Bulukumba yang menurut mitos berasal dari kata bulu-ku-mupa, yang artinya masih gunung milik saya, atau tetap gunung milik saya.

Konon katanya kalimat itu muncul, akibat pertikaian kerajaan Gowa dan kerajaan Bone yang mengklaim wilayah di kaki gunung Lampobattang ini sampai ke pesisir pantai adalah milik mereka. Untuk mengatasi sengketa tanah itu, Bulukumba menjadi berdiri sendiri dan ditetapkan sebagai kabupaten pada 4 Februari tahun 1960.

Bulukumba sebenarnya istimewa dan memilki banyak kelayakan untuk dikenal meluas secara nasional bahkan internasional.

Pertama, Bulukumba adalah tempat perahu Pinisi dibuat. Indonesia dikenal sebagai negara maritim dan nenek moyangku seorang pelaut tidak lepas dari peran perahu Pinisi yang dikenal sampai ke Mancanegara sampai sekarang, proses pembuatan perahu Pinisi bisa dinikmati di Bonto Bahari.

Kedua, salah satu pusat penyebaran Islam di wilayah timur. Dato Tiro (Datuk ri Tiro) seorang waliyullah asal Minangkabau menetap di Bulukumba saat menyebarkan Islam dan makamnya ada di Bulukumba, Masjid Hila-Hila peninggalan Dato Tiro terhitung sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia… Masjid Tua di Ponre yang didirikan oleh H.A. Sultan Dg Raja (pahlawan nasional) yang pada zamannya terbesar di Sulawesi Selatan.

makam-makam ulama juga banyak di Bulukumba yang bisa menjadi destinasi wisata spritual.

Ketiga, pantai pasir putih Bira,hanyalah salah satu wisata bahari yang ditawarkan Bulukumba,banyak pantai lainnya yang tidak kalah menakjubkannya yang harusnya bisa lebih banyak menarik minat wisatawan jika dikelola lebih baik lagi ini wajar, karena Bulukumba adalah kabupaten paling ujung selatan pulau sulawesi sehingga memiliki pesisir pantai yang melimpah terletak di kaki gunung, membuat Bulukumba juga kaya dengan wisata alam, mulai dari tebing, sungai, goa, air terjun, bukit, puncak, pemandian alam sampai perkebunan karet.

Keempat, kawasan adat ammatoa Kajang,belum banyak yang tahu, kawasan adat ini tidak masuk dalam wilayah negara Indonesia,jadi pemilik tanah ini tidak perlu memiliki sertifikat dan tidak bisa diperjual belikan, termasuk oleh pemerintah,pemilik kawasan adat yang disebut Tana Toa itu adalah suku Kajang, salah satu suku tradisional yang memiliki filosofi hidup sendiri yang khas, semestinya kawasan adat Ammatoa ini juga menjadi destinasi wisata budaya nasional yang ramai dikunjungi, namun sayang, masih kalah pamor oleh Tana Toraja.,orang Bulukumba sendiri saja belum tentu pernah mengunjungi kawasan adat ini, takut duluang nanti pulang, lembe’ kepalana.Padahal nda apa-apa tonji orang, kalau baek-baekji di kampungna orang.

Dirgahayu Kabupaten Bulukumba semoga makin BERLAYAR.

Redaksi SBSINEWS
4 Februari 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here