Oleh: Timboel Siregar

Kehadiran Peraturan Direksi BPJS Ketenagakerjaan nomor : Perdir/3/022019 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Kegiatan Promotif dan Preventif BPJS ketenagakerjaan merupakan hal yang baik untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja sehingga memastikan pekerja terlindungi dalam bekerja.

Aturan ini menggantikan Peraturan Direksi BPJS Ketenagakerjaan nomor : Perdir/46/122016 ttg Tata Cara Pemberian Bantuan Kegiatan Promotif dan Preventif pada Program Jaminan Kecelakaan Kerja.

Nilai baik yang dikandung dalam peraturan Direksi BPJS Ketenagakerjaan ini harus secara maksimal dimanfaatkan oleh perusahaan dan pekerja, dan diharapkan ke depan manfaat yg ada ini akan lebih menarik seluruh perusahaan untuk segera mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk memaksimalkan manfaat peraturan ini bagi seluruh perusahaan dan pekerja maka ada beberapa usulan atas isi peraturan ini yaitu :

1. Peraturan ini sebenarnya menempatkan pekerja sebagai subyek kegiatan promotif dan preventif, namun dalam proses pelaksanaannya BPJS Ketenagakerjaan tidak melibatkan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) atau perwakilan pekerja bila di perusahaan belum ada SP/SB. Seharusnya BPJS Ketenagakerjaan juga berkomunikasi dengan SP/SB atau perwakilan pekerja, selain berkomunikasi dgn Perusahaan. Dengan membangun komunikasi ini maka BPJS Ketenagakerjaan akan lebih komprehensif mendapat masukan ttg kondisi perusahaan sehingga program Promotif dan Preventif akan berjalan dgn baik dan secara signifikan melindungi pekerja dan perusahaan.

2. Ketentuan di Pasal 7 ayat (c) seharusnya memasukkan PDS (perusahaan daftar sebagia) upah sebagai persyaratan mendapatkan bantuan, tidak hanya PDS Pekerja dan Program. Faktanya banyak pengusaha yang melaporkan upah ke BPJS Ketenagakerjaan di bawah upah sesungguhnya (upah pokok + tunjangan tetap) yang diterima pekerja.

3. Ketentuan Pasal 9 ayat (1a) tentang usia minimal pekerja yang mendapatkan bantuan medical check up yaitu 35 tahun, seharusnya medical check up bisa diberikan untuk seluruh pekerja tanpa persyaratan umur. Tentunya persyaratan tanpa batasan usia ini akan membantu BPJS Ketenagakerjaan dalam hal PAK (penyakit akibat kerja).

4. Ketentuan Pasal 9 ayat (1c) huruf (1b) ttg minimal nilai proyek Rp. 200 juta yang berhak dapat APD (alat pelindung diri) dan sarana K3, sebaiknya tdk mensyaratkan nilai proyek karena pekerja2 yg bekerja di proyek yg bernilai di bawah Rp. 200 juta juga butuh APD dan sarana K3. Bukankah pekerja2 di proyek konstruksi di bawah Rp. 200 juta juga wajib ikut JKK JKm dan Iuran mereka ikut bergotong royong di JKK JKm, tapi kenapa didiskriminasi mendapatkan APD dan Sarana K3.

Semoga Peraturan Direksi ini benar-benar bisa bermanfaat utuk seluruh perusahaan dan pekerja kita. Peraturan ini harus disosialisasikan ke seluruh perusahaan dan pekerja (SP/SB).

Tabik

Timboel Siregar,BPJS Wach

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here