Editor: Sabinus Moa, SH.
KUBURAYA SBSINews – Pandemi Covid – 19 dijadikan alasan untuk melakukan PHK terhadap buruh, seperti yang dialami 90 orang buruh harian lepas dan buruh PKWTT, PT. RJP (Rajawali Jaya Perkasa), perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Kubu Raya, Kalimantan Barat dan ditegaskan pada Mediasi Bipartit (Selasa, 16/06).
Hal ini diketahui setelah menerima laporan dan pembuatan Surat Kuasa dari Para Buruh yang di PHK, (Konfedetasi) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia ((K)SBSI) FPPK DPC Kubu Raya segera mengajukan kepada pihak perusahaan untuk Bipartit.
Maka terjadilah bipartit antara Pengurus DPC (K)SBSI FPPK dan Pengurus Koorwil (K)SBSI Propinsi Kalbar dengan pihak Perusahaan PT. RJP. Kehadiran Pengurus SBSI Kuburaya dan Pengurus Korwil Kalbar telah dinantikan oleh 90 orang buruh korban PHK. Mereka menunggu di jalan masuk areal Perusahaan.
Kerumunan buruh tersebut mendapat kawalan puluhan anggota Kepolisian Negara RI Sektor Rasau Jaya dan beberapa awak media yang mengetahui bahwa akan ada pertemuan Bipartit akibat PHK massal.
Dalam kesempatan itu Koorwil (K)SBSI, Sujak Arianto, SE. dan Rombongan mengadakan photo bersama sambil memberikan arahan kepada para buruh Ter PHK, agar selama berada di areal perusahaan dalam mengikuti pertemuan ini, jangan ada yang melakukan tindakan yang menimbulkan kegaduhan, apalagi anarkis dan himbauan itu disetujui oleh semua buruh.
Pihak management juga sudah menantikan hadirnya rombongan buruh dan mempersilahkan beberapa utusan buruh dan pengurus sebagai pendamping intuk bermediasi dengan didahului dari kepolisian yaitu IPDA Solikin, komandan pengamanan dari Kepolisian Negara RI Sektor Rasau Jaya.
Setelah prakata dan sambutan oleh pihak management yang dipimpin oleh Dini Sophan Manejer HRD Pusat, Sujak Arianto, SE., menyampaikan maksud kedatangan dan mempertanyakkan alasan PHK serta menyampaikan opsi yaitu kalau memang harus di- PHK, bayarkanlah hak – hak buruh sesuai dengan UU 13/2003 atau buruh ter-PHK untuk dipekerjakan kembali dan adanya pe gurangan hari kerja.
Jawaban dari Manager HRD pusat, bahwa management terpaksa melakukan PHK untuk 90 orang butuh karena situasi keuangan perusahaan sangat sulit sebagai dampak Pandemi Covid – 19.
Sesungguhnya sudah sejak dua tahun lalu kondisi perusahaan mengalami kesulitan tetapi keputusan baru diambil akhir- akhir ini. Menanggapi usul dari Sujak, agar perusahaan mengurangi hari- hari kerja apalagi mempekerjakan mereka kembali, adalah hal yang tidak mungkin dipenuhi karena manajemen masih mengharapkan perusahaan ini tetap berjalan untuk memberi manfaat kepada masyarakat.
“Situasi kami saat ini sungguh sangat sulit ditambah lagi harga kelapa sawit yang mengalami penurunan harga jual, mungkin bapak- bapak sudah mengetahui hal itu atau pernah mendengarnya,” ungkap Dini Sophan Manejer HRD Pusat.
Mengenai tuntutan agar perusahaan membayar pesangon sebagai kompensasi PHK sesuai dengan UU 13/2003, perwakilan perusahaan menyatakan bahwa perusahaan tidak mampu membayar seperti yang dituntut. ” Saya tegaskan saja, perusahaan tidak mampu membayarkan seperti itu, Kami hanya sanggup memberikan satu bulan gaji sebagai tali kasih. Hal ini sudah dipikirkan oleh management mengingat kondisi perusahaan yang sangat sulit”, tegas Manejer HRD.
Menanggapi jawaban Bu Dini tersebut, Sujak Arianto mengulangi usulnya yaitu agar perusahaan mengurangi hari kerja, kalaulah perusahaan mengalami pailit, harus melalui keputusan Pemeriksa keuangan. “Perusahaan harus melaporkan situasi keuangannya kepada pemerintah, seperti kepada Camat atau Bupati, agar pemerintah dapat mengambil keputusan mengenai perusahaan ini apakah masih diizinkan berusaha atau ditutup saja”, jelas Sujak.
Mendengar pemaparan Sujak Arianto, Ary Dwi P. (HRD Kebun) mengatakan,” Maaf Bapak-Bapak serta utusan buruh, kita disini hanya membicarakan buruh, jadi tidak perlulah dibicarakan mengenai masalah kondisi keuangan perusahaan”.
“Marilah kita berfokus ke masalah PHK Buruh saja”, lanjut HRD Kebun.
