Ayahku bernama Muhammad Syafei Seorang Guru dizaman Belanda di Sei Karang Galang Lubuk Pakam Sumatera Utara. Bahkan Ayah menjadi Guru SD di tahun 1960-an.Sosoknya Cenderung tenang , pendiam dan berwibawa, namun tegas dalam pendirian, Penghargaannya terhadap pendapat orang lain sangat tinggi karena itu tidak pernah menyela pembicaraan hatta terhadap anaknya sendiri.

Dia lahir tahun 1932, sudah kenyang dengan asam garam dan terjal kehidupan, banyak zaman telah dilewatinya, mulai penjajahan Belanda, Jepang sampai Belanda datang lagi, bahkan kecamuk pembasmian Gerakann 30 September 1965 jadi ingatan traumatik bagi dirinya.

Kadang dia bercerita tentang masa kecilnya
Saat Belanda berkuasa, umumnya rakyat susah namun Belanda masih menghargai profesi Guru, karena itu kehidupan mereka kala itu masih lumayan karena mendapat gaji tetap dari musuh si Pitung itu, namun pejuang-pejuang tetap gigih juga melawan, pakai apapun jadi , tidak ada senjata, batu itupun dilemparkan untuk melawan musuh saat terdesak, namun saat Jepang kalah, pejuang dapat juga pasokan senjata.

Saat Jepang masuk, yang sempat dianggap sebagai Sang Pembebas, Pemerintahan militer pun diterapkan, tenaga rakyat diperas dalam proyek-proyek kerja paksa yang menggila, Jepang memeras sendi-sendi ekonomi rakyat, tidak cuma sumber daya alam, perampasan d penjarahan pun dilakukan, hingga suatu kali ada rajia dalam kereta api oleh Kenpetai, raib juga sekilo beras yg coba diselipkan seorang kakek di bajunya untuk makan besar di hari lebaran dengan kenpetai keluarganya namun kenpetai merampasnya, ..

Kemiskinan merajalela, kelaparan dimana-mana sawah ladang tandus, entah apa sebabnya.. penyakit kulit mewabah, kepindingpun beraksi dibaju goni rakyat tak hilang meski sudah dicuci, tapi harus direbus, begitupun payah juga matinya, katanya sambil tertawa getir..
Baju bertambal itu sudah biasa, sambungnya, sampel tak tau lagi mana warna dasar dari bajunya itu,ah katanya sambil memandang lepas keluar seakan ingatannya kembali ke puluhan tahun yang lalu saat tentara kulit kuning itu lalulang di negeri ini

Waktu itu makan nasi pun payah, kalau kita datang diundang kawan disajikn teh manis d ubi goreng, udah hebat itu, sudah mewah senang kali waktu itu, ujarnya

Tapi walau begitu seumur hidup yang telah kulewati gak pernah mengalami masa yang paling menakutkan dimana rakyat membunuh rakyat, hanya karens diduga anggota PKI atau bhkan sekedar menduga saja..masa itulah pulang mncekam ..masa penumpasn PKI tahun 1965-1966, oleh penguasa Orde Baru itu. untunglah tak berapa lama setelah operasi penumpasan, muncul perintah dari pusat bhwa PNI tidak terlibat, jangan ganggu anggota PNI perintahnya, maka selamatlah Ayah pada waktu itu..

Itulah sepenggal kenanganku saat ayah bercerita denganku, cerita tentang perjalanhidup dan ketegaran walau terjal d berliku..
Kini beliau telah pergi sejak 2015 moga Allah merahmatiny ..
fatihah dan shalawat..

Penulis
Fadlina Susanti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here