Seri ke – 2
Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA.
Banyak tanggapan yang tidak setuju atas tulisan dengan judul di atas pada dua hari yang lalu.
Bahkan ada yang membully dan ada menuduh saya berkampanye. Karena itu saya tulis untuk seri ke-2 ini.
Saya awali dengan penegasan bahwa: pertama; apa yang saya tulis itu adalah visi buruh dunia, baik itu ILO maupun ITUC (ICFTU & WCL) yang saya pernah memimpin kedua badan tersebut.
Tentu visi itu harus saya kampanyekan dan perjuangkan setiap saat.
Kedua; SBSI adalah bagian dari gerakan buruh dunia, yang bercita – cita mewujudkan welfarestate agar rakyat buruh bisa hidup sejahtera.
Buruh adalah yang bekerja dengan menyerahkan tenaganya dan mendapat imbalan upah/gaji.
Sekarang diperluas dengan imbalan lain sehingga masuk informal, buruh tani dan pedagang kecil.
Menurut tempat kerja, buruh terbagi dua yaitu yang bekerja di lembaga negara/pemerintahan (PNS & PPPK) dan yang bekerja di lembaga/perusahaan swasta.
Menurut sifat kerjanya, buruh terbagi dua golongan yakni white colour worker atau buruh yang bekerja dengan mengandalkan otak dan blue colour worker atau buruh yang bekerja dengan mengandalkan otot atau buruh kasar.
Saya sebagai dosen masuk kategori buruh yang mengandalkan otak.
Ketiga; saat ini di internasional dunia ini terbelah menjadi dua visi besar yaitu Neoliberalisme (Neolib) atau kelompok kanan yang dimotori oleh IMF, WB & WTO dan kelompok kedua yaitu Sosial Demokrat atau kiri tengah yang dimotori oleh ITUC dan ILO.
Saya termasuk pemimpin kiri tengah/Sosdem.
Sosdem memelopori welfarestate (negara mensejahterakan rakyatnya, negara hukum dan anti korupsi), dan keberhasilan pemerintah diukur dari lapangan kerja atau berhasil menghapus pengangguran.
Neolib sebagai baju baru Kapitalis, selalu bertindak untung rugi, memelopori pasar dan ukuran keberhasilan dengan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekokomi tidak berkorelasi langsung dengan lapangan kerja, apalagi dengan kesejahteraan. Sebab bisa pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi hasilnya hanya dinikmati segelintir orang yang significan akan semakin kaya seperti dampak dari pembangunan infrastruktur komersiel jalan toll.
Keempat; sebagai contoh polisi yang Saya tulis pada seri 1, yaitu dengan gaji dua juta, dengan gaji rendah membuat semua penegak hukum polisi melakukan korupsi dengan cara korupsi waktu, terima grafitifikasi, pungli atau memeras dan sebagainya. Jika berhubungan dengan anggaran negara maka melakukan korupsi uang negara.
Semua jenis korupsi yang merugikan Negara dan siapapun, harus dihentikan.
Untuk memulainya tentu harus dengan gaji yang cukup.
Saya nyatakan ini merupakan pesan Bapak Nikolaus Marpaung, mertua saya yang datang dari pengalamannya selama menjadi polisi dan pesannya sama dengan yang disampaikan Prabowo Subyanto, yang berbeda dengan apa yang disampaikan Jokowi.
Saya akan terus suarakan dan perjuangkan visi welfarestate.
Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA. Pengajar perburuhan S1 dan S2 Fakultas Hukum UKI.