Sbsinews– Lahir 69 tahun yang silam di Selandia Baru dan menghabiskan masa remajanya di Australia. Tahun 1972, setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi pada bidang keguruan, Gavin Birch memulai petualangannya di Indonesia. Ia sangat ingin melihat dan menikmati pesona negeri tetangganya, yang informasinya sering ia baca dan lihat photonya di media Australia. Selama bertualang di Indonesia, Gavin sering kali terpaksa bolak-balik ke Australia, karena ia harus mengurusi usahanya dibidang restoran yang sedang berkembang. Usahanya ini tersebar di kota Perth dan Broome. Ia telah berkunjung ke banyak daerah-daerah di Indonesia, diantaranya: Flores (Nusa Tenggara), Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Lombok.

Tahun 1980 Gavin Birch membuka cabang bisnis restorannya di Bali, karena jarak yang dekat dan waktu tempuh yang singkat, ia sering pergi ke Lombok. Ketika mengunjungi pantai Senggigi pada tahun 1984, Gavin Birch sangat terkejut melihat betapa kotor dan tidak sehatnya keadaan pantai saat itu. Sampah bertebaran dimana-mana, begitu juga dengan kotoran binatang dan manusia.Ia menyaksikan banyak anak-anak yang terserang diare dan malaria, kondisi ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kakus (WC), sehingga kegiatan buang air kecil dan besar dilakukan di alam atau pinggir pantai sementara itu masyarakat juga suka membuang sampah sembarangan, menjadikan sampah sebagai sarang nyamuk. Melihat kondisi diatas, hatinya miris dan tersentuh hingga memutuskan untuk menetap dan mengabdikan dirinya.

Gavin Birch akhirnya menjual rumah dan usaha restorannya baik yang di Australia maupun yang di Bali dan kemudian memutuskan untuk menetap di Kabupaten Kediri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ia menyewa kamar di sebuah rumah penduduk. Disinilah ia berkenalan dengan seorang gadis yang merupakan anak pemilik rumah, bernama Siti Hawa, yang kemudian ia nikahi pada tanggal 17 November 1986. Sebelum menikah ia berpindah keyakinan menjadi seorang muslim dan mengganti namanya menjadi Husin Abdullah.

Ia juga membaktikan ilmunya kepada masyarakat setempat dengan mengajar bahasa Inggris di Pondok Pasantren Nurul Hakim yang berada tidak jauh dari kediamannya. Pasangan muda ini kemudian pindah ke desa Batu Layar masih di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Mereka mendiami rumah diatas tanah seluas 33 are, yang halamannya ditanami berbagai jenis buah-buahan, bunga dan tanaman konservasi, sehingga suasana terasa sejuk. Keluarga ini juga menyewakan enam kamar untuk menginap bagi wisatawan dengan tarif sangat murah, hanya Rp 30.000 semalam.

Ada juga ruangan khusus yang digunakan sebagai bengkel kerja untuk membuat pupuk kompos. Husin bisa memproduksi satu ton pupuk kompos per bulan, yang dijualnya seharga Rp 10.000 pertiga kantong. Dari penjualan kompos, sewa kamar, honornya sebagai konsultan, dan usaha pengecasan accu. Keluarga ini bertahan dan menyokong kegiatan kebersihan yang dilakukan oleh yayasannya.

Mereka dikarunia 2 orang putra, yaitu: AbdulAziz Husin dan Abdul Reza Zulmi Husin. Dikala mengenang saat ia mengambil keputusan untuk menetap di Lombok, ia menyimpulkan dengan sederhana “Tuhan lah yang menunjukkan dan membawa saya untuk menetap di Lombok“,ujarnya sambil tersenyum.

Pekerjaan pertama yang ia lakukan ketika menetap di Senggigi adalah memunguti sampah dan kotoran yang berserakan di sepanjang pantai.Kegiatan ini ia lakukan mulai dari pukul 6 pagi setiap hari. Ketika penduduk setempat bertanya kepadanya, Ia menjawab dengan senyum khasnya “Bagaimana mungkin turis mau datang untuk mandi dan berbaring kalau air laut dan pasirnya kotor“, kemudian iapun menunjuk kesekeliling “Mengapa ada penyakit malaria, diare, dandemam berdarah disini …sampah-sampah inilah sumbernya“.

Dimulai dari pantai Senggigi, kegiatan membersihkan sampah inipun akhirnya menghantarkannya sampai ke kota Mataram (kegiatannya ini ia beri nama program Indonesia Bersih dan Hijau). Sehingga akhirnya banyak warga Lombokyang mulai mengenalnya. Husin bukanlah sosok yang suka berbicara kemudian baru bertindak, ia lebih suka melakukan hal-hal nyata dan hanya berbicara ketika ditanya. Perilakunya ini menimbulkan prasangka bahwa ia adalah seorang turis yang sedang depresi atau gila. Tidakjarang ia menjadi bahan gunjingan dan olokan sebagian orang, baik itu penduduk local maupun turis manca negara yang melihatnya sedang memunguti sampah dan mengurusi kotoran binatang atau manusia. “Saya sering di cemooh dan dikira gila karena pekerjaan yang saya lakukan” ujarnya sambil tertawa.

