JAKARTA SBSINews -Menagih Penyelesaian Konflik Agraria yang Berkeadilan – Mafia Tanah Menghalangi Kebijakan Landreform Presiden Jokowi
Konflik Agraria secara Nasional terus berkepanjangan, yang sudah berpuluh tahun serta tak kunjung usai. Konflik yang terjadi secara massal dan meluas ini merupakan warisan Rezim Orde Baru yang otoriter militeristik dan fasis yang berkuasa penuh selama 32 tahun hingga hari ini konflik tersebut terus saja terjadi.
Rakyat terus saja tergusur atas tanahnya. Okupasi dan pembersihan sepihak oleh sejumlah Perusahasn Perkebunan dengan melibatkan aparat keamanan di berbagai daerah, konflik pertanahan sepertinya tidak akan pernah menemukan solusi penyelesaia.
Hampir di setiap daerah di Sumut terdapat konflik, yang terbanyak di daerah Langkat, Binjai, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun dan Labuhan Batu. Konflik antara petani dengan Masyarakat Adat melawan Perkebunan Negara, Perkebunan Asing, Perkebunan Swasta serta Pengusaha Real Estate, Preman dan Mafia Tanah.
Perusahaan dan Perkebunan yang terdata oleh Komite Rakyat Bersatu antara lain PTPN 2, PTPN 3, PTPN 4, PT. Agung Cemara Realty, PT. Bridgestone, PT. London Sumatera, PT. Langkat Nusantara Kepong, Al Washliyah, dan sebagainya.
Konflik Agraria terus berkepanjangan dikarenakan tidak ada Political Will dari Pemerintah, baik itu Pusat maupun Daerah. Hal ini disebabkan adanya kepentingan Mafia Tanah yang tidak ingin Konflik Agraria ini selesai. Malah diduga kuat terlibat dalam praktek penjualan Tanah Negara, misalnya tanah Eks HGU PTPN 2, begitu juga beberapa Konflik yang harusnya sudah didistribusikan malah tidak terealisasi seperti PT. Bridgestone di Serdang Bedagai seluas 273,91 Ha yang harusnya sudah diterima oleh masyarakat yang berhak.
Belum lagi, munculnya surat surat palsu yang beredar di lapangan serta penguasaan tanah secara sepihak oleh para Mafia Tanah dan developer di sejumlah tempat di atas tanah Eks HGU PTPN2 seperti di Helvetia, Marendal, dan sebagainya.
Sehingga Program Landreform distribusi tanah kepada rakyat sulit terealisasi karena banyaknya mafia tanah yang terlibat dalam konflik tersebut.
Atas dasar itu, Komite Rakyat Bersatu yang terdiri dari berbagai organisasi dan berasal dari sejumlah Kelompok Tani berbagai daerah di Sumatera Utara, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai dan Labuhan Batu telah melakukan aksi pada Senin (18/11) ke Kementerian Agraria/BPN RI pukul 09.30 dengan massa aksi sekitar 50 orang.
Acara aksi Massa, Audiensi & Penyerahan Obat Tolak Angin ke BPN RI Agar BPN punya Komitmen Berpihak kepada Petani & Rakyat dan tidak masuk angin.
Tuntutan ke BPN RI:
1. Selesaikan seluruh konflik agraria di Sumatera Utara.
2. Bentuk Tim Penyelesaian Konflik Agraria dengan mengikutsertakan organisasi tani, Aktifis Agraria & Jurnalis.
3. Lakukan segera peninjauan lapangan atas konflik yg terjadi.
4. Tidak memperpanjang HGU PT. Bridgestone & didistribusikan tananya terlebih dahulu seluas 273,91 Ha kepada Masyarakat yang berhak.
5. Melalui Kementerian Agraria agar meminta presiden mengeluarkan Keppres Penyelesaian Konflik Agraria & Keppres Pendistribusian Tanah kepada rakyat petani yang menduduki, menguasai & mengelola Tanah Berstatus HGU.
6. Sertifikasi segera tanah Eks HGU PTPN2 yang sudah diduduki dan dikuasai rakyat yang berada di Desa Marendal 1, Desa Selambo, Desa Helvetia dan Desa Sempali.
Korlap aksi ini Unggul Tampubolon. Aksi diakhiri dengan pemberian obat masuk angin kepada Kementerian Agraria agar tidak masuk angin dan mampu menyelesaikan Konflik agraria. (Jacob Ereste)