JAKARTA SBSINews – Pada Hari Senin (16/12) ada acara diskusi yang dibuat oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI) Kementerian Ketenagakerjaan tentang Perubahan Ekosistem Ketenagakerjaan untuk Peningkatan Cipta Lapangan Kerja.

Acara dimulai jam 09.00 WIB bertempat di Hotel Pomelotel Jalan Dukuh Patra Nomor 28 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan. Undangan tertanggal 10 Desember tersebut tidak menyebutkan soal rencana pembahasan materi dalam rangka UU Omnibus Law, tetapi tujuan acara ini memang untuk itu dengan mengundang 15 Pimpinan Konfederasi termasuk (K)SBSI dan yang hadir adalah Ketua Umum Prof. Muchtar Pakpahan, SH., MA., Jacob Ereste (FBKN/SBSINews) dan Sabinus Moa (FMIG/SBSINews).

Acara dimulai tepat pukul 09.00 WIB yang dipimpin oleh Hayani Rumondang Direktur Jenderan PHI Jamsos dan Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja John W. Daniel Saragih.

Dalam rangka pembahasan UU Omnibus Law, semua Undang – Undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan termasuk dibahas untuk masuk dalam Omnibus Law. Tentu yang diambil adalah pasal – pasal yang selama ini dianggap “bermasalah” oleh pemerintah bahkan juga oleh pengusaha. Ini akan di bahas di DPR pada Januari 2020. Tidak juga dipastikan bahwa pasal – pasal mana yang akan diambil untuk dibahas dan direvisi.

Dalam pemaparan – pemaparannya, serikat buruh menyampaikan mengenai keadaan perburuhan yang akhir – akhir ini sangat merugikan dan menyengsarakan buruh, termasuk rendahnya upah, jaminan sosial yang tidak memberikan perlindungan, hubungan kerja yang merugikan buruh, buruh sulit untuk mengembangkan serikat, proses penyelesaian perselisihan yang bertele – tele, dan kerja Pengawas Ketenagakerjaan yang tidak serius.

Untuk itu dalam pemaparannya Ketua Umum (K)SBSI Muchtar Pakpahan menyampaikan bahwa hubungan industrial yang lebih tepat adalah hubungan industrial seperti yang dijalankan Jepang.

“Sistem Hubungan Industrial seperti jepang, dimana upah ditentukan oleh buruh dan pengusaha sesuai dengan kemampuan perusahaan dalam sebuah perundingan, perusahaan terbuka dalam hal keuangan, bilah ada keuntungan buruh juga mendapat bonus dan ada saham buruh di perusahaan dengan demikian buruh memiliki sense of belonging dan sense of responsibilities. Buruh merasa memiliki dan peduli dengan keadaan perusahaan, buruhnya makmur, pengusaha untung, pemerintah tenang ,” jelas Muchtar Pakpahan.

Agar usulan – usulan buruh bisa sampai ke fraksi di DPR Muchtar mengusulkan agar buruh bersama – sama berbagi tugas untuk meloby partai politik di DPR untuk memberikan masukan mengenai pasal – pasal dalam undang – undang perburuhan yang mau dirubah sesuai keinginan buruh.

Dalam penyampaiannya Haiyani Rumondang menyampaikan bahwa semua peduli dengan keadaan buruh dan kementerian punya misi untuk perlindungan terhadap buruh dan tidak mau kalau hanya menghadirkan investor lalu buruhnya terlantar, buruh harus terlindungi.

Poin – poin penting yang akan dibahas yaitu mengenai jaminan ketika kehilangan pekerjaan, jaminan sosial apakah JKK dan JKM mau direposisi. Upah, apakah yang dipakai upah sektoral, persoalannya adalah kemampuan perusahaan tidak sama. Organisasi buruh seperti apa. Pesangon PHK seperti apa, mengundurkan diri seperti apa.

Poin – poin tersebut kemudian dirumuskan oleh John Saragih sebagai berikut: perlindungan pekerja dan meningkatkan daya saing, PHK dan Pesangon, mangkir, mengundurkan diri, karena kesalahan berat. PKWT/PKWTT. Jaminan kehilangan pekerjaan.

