Oleh : Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA
Tulisan ini dimaksudkan sebagai peringatan dan mengingatkan. Tahun 2005 ada seminar geologi di kantor DPRD Sumatera Utara, pembicara ahli geologi Jepang dan dari USU. Kalau tidak salah moderatornya anghota DPRD Sumut nama Ir. Harman Manurung, Ketua DPD Partai Buruh Sumatera Utara.
Dalam seminar itu dikemukakan ahli dari Jepang, bahwa sudah ada tanda-tanda Gunung Toba yang sekarang kuncupnya di Nainggolan akan meletus kembali. Tetapi tidak bisa ditentukan waktunya. Tanda-tandanya yang sudah terjadi ada dua;
1. Volume air danau toba pernah beberapa kali surut. Dikira karena inalum atau indorayon.
2. Volume air panas pernah hampir kering dan pernah meluber.
Kalau ada tanda2 ketiga berlangsung, berarti gunung tersebut akan meletus dalam hitungan hari atau jam. Yaitu hewan2 liar dan pekiharaan pada gelisah.
Bila terjadi letusan Gunung Toba, maka akan habis radius 100km, berarti ke Selatan sampai ke sidimpuan dan Rantau prapat, ke utara sampai Kota Tebing Tinggi dan Kotacane.
Ahli tersebut menambahkan, kita tidak mampu mengurangi kebinasaan, yang dapat kita lakukan adalah managemen disaster untuk meminimalisir korban dan terus menerus disosialisasikan. Misalnya bila terjadi, penduduk Onanrunggu dan Tomok pergi kemana ke Parapat atau ke Doloksanggul.
Penduduk pangururan setelah naik ke Tele ke arah Doloksabggul terus ke Barus atau ke Sidikalang terus ke Kotacane? Saya prihatin sebab sesudah seminar tidak ada followup. Mengapa prihatin? Kalau itu terjadi tanpa managemen disaster, habislah separuh orang Batak.
Karena itu, dengan adanya tragedi KM Sinar Bangun, karena semua stakeholder tidak perduli (didn’t care), itulah yang terjadi.
Terus menerus tidak perduli, makanya beberapa kali terjadi tragedi. Yang sedihnya malah Sedang ada otorita Danau Toba dengan anggaran trilliunan. Dengan anggaran triliunan yang sederhana saja tetapi sangat penting tidak care, tidak ada managemen safety (regulasi, managemen, fasilitas dan petugas).
Terjadi lagi tragedi. Padahal ada nasihat keledai saja tidak mau kakinya terantuk dua kali di batu yang sama. Lewat tulisan ini saya mau ingatkan semua stakeholder pemerintah, organisasi agama gereja dan mesjid, marga2, partso politik, akademisi dan serikat buruh supaya mendiskusikannya.
Belajar dari mengapa sedikit korban tsunami di pulau seumeuleu dan mengapa banyak korban di daratan Sumatera? Karena tidak care. Semoga peringatan ini mendapat perhatian lalu ada sikap care.