SBSINews – Di pelataran sebuah rumah, sejumlah pemuda di kampung yang berada pinggir hutan lereng selatan Gunung Slamet tampak sibuk menyiapkan kandang sederhana dari kayu.
Pemandangan serupa juga terlihat di rumah warga lainnya. Sejak beberapa waktu terakhir, warga di Grumbul Larangan, Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ini tengah merintis pembuatan Kampung Lalat.
Lebih dari 200 kepala keluarga (KK) merintis budidaya lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF). Dua kandang besar dibuat sebagai rintisan usaha bersama, sementara kandang-kandang kecil disiapkan di setiap rumah untuk budidaya lalat yang memiliki nama latin hermetia illucens ini.
Penggagas Kampung Lalat Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Adib Wong Alas mengatakan, warga tertarik membudidayakan lalat tentara hitam sebagai solusi mengatasi persoalan pengelolaan sampah di Banyumas.
“Satu kilogram maggot (larva) bisa mengonsumsi 1 kilogram sampah organik. Saya bayangkan ketika diterapkan setiap rumah, pemilahan sampah organik dan anorganik selesai di rumah tangga. Sampah organik akan diurai menjadi kompos,” katanya, Sabtu (13/4/2019).
Budi daya lalat tentara hitam, kata Adib, juga dapat menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Maggot dapat menjadi pakan alternatif untuk ternak dan ikan yang lebih efisien dibanding menggunakan tepung ikan.
“Kita kembangkan mulai akhir 2018 oleh anak-anak Sekolah Kader Desa Brilian, dengan pengembangan ini kita bisa memberi beasiswa lebih banyak lagi. Tahun ini ada 3 anak mendapat beasiswa untuk kuliah, sebelumnya sudah ada sekitar 30 anak yang mendapat beasiswa,” ujar Adib.
Dia berharap, ke depan budi daya lalat tentara hitam dapat dilakukan seluruh warga. Hasil dari budi daya sebagian dapat digunakan untuk membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan di di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Ini bagian gerakan untuk memberikan jaminan sosial bagi pekerja, terutama buruh di sekitar hutan, harapannya warga bisa membayar iuran dari menjual maggot. Tidak usah banyak-banyak, kalau setiap rumah bisa menghasilkan maggot 1 kilogram per hari, dalam sebulan bisa dapat Rp 90.000, itu sudah lebih dari cukup untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” kata Adib.
Nilai ekonomi tinggi.
Ketua Pengurus Kampung Lalat Sarbumusi Sutarno mengatakan, selain dua kandang besar, saat ini baru sekitar 23 KK yang sudah melakukan budi daya. Dalam waktu dekat, jumlahnya akan terus bertambah dan ditargetkan seluruh KK yang berjumlah lebih dari 200 melakukan hal yang sama.
“Belum budi daya semua, sedang disiapkan kandang dengan nampan atas dan bawah yang dibentuk silinder menggunakan kelambu sebagai penutup, setiap rumah ukurannya 150 cm x 60 cm. Kalau kandang besar yang sudah ada ukurannya 2,5 meter x 2 meter.
Selain maggot, harga telur lalat rupanya cukup menggiurkan. Dia mengatakan 1 gram telur dijual dengan harga Rp 10.000. Uang hasil penjualan 50 persen untuk warga, 20 persen disisihkan untuk beasiswa sekolah dan 30 persen lainnya untuk pendamping.
Aksin (40), warga setempat yang membudidayakan lalat tentara hitam mengatakan, baru satu bulan melakukan budi daya dengan kandang berukuran 150 cm x 60 cm. Ia mengaku baru dua kali memanen telur lalat.
“Saya baru dua kali memanen telurnya, masing-masing 1 gram. Selain dapat menghasilkan uang tambahan, ini sangat membantu untuk mengurai sampah organik. Maggotnya juga dapat diolah menjadi pakan ternak ikan dan ayam, di sini banyak sekali yang ternak ikan,” tutur dia.
Sementara itu, pendamping Kampung Lalat Sarbusmi, Akbar mengatakan, dari hasil penelitian para ilmuwan terdapat lebih dari 800 jenis lalat. Dari berbagai jenis lalat itu, sebagian besar mengandung patogen, kecuali lalat tentara hitam.
“Lalat ini berbeda dengan jenis lalat yang lain. Lalat lain kalau ada kotoran langsung hinggap, kalau ini tidak hinggap, hanya mengelilingi kemudian hinggap di tempat yang kering, gelap dan sempit di sekitar kotoran, makanya tidak mengandung patogen,” kata Akbar.
Lalat tentara hitam, menurut dia, dapat menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Telur lalat mempunyai harga jual yang tinggi. Selain itu, maggot dapat diolah menjadi maggot beku, maggot kering, tepung ikan dan lainnya sebagai pakan alternatif berprotein tinggi.
“Satu ekor lalat dapat menghasilkan 500-700 butir telur, untuk menghasilkan 1 gram telur butuh 14 hingga 13 ekor lalat, tergantung besar kecilnya. Sampah organik yang dimakan maggot otomatis menjadi kompos,” ujar Akbar. (Sumber: KOMPAS.com)