Suatu hari , saat sedang menjalankan profesi sebagai driver grabcar , saya mendapatkan orderan dari sebuah Rumah Sakit. Penumpangnya seorang dokter muda .
Dalam perjalanan , kami mengobrol panjang lebar tentang berbagai hal . Termasuk tentang pembicaraan seputar penanganan istriku yang pengidap kanker payudara . ” Sudah hampir satu setengah tahun dok , sejauh ini ada perkembangan membaik dengan perawatan non medis , diantaranya natrium bikarbonat ( baking soda ), meditasi falun Dafa , dan akupuntur, terkadang bekam lintah .” Ujarku .
” Wah , kalau untuk istri, jangan coba-coba pak. Pakai saja tindakan medis , misalnya kemoterapi. Ada kok pak yang sembuh. Dari pasien-pasien saya yang di kemo , ada tiga orang yang sembuh . Sekarang masih rawat jalan. ” Jawab dokter tersebut.
Kami terdiam. Saya tidak menceritakan bahwa sayalah yang melakukan bekam lintah dan akupuntur pada istriku . Dari pengalaman praktek saya dalam dunia pengobatan timur sejak tahun 2001 , hingga tahun 2010 , pengobatan timur bukanlah sesuatu yang coba-coba.
Bahkan kami pun dapat dikatakan sebagai keluarga yang anti dokter dan obat-obatan. Kedua anak saya bahkan tidak pernah pergi ke dokter kecuali dikhitan atau dari kegiatan sekolah. Mulla Sadra yang saat ini usia 13 tahun, biasa berbekam atau akupuntur , termasuk Reiki. Yang kecil , Jinan ( 7 tahun) , pernah muntaber hebat hingga 3 Minggu saat usianya 4 tahun , badan kurus kering , hingga saya sempat menangis . Bahkan sama sekali tidak kami bawa ke RS . Demikian saya terdiam dalam renungan saat itu.
Tak lama, kami pun menyelesaikan trip. Sudah sampai ke tujuan. Saya kemudian merenungi perkataan dokter muda tadi, bahwa dari para pasiennya , ada tiga orang yang sembuh yang sembuh dengan kemoterapi. Pernyataan ini berarti , bila dokter ini menangani sepuluh pasien, berarti hanya tiga persen saja yang sembuh. Sisanya masih dalam perawatan , dan sebagian lain mungkin gagal hingga meninggal. Atau bila dokter ini sedang menangani 20 orang pasien , maka sekitar 1,5 persen saja tingkat penyembuhan nya. Angka yang sangat sedikit persentasi kesembuhannya.
Kemoterapi ternyata tidak menjanjikan kesembuhan. Malah sebagaimana yang saya baca, kemoterapi tidak hanya menghancurlan sel abnormal , bahkan sel yang sehat pun ikut dilemahkan . Bahkan ada salah satu web yang menyebutkan , bahwa tingkat kesembuhan kemoterapi terhadap kanker stadium berat , hanya 25 persen saja. Itupun sangat mungkin muncul kembali di kemudian hari di tempat yang berbeda. Hanya kesembuhan sesaat . Dari dua orang Kenalan istri saya yang dikemo , bahkan dua diantaranya gagal .
Sepupu saya yang kanker hati , meninggalkan kemoterapi dalam sesi ke lima , kemudian beralih dengan perawatan energi , nampon. Dan malah sembuh .
Lalu bagaimanakah tingkat persentasi akupuntur terhadap seseorang? Adakah ia efektif? Apakah saya termasuk suami yang berani melakukan ” coba-coba” terhadap istri.
Pertanyaan ini membuat saya kembali membuka-buka beberapa buku akupuntur dan tentunya Googling .
Akupuntur vs migrain
Dalam buku : teori dan praktek ilmu akupunktur , karangan dr . Kiswoyo , dan dr. Adi Kusuma terbitan Gramedia tahun 1978 disebutkan bahwa dr. Sum S Kim pernah menyampaikan jurnal dengan judul ,” defense mobilization and Tissue regeneration Teory ‘ . Makalah tersebut menjelaskan tentang bagaimana mekanisme akupuntur terhadap penyembuhan migrain dengan menggabungkan dua teori .
Dalam buku tersebut juga dilaporkan bahwa nyonya R datang ke tempat praktek mereka dan mengeluhkan sakit migrain selama 4 tahun . Pengobatan dilakukan selama satu seri ( 12 x ) , dengan intensitas seminggu dua kali . Dalam pertemuan ke enam , sakit sudah hilang. Pasien melanjutkan hingga satu seri terapi. Enam bulan kemudian kontrol, dan sakit tidak kambuh lagi .
L.L. Sacks melaporkan bahwa dari 1030 kasus migrain, 828 sembuh. Sementara BG. Cox . Jr memberi data bahwa dari 802!kasus , 595 sembuh . Angka yang cukup tinggi .
Hal ini berbeda dengan penanganan medis terhadap migrain yang sama sekali tidak menyembuhkan kecuali hanya mengurangi nyeri atau rasa sakitnya , atau hanya sekedar menghilangkan gejala sesaat , dan akan muncul di kemudian hari .
Limbargo vs Akupuntur
Limbargo Dalam bahasa medis adalah kelainan jaringan bromoskuler di daerah pinggang dengan gejala nyeri dan kaku .
Dilaporkan dalam Dr. Adi Kusuma , bahwa Tuan T mengeluhkan sakit menahun di area pinggang . Kurang lebih sudah hampir tujuh tahun. Bila sakit nya kambuh , dia tak mampu melakukan aktivitas apapun. Pada terapi yang ke 2 , sakit berkurang. Sembuh total setelah terapi yang ke 8 . Kontrol enam bulan kemudian dan tidak pernah lagi kambuh .
S.L Weis melaporkan dalam jurnalnya bahwa dari 50 kasus yang tercatat , 92 persen sembuh total .
Kesimpulan sementara
Artinya bahwa akupuntur sebagaimana medis barat tidaklah menjanjikan kesembuhan seratus persen. Sebagai sebuah metode , masih ada berbagai kemungkinan diantaranya gagal . Tetapi tingkat persentase kesembuhan metode akupuntur untuk berbagai penyakit , masih cukup tinggi .
Dan akupuntur bukanlah ilmu coba- coba seperti yang dikatakan dokter muda tadi. Ada banyak fakta kesembuhan dengan akupuntur.
Sementara medis barat baru berkembang di abad 17-18, akupuntur telah berkembang pesat sejak 2500 tahun sebelum Masehi sebagaimana yang tertulis dalam kitab Nei Zhing.
Mungkin pada postingan berikutnya, kita akan lihat bukti-bukti lain dan efektivitas akupuntur terhadap kanker , penyakit yang diidap oleh istri saya saat ini.
Akhir kata , semoga istri saya diberikan kesembuhan.
Penulis
Abu Sadra