“Kami juga tidak nyaman jika dengan masuknya investor lalu buruh menderita, kita perlu melindungi buruh,” ungkap John Saragi.

Akhirnya poin – poin tersebut disimpulkan menjadi lima pokok pembahasan:
1. Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
2. PHK dan Pesangon.
3. Hubungan Kerja, outsourcing dan waktu kerja.
4. Kebebasan berserikat.
5. Pengupahan.

Dengan ada lima pokok bahasan Muchtar Pakpahan mengusulkan agar setiap pokok bahasan SB/SP yang ada untuk mengutus satu perwakilanya untuk ikut membahas. Jadi satu SB/SP menyiapkan lima perwakilannya.

Semua disepakati dan akan di bahas pada hari Rabu (18/12) setelah dibahas terlebih dahulu di masing – masing serikat. Pada Hari Rabu setiap serikat untuk mengirim lima orang perwakilan.

Acara sesi satu ini berakhir pada pukul 12.00 WIB yang ditutup dengan makan siang.

Sesi kedua dilanjutkan pada pukul 13.00. WIB. Pada sesi pertama pesertanya adalah Pimpinan SB/SP sedangkan dalam sesi dua ini pesertanya adalah para trainers dan beberapa Pimpinan Federasi.

Materi dalam sesi dua ini adalah Pemaparan Akademik dari Akademisi Trisakti
Prof. Zilal Hamda, ketua konsentrasi kebijakan publik Trisakti dan Dr. Eleronora Zolvida, SE, Sekretaris.

Didahului pembukaan oleh Adriani, SE., MA. Direktur Pengupahan. Dalam pemaparannya menyampaikan bahwa penciptaan lapangan kerja harus sejalan dengan perlindungan buruh dari segala aspek dan inilah pokok bahasan kita untuk bahan masukkan dalam UU Omnibus Law.

Ada 202 UU yang berkaitan dengan ketenagakerjaan akan menjadi satu yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan menjadi bagian dalam program Omnibus pemerintah.

Dalam pemaparannya Dr. Eleonora menyampaikan bahwa buruh Indonesia harus selalu mempersiapkan diri untuk berkompetisi dengan buruh dari luar yang sudah mulai dan bekerja di Indonesia, karena pada tahun 2023 dunia sudah bebas proteksi dan didahului tahun 2025 Asean tanpa proteksi. Itu sudah menjadi kesepakatan.

Acara sesi dua ini berakhir pada pukul 16.30 WIB yang di tutup oleh Adriani, SE., MA. Dengan menyampaikan bahwa pada sesi satu disepakati untuk pembahasan lebih lanjut pada 18 Desember di Kemenaker dan setiap konfederasi mengutus lima perwakilannya.

Selesai acara dalam perjalanan pulang terjadi diskusi informal dengan salah satu peserta dan juga tokoh senior buruh yaitu Saut Aritonang. Dalam diskusi itu Dia menyatakan bahwa omnibus Law ini dibuat ketika wacana revisi UU 13/2003 kalah wacana, pemerintah tidak berhasil mewacanakan untuk direvisi, karena mendapat penolakan dan pendapat serikat buruh yang tidak sejalan dengan keinginan pemerintah. Pasal – pasal dalam UU yang berkaitan dengan perburuhan akan didegradasi, terutama pasal – pasal yang dianggap “menghambat” investasi atau menyulitkan perusahaan untuk mengatur atau menindak buruh. Dan isu Omnibus Law ini muncul beberapa hari lalu dan direncanakan akan masuk untuk dibahas di DPR pada bulan Januari 2020, yang tinggal hitungan hari.

Apalagi untuk perburuhan pemerintah memberi nana “Undang – Undang Cipta Lapangan Kerja”. Ini jelas – jelas tidak pro terhadap buruh tapi pro-investor atau pro-kapitalis.
“Semoga serikat buruh ini satu suara, jangan ada yang sejalan dengan kemauan pemerintah dan pengusaha, ini akan menyulitkan kita apalagi ini dibuat dalam waktu yang begitu singkat, buruh tidak semua terlibat, pasti ada yang demo, ini menjadi kacau,” jelas Saut Aritonang. (SM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here