Saya memulai tulisan status ini dengan doa tulus kepada saudara-saudara kita yang menjadi korban dan terdampak bencana gempa Sulawesi Barat.

Semoga saudara-saudara kita yang saat ini sedang berada di tenda-tenda pengungsian atau tempat penampungan sementara senantiasa diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi bencana ini. Termasuk kepada seluruh warga -yang boleh jadi masih bisa bertahan menempati rumahnya- namun tetap dalam kecemasan kemungkinan masih akan adanya gempa susulan.

Melalui media massa massa maupun media sosial kita masing-masing, juga masih terus diramaikan dengan lalulalang informasi menyangkut bencana gempa kali ini. Informasi tentang penyaluran bantuan sampai update terkini jumlah korban jiwa dan harta.

Di antara berbagai informasi itu, ada juga terselip kabar bagaimana truk atau kendaraan pengangkut bantuan yang dikabarkan dihentikan di tengah jalan oleh warga yang lalu berebut menurunkan dan mengambil bantuan yang ada di dalamnya. Tindakan yang lalu banyak disebut sebagai bentuk penjarahan.

Tentu tak bijak rasanya secara terburu-buru saya ikut melabeli tindakan saudara-saudara kita di daerah bencana dengan kata yang sama, meski juga tak berarti saya tak setuju sepenuhnya bahwa aksi seperti itu memang seharusnya tak dilakukan.

Bahwa penyaluran bantuan perlu dilakukan sebaik mungkin, terukur, dan tepat sasaran. Tak terbayangkan jika armada-armada pembawa bantuan harus terhenti sebelum bisa benar-benar mencapai lokasi-lokasi terdampak lainnya.

Namun mudah dipahami, situasi ketidakpastian yang dirasakan warga di daerah bencana seperti ini boleh jadi faktor pendorongnya. Kekuatiran akan hadirnya bencana susulan, serta makin menipisnya persediaan bahan makanan yang dimiliki (kalau bukan malah telah kehabisan) yang disertai pula kekuatiran sekaligus ketidakpastian yang dirasakan akan kapan hadirnya bantuan. Situasi ini sangat mudah memicu tindakan-tindakan spontanitas dalam rangka memenuhi persediaan untuk kebutuhan dimaksud. Sebab memang, tak sedikit pesan yang melintas grup-grup percakapan medsos kita tentang bagaimana suara warga terdampak atau kerabat mereka di beberapa titik tertentu yang mengungkapkan keresahannya akibat merasa belum tersentuh bantuan yang diharapkan.

Situasi ini karenanya mengingatkan kita juga akan pentingnya mitigasi bencana yang didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sebagai warga masyarakat diharapkan kita telah memiliki kemampuan menghadapi ancaman bencana dan mengurangi risikonya.

Sebab kenyataan bahwa negara kita memiliki wilayah yang rawan bencana, adalah alasan utama pentingnya hal tersebut. Maka menurut saya, kesadaran dan kemampuan itu juga di dalamnya tentu saja mencakup bagaimana bersikap dalam situasi bencana dan setelahnya. Namun tentu pula, kehadiran otoritas untuk tetap memberi pengaturan dan jaminan keamanan dalam situasi seperti ini adalah hal yang tak kalah pentingnya, sebagaimana kita saksikan telah dilakukan.

Saya masih mengingat dengan baik pula ketika terjadi gempa Palu dan beberapa waktu kemudian diikuti dengan banyaknya arus pengungsi yang melintasi wilayah Sulawesi Barat menuju ke wilayah Sulawesi Selatan, secara sukarela sejumlah posko pemberhentian didirikan warga di sini. Di setiap kecamatan yang ada di sepanjang jalur trans Sulawesi di wilayah Sulbar hampir selalu ada posko dengan dapur umumnya yang dibuat warga.

Saya bahkan melihat langsung bagaimana kesibukan warga setempat di posko pemberhentian yang ada di Tapalang, di Malunda hingga ke wilayah lainnya di Kabupaten Majene dan Polman ketika di waktu-waktu itu menyempatkan melakukan perjalanan dari Mamuju ke Polman. Posko-posko yang banyak didirikan secara sukarela oleh warga di pelataran masjid, kantor desa atau kelurahan, hingga halaman rumah warga sendiri.

Mereka menyajikan berbagai hidangan, dari makanan sampai sekadar secangkir kopi demi penghilang kepenatan bagi mereka-mereka yang ramai melintas dalam perjalanannya saat itu.

Sebab demikianlah, dalam setiap situasi bencana, empati dan simpati akan selalu mengalir disertai doa-doa dari kita semua untuk menguatkan saudara-saudara kita yang sedang menghadapinya. Tak terkecuali dalam bencana gempa Sulawesi Barat sekarang ini.

Sejak hari pertama terjadinya bencana hingga sekarang ini, media-media massa atau pula media sosial tak luput memberitakan bagaimana penggalangan bantuan dan penyalurannya dari pemerintah maupun berbagai kalangan hingga perorangan yang terus menerus dilakukan. Upaya kemanusiaan dalam meringankan beban sesama.

Akhirnya, doa tulus dari kita semua semoga saudara-saudara kita di wilayah terdampak terus dikuatkan dan mendapatkan perlindungan-Nya, serta diberi kesabaran dan kekuatan dalam melewati situasi ini.
Aamiin…

Penulis
Andi Rannu
Sulawesi Barat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here