Oleh: Muchtar Pakpahan
Tahun 2017, ada diskusi di Surabaya tentang welfarestate sebagai tujuan kemerdekaan. Pembicaranya adalah Saya sendiri, Kejaksaan Tinggi Jatim, Kadisnaker Jatim dan HTI Jatim.
Mereka HTI juga menyampaikan cita – citanya welfarestate dengan istilah dan konsep mereka.
Yang Saya heran adalah ada aktivis SBSI yang saya tahu Dia adalah Nasionalis Marhaenis, tetapi tertarik kepada HTI.
Ketika saya tanya kawan – kawsn tersebur, jawabannya adalah karena negara ini dua kali dipimpin Marhaenis, tetapi Mereka sebagai buruh dan petani yang Marhaen tetap menderita. Tetap kapitalis yg menikmati.
Penderitaan para aktivis buruh waktu reformasi, tidak memperbaiki hidup buruh dan petani.
Pendapat yang sama dianut aktivis di beberapa daerah. Ada gejala, idiologi dikedepankan menutupi betapa menganganya ketidakadilan sosial.
Bayangkan ada kapitalis memiliki tanah 5 juta ha, tetapi 13 juta (KPA bilang 24 juta) petani tidak punya tanah.
Kalau kita ikuti konsep Marhaen Bungkarno, petani kelapa sawit dapat tanah 4 ha, menjadi makmur. Berarti si pemilik 5 juta ha, telah merampas hak atau menunda 1,125 juta KK untuk menjadi makmur. Dan sipemilik tanah itu, di semua pemerintahan termasuk Jokowi bertambah luas tanahnya.
Berapa orang lagi yang menumpuk tanah jutaan ha? dimulai dari 9 taipan.
Pendapat saya, lembaga agama seperti Gereja harus suarakan ini seperti di masa SAE NABABAN & TB SIMATUPANG.