Renungan

Beliau sudah Wafat 11 tahun yang lalu tapi Lebih gila siapakah?,orang asing yang suka memunguti sampah di negeri ini atau kita anak negeri yang suka membuang sampah di halaman rumahnya sendiri?

Selamat Jalan, Guruku … semoga diterima di sisi-Nya
Dimulai dari diri sendiri, kemudian berhasil menggerakkan masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan. Husin mulai mencoba mengajak pihak swasta dan pemerintah untuk mau berpartisipasi lebih banyak dan serius dalam mengatasi masalah kebersihan.

Pihak swasta yang berhasil didekati dan mengikuti anjurannya adalah mall Cakranegara dan pasar Cakranegara di Mataram.

Tahun 2000, pemerintah kota Mataram mulai mendukung program tersebut.

Mereka memfasilitasi truk sampah danmempekerjakan sejumlah orang. Program ini telah berjalan selama tiga tahun. Husin juga memfokuskan programnya pada desa Batu Layar, khususnya Senggigi. Namun pada awalnya ia tidak mendapatkan dukungan yang berarti, terutama dari manajemen hotel di daerah tersebut.

“Hotel-hotel tampak bersih dan nyaman, tapi itu hanya dilingkungan mereka saja. Sementara itu, hanya beberapa meter di belakang hotel ada daerah yang kotor dan penuh sampah. Pariwisata tidak bisa berkembang dilingkungan seperti itu” keluh Husin. Ide Husin sebenarnya sangat sederhana, masyarakat harus membersihkan lingkungan sekitar dan sektor swasta harus membantu mereka. Setelah beberapa tahun, Husin dan programnya telahmeningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Misalnya di pasar seni Senggigi,orang-orang telah bekerja sama dan membersihkan sampah secara rutin.

Beberapa pihak yang telah mendukung Husin dan program “Indonesia, Bersih dan Hijau”. Diataranya adalah Arafura, toko Joy, mall Mataram, pasarseni Senggigi, kapal cepat RedLine, dan Yayasan Vlok dari Belanda.

Tidaklah mengherankan ketika banyak pihak akhrinya menyebut HusinAbdullah sebagai pakar sampah dari Lombok.

Berikut adalah pekerjaan “gila” yang dilakukan oleh Husin Abdullah:

Setiap hari mendaur ulang daun kering dengan menggunakan mesinrakitannya sendiri (dibantu kedua anaknya)
Memproduksi rata-rata 1 Ton pupuk kompos perbulan
Membiayai pembangunan 46 jamban (WC) di Lombok Barat
Mendirikan Yayasan Cinta Lingkungan Lombok yang kemudianberkembang menjadi Yayasan Cinta Lingkungan Lombok-Sumbawa.
Menyumbangkan sejumlah gerobak sampah kepada warga desaBanyumulek yang merupakan sentra industri kerajinan gerabah di Lombok Barat
Membiayai penggalian beberapa sumur bor di desa Batu Layardan Melase dikelurahan Ampenan, Mataram.

Ketika ditanyakan sampai kapan ia akan menangani masalah sampah, Husin menjawab singkat “Sampai orang mau diajak hidup bersih dan sehat!”.Sayangnya ketika masih sangat banyak orang belum mau diajak hidup bersih dan sehat, pejuang kebersihan ini telah dipanggil menghadap Illahi (18 Agustus2010). Menjelang akhir usianya, Husin rela menjual motor bebek kesayangannya untuk menambah biaya operasional yayasannya.

Husin Abdullah, inilah pahlawan sejati. Ditengah riuh rendah suara banyak orang yang meminta perhatian dan ingin tampil bagaikan pahlawan, ia justru larut dan khusu’ mewujudkan niatnya. Ketika banyak orang memperebutkan tanda penghargaan, ia justru memberikan satu persatu miliknya kepada masyarakat.

Selamat jalan pahlawan kebersihan, bapak kami tercinta Husin Abdullah, Terima kasih tak terhingga telah mau memungut sampah dinegeri kami. Sementara kami anak negeri seringkali tidak peduli.

Semoga engkau mendapatkan tempat terbaik di sisi Illahi. Innalillahi wa inna illaihi rojiun. Selamat jalan pahlawanku..! semoga Tuhan,Allah SWT membalas pengabdianmu..(ANFPP300121)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here