Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk-produk turunannya tidak berlangsung lama, karena akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem industri sawit nasional.

Sekretaris Jenderal GAPKI Eddy Martono menyampaikan, setelah pengumuman larangan ekspor CPO dan turunannya pada 28 April 2022 lalu, pasar kemudian memasuki masa libur Lebaran hingga hari ini (8/5).

Dengan begitu, dampak larangan ekspor produk-produk sawit kemungkinan baru akan terlihat pada pekan depan. Namun, seiring tren produksi tandan buah segar (TBS) yang sedang menanjak, besar kemungkinan stok hasil produksi TBS tersebut akan melimpah.

GAPKI juga menyebut, target-target produksi dan penjualan produsen sawit di atas kertas bisa terpengaruh oleh larangan ekspor CPO dan produk turunannya. Akan tetapi, kembali lagi, itu semua tergantung seberapa lama kebijakan larangan tersebut diberlakukan oleh pemerintah.

“Perihal potensi gugatan dari pelanggan luar negeri juga tergantung dari berapa lama larangan ekspor ini diterapkan,” imbuh Eddy, Minggu (8/5).

Secara umum, GAPKI berharap larangan ekspor CPO dan produk turunannya tidak terlalu lama, sehingga tidak mengganggu kelangsungan usaha di sektor hulu sampai hilir industri sawit. Sebab, ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari industri sawit. Di sektor hulu, ada 41% petani sawit yang akan terganggu aktivitas pekerjaannya apabila larangan ekspor tersebut berlangsung berlarut-larut.

Di samping itu, pasar domestik dinilai tidak akan mampu menampung seluruh produksi CPO yang ada. Eddy menyebut, total produksi CPO Indonesia di tahun 2021 berkisar antara 47 juta ton—50 juta ton. Dari situ, total kebutuhan CPO di dalam negeri baik untuk minyak goreng, biodiesel, dan industri hanya 18 juta ton. “Artinya sisa produksi tersebut harus diekspor,” tukasnya.

Sementara itu, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) menyatakan berkomitmen untuk patuh dan mengikuti peraturan terkait larangan ekspor CPO dan produk turunannya yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

Saat ini, Manajemen SGRO sedang mempelajari dampak larangan ekspor tersebut terhadap kelangsungan operasional perusahaan. “Kami akan menyesuaikan tingkat produksi CPO apabila pelarangan ekspor tetap berlangsung untuk menjaga level inventori,” ungkap Head of Investor Relation SGRO Stefanus Darmagiri, Minggu (8/5).

Dalam berita sebelumnya, SGRO tidak melakukan ekspor CPO sepanjang tahun 2021, sehingga seluruh hasil produksi perusahaan tersebut ditujukan untuk pasar dalam negeri.

Sebagai informasi, pemerintah resmi melarang ekspor CPO dan turunannya sejak 28 April lalu lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22 Tahun 2022. Dalam beleid ini, kebijakan larangan ekspor akan dievaluasi secara periodik setiap bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

SUMBER : KONTAN.CO.ID

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here