Pasca Reformasi bukan berarti Indonesia selesai dalam persoalan sistem bernegara. Gerakan Transnasionalisme dan Arab Spring dengan mudah diyakini sebagai solusi menciptakan Negara berkeadilan dan berkesejahteraan. Belum lagi sekelompok kecil orang mendaulat diri sebagai Kerajaan yang lengkap dengan Istana,raja hingga para laskarnya.
Untuk mewujudkan mimpi besarnya maka perekrutan dengan jurus cuci otak/Brain Storming dilakukan terhadap orang perorang yang awam akan Ilmu Agama, miskin, pengangguran sebagai sasaran transfer ideologi. Ternyata pola ini cukup berhasil.
Strategi menggunakan simbol dan istilah agama pun tak luput digunakan hingga memframe Seseorang sebagai Anak/Cucu langsung Nabi Muhammad SAW. Satu atau beberapa figur dijadikan tokoh yang wajib ditaati penuh cukup dengan satu alasan dia/mereka adalah anak-cucu Nabi.
Memanfaatkan kejumudan/keterbelakangan ilmu Kaum Awam ini sekiranya tidak bernuansa politik bertingkah destruktif tentu tidak menjadi masalah besar. Tapi tidak demikian. Faktanya dampak dari ‘Semangat Membela Keturunan Nabi’ ini telah menciptakan Fanatisme yang cendrung Radikal destruktif.
Kelompok seperti ini sangat mudah digunakan untuk gerakan politik inkonstitusional oleh pihak-pihak yang Anti Rezim dan Anti Sistem yang tengah memimpin sebuah Negara. Ambruknya Irak dan Suriah di Timur Tengah akibat dari Gerakan Cuci Otak ini. Di Asia bahkan di Negara Pilipina Gerakan ini berpusat di Mindanau dimana sepanjang Pemerintahan Presiden Pilipina tak sepih dari aksi pemberontakan mereka.
Di Indonesia dampak dari Transnasionalisme dan Arab Spring sangat parah. Deklarasi Hizbut Tahrir bahkan berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno begitu besar. Teriakan pembentukan khilafah menggema menyambut pidato pimpinan mereka. Anehnya Negara membiarkan saja acara yang berjuluk dan dibungkus dengan istilah Silaturahmi Nasional.
Lebih gila lagi seluruh Pengajian Peringatan Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Nuzulul Qur’an bahkan Peringatan Hari Kematian(Haul) Seorang Habib digunakan untuk menyampaikan visi dan misi gerakannya. Alih-alih berbicara tentang Sejarah Kelahiran dan Perjuangan Suci Nabi Muhammad SAW, justru yang dilakukan adalah Cuci Otak/Brainstorming. Kalimat TAKBIR yang suci dijadikan Yel-yel, hadist HIDUP MULIA atau MATI SYAHID dijadikan Slogan.
Kaum Awam mendengar Yel-yel TAKBIR sudah menganggap acara yang diikutinya benar. Mendengar Slogan HIDUP MULIA atau MATI SYAHID sudah spontan mematrikannya dan menjadi alasan utama membela Sangat Pemimpin dengan membabi-buta walaupun Sangat Pemimpin sendiri justru pelaku kriminal, penista budaya, penista proklamator kemerdekaan dan sejumlah catatan buruk dari Etika dan Budi Pekertinya.
Gerakan Cuci Otak ini sudah banyak menimbulkan korban, ada yang mati karena menjadikan dirinya sebagai bom, ada yang menyerang aparat keamanan, bahkan ada yang ikut berangkat ke Suriah dan Irak menjadi bagian dari Pemberontak ISIS yang ingin kembali pulang ke Indonesia karena tak mampu hidup dengan pola Pemberontak ISIS.
Negara memang tidak boleh abai apalagi lalai dengan gerakan seperti ini jika tidak ingin Indonesia hancur lebur seperti Irak dan Suriah. Sekecil apapun gerakan itu harus dilihat sebagai hal besar dan berbahaya bagi Keamanan Negara. TNI-POLRI tidak perlu khawatir mengambil sikap karena Pecinta Sejati Pancasila, UUD 1945,Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI masih sangat Mayoritas.(ANFPP081220)
Penulis : Andi Naja FP Paraga
Editor : SBSINews