Mendengar uraian Ary Dwi, Jasmen Pasaribu, Sekretaris Koorwil (K)SBSI Propinsi Kalbar menggapi apa yang disampaikan HRD Kebun. “Disaat Pak Ary mengatakan agar kita hanya membicarakan PHK buruh saja, Saya sekarang bertanya, buruh itu seperti apakah menurut pandangan Bapak, buruh yg kalian PHK ini ? Bagaimanakah kalian memutuskan bahwa 90 orang ini harus di PHK agar perusahaan bisa bertahan hidup? Kalau toh perusahaan harus bertahan hidup, bukankah sudah diusulkan oleh Pak Sujak, pengurangan hari- hari kerja”, jelas James Pasaribu.
Lanjut James ” Tadi Bu Dini mengatakan bahwa perusahaan ini perlu dipertahankan karena perusahaan masih bermanfaat bagi masyarakat setempat, lalu pertanyaan saya Bu, apakah itu singkron dengan pernyataan Ibu yaitu tetap melakukan PHK terhadap 90 orang buruh ? Itu sudah kategori PHK massal. Kemudian, apakah Ibu (Dini/HRD) sadar bahwa perusahaan ini berusaha di Wilayah RI, dimana hukum merupakan Panglimanya”, terang James.
Lanjut James,”Perlu Ibu ketahui bahwa Kami para buruh ini berperilaku baik pada hari ini walaupun dalam menanggung beban sebagai ter-PHK, itu karena Kami patuh terhadap undang- undang dan peraturan di Republik ini. Seandainya kami bukan warga yg taat hukum, bisa Ibu bayangkan kira- kira bagaimana perilaku kami pada saat ini. Yang ingin saya katakan, marilah kita menjadi warga yg taat hukum. Bila saja ini Ibu pahami tentu hati Ibu akan merasakan bagaimana terlukanya hati kami mendengar perkataan Ibu yang mengatakan bahwa perusahaan ini masih bermanfaat untuk masyarakat setempat, sementara 90 orang buruh ter-PHK ini adalah masyarakat setempat juga”.
“Saya ingatkan Ibu, bahwa semakin jauh Ibu dari kepatuhan terhadap Undang – Undang Ketenagakerjaan dalam menyikapi kehadiran Kami saat ini, itu akan mempengaruhi sikap dan perilaku Kami selanjutnya. Perlu Ibu dan management PT. RJP pertimbangkan lagi untuk merubah keputusan yang telah diambil terhadap 90 orang ter-PHK ini. Opsi sudah kami sampaikan, kiranya menjadi masukan yang bermanfaat”, jelas James.
Setelah Jasmen Pasaribu selesai berbicara, dilanjutkan oleh Burhanudin (Ketua PK RJP) yang hadir bersama dua orang dari perwakilan buruh ter-PHK yaitu Nurhayati dan Arifin AS, yang intinya kurang lebih sama dengan yang sudah disampaikan pembicara terdahulu. Selanjutnya ditanggapi oleh Dini Sophan, bahwa perusahaan tetap pada keputusan yang sudah diambil dan tidak akan mempekerjakan kembali 90 orang ter-PHK itu.
Ketidakpuasan buruh atas hasil mediasi ini kemudian ditanggapi oleh Sujak Arianto dengan mengumpulkan mereka semua dan menyampaikan bahwa perusahaan tetap bersikukuh untuk tidak mau mempekerjakan kembali, sementara Surat PHK pun tidak diberikan, maka PHK ini tidak sah atau dianggab belum terjadi PHK. Karena secara hukum PHK tanpa surat PHK, belum boleh dianggap sah, dan apabila buruh tidak masuk kerja, akan ada alasan management untuk menyebut buruh mangkir, maka Saya sebagai Pimpinan serikat buruh yang sudah mendapat kuasa dari para buruh, menyatakan agar buruh tetap bekerja seperti biasa. Kalau perusahaan tidak mau membayar gaji, terserah perusahaan. Kita memberikan waktu satu minggu kepada perusahaan.
Tuntutan ini dipenuhi atau tidak, itu nanti akan menentukan apa langkah selanjutnya. Kemudian Sujak Arianto memberikan waktu kepada Kepala Desa Rasau Jaya II Agus Supoyo, untuk menyampaikan pesan kepada warganya dan juga kepada perusahaan, karena perusahaan ini terletak di Desa Rasau Jaya II. “Saya hadir pada saat ini, bukan karena diundang, melainkan karena mendapat tembusan bahwa ada pertemuan Bipartit di sini, oleh karena itu Saya tidak berpihak ke kanan atau ke kiri, Saya netral. Oleh karena itu Saya selaku Kepala Desa Rasau Jaya II menghimbau warga agar tetap menjaga ketertiban dan mengikuti Protokol kesehatan yg tentukan Pemerintah, sekian dari saya”, pukas Kepala Desa Rasau Jaya II.
Demikianlah akhir dialog Bipartit antara serikat buruh dengan Perusahaan PT. Rajawali Jaya Perkasa. (HH)