara proporsional kurang lebih sebesar 45 persen dari jumlah PBI-JKN yang dibiayai APBD Kabupaten Lebak.
Ketiga: Dengan adanya pengurangan peserta PBI-JKN maka Kabupaten Lebak tidak lagi berstatus Universal Health Coverge (UHC) yang berakibat pada tidak berlakunya Rekomendasi dari Dinas Sosial Kabupaten Lebak untuk pelayanan rawat inap di rumah sakit bagi keluarga miskin yang tidak terdaftar sebagai peserta PBI-JKN yang mulai berlaku pada tahun 2020.
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K)SBSI memandang pola yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Lebak Banten ini bisa menjadi preseden buruk karena berpotensi ditiru oleh pemerintah kabupaten yang lain di seluruh Propinsi Banten bahkan sangat mungkin di seluruh propinsi yang ada di tanah air. Kenaikan Iuran PBI JKN yang harus ditanggung oleh APBD pemerintah daerah justru tidak mampu dibiayai oleh daerah tersebut jika Kuantitas masyarakat yang ditanggungnya sesuai data sebelumnya. Verifikasi dan validasi data akan mengorbankan 45% dari masyarakat miskin yang seharusnya jaminan kesehatannya ditanggung oleh pemerintah. Angka 45% itu sangat besar.
Persoalannya mungkinkah pemerintah pusat mau menanggung pembiayaan tersebut sementara Peserta JKN kelas 3 juga disubsidi oleh negara lewat APBN. Bagaimana sekiranya pemerintah pusat tidak mampu mengakomodasikannya apakah masyarakat miskin akan dibiarkan sakit tanpa pengobatan dan perawatan hingga tutup usia.
Hal ini tidak boleh terjadi dan harus ada solusinya. Jangan sampai ketidakmampuan pemerintah mengatasi persoalan ini akan membuat masyarakat miskin semakin sengsara. (SM)