Catatan Siang
Persoalan akreditasi RS yang muncul di awal tahun ini karena akreditasi dijadikan syarat bekerja samanya suatu RS dgn BPJS Kesehatan, saat ini persoalan tersebut perlu untuk dinaikkan lagi mengingat batas waktu yang ditetapkan Menteri Kesehatan untuk RS mendapatkan sertifikat akreditasi adalah akhir Juni 2019 ini, yaitu sekitar dua bulan lagi.
Hingga Maret lalu masih ada 370 RS yg belum memiliki akreditasi dengan perincian 232 RS sudah melakukan aplikasi ke KARS (Komite Akreditasi RS), 103 RS sudah disurvey oleh KARS, dan 35 RS yang belum berproses untuk mendapatkan akreditasi. Bila RS belum mendapatkan akreditasi maka dalam dua bulan ke depan RS – RS tersebut terancam diputus kerjasamanya oleh BPJS Kesehatan.
Tidak hanya itu, RS yang sudah punya akreditasi tapi akreditasinya akan jatuh tempo dan belum diperpanjang juga berpotensi akan diputus kerjasamanya bila tidak juga mendapatkan akreditasi perpanjangan. Ada 123 RS yang harus diakreditasi ulang hingga akhir juni 2019 ini.
Kalau RS semakin berkurang yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan maka pasien JKN akan menjadi korban yaitu semakin sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yg baik di RS – RS. Antrian pelayanan akan semakin panjang, lebih susah dapat kamar perawatan dan sebagainya. Akibat dari itu OOP (out of pocket) peserta JKN akan semakin besar.
Saya mendengar Menkes akan tegas dengan tidak memperpanjang lagi soal akreditasi sebagai syarat kerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai Permenkes Nomor 71/2013 jo Permenkes Nomor 99/2015.
Akreditasi adalah sebuah ketentuan yang harus dimiliki oleh RS, sesuai amanat UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang RS. Akreditasi dijadikan sebuah ukuran untuk memastikan RS akan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang layak bagi pasien. Untuk itu ada beberapa komentar dan usulan saya terkait akreditasi ini yaitu :
1. Bahwa kami mendorong seluruh RS yang belum memiliki akreditasi segera mengurusnya dan bisa selesai dalam waktu dua bulan ini. Demikian juga bagi RS yang akan jatuh tempo akreditasinya maka harus segera mengurus perpanjangannya. KARS juga harus kerja ekstra untuk mendukung proses akreditasi hingga akhir juni ini.
2. Untuk RS yang sudah punya akreditasi tetapi sertifikat akreditasi tersebut sudah jatuh tempo maka Menkes harusnya memberikan diskresi khusus kepada RS tersebut untuk tetap kerjasama dengan BPJS sambil menanti proses akreditasi perpanjangan tersebut selesai.
3. Untuk RS yang baru mengurus akreditasi dan bila sampai dgn 30 Juni 2019 belum dapat akreditasi juga maka Bu Menkes bisa memberikan diskresi berupa PKS (perjanjian kerja sama) khusus antara RS tersebut dengan BPJS seperti khusus tetap melayani pasien cuci darah (hemodialisa atau HD). Ini penting agar pasien HD bisa tetap dilayani di RS tsb tanpa harus mencari cari lagi RS yang bisa menampung mereka. Tentunya PKS ini berjangka waktu khusus yaitu maksimal tiga bulan agar RS tetap berusaha mendapatkan akreditasi sesegera mungkin.
Demikian juga bila di suatu daerah hanya ada satu RS dan RS tersebut tidak kerjasama lagi krn akreditasi maka sebaiknya RS tetap dipertahankan dengan PKS khusus.
4. BPJS Kesehatan harus sudah memiliki rencana mitigasi atas berkurangnya RS yang kerjasama dgn BPJS akibat akreditasi supaya peserta JKN tidak lebih sulit mengakses pelayanan kesehatan.
Bentuk mitigasinya saya usulkan adalah BPJS Kesehatan memaksimalkan fungsi UNIT PENGADUAN di RS RS sehingga bisa membantu pasien JKN mencari ruang perawatan.
Selain itu BPJS Kesehatan juga bisa lebih fleksibel dalam menerapkan rujukan on line. Bila daftar RS rujukan di Puskesmas A ada 6 tapi karena akreditasi sehingga tinggal 4 RS maka BPJS Kesehatan bisa memasukkan RS dari wilayah lain yang dekat masuk menjadi RS rujukan dari puskesmas A.
Saya berharap semua pihak harus bersama sama menyelesaikan masalah akreditasi ini sehingga rakyat peserta JKN tidak menjadi korban. Semoga seluruh RS sudah mendapatkan akreditasi supaya tetap bisa bekerjasama dengan BPJS Kesehatan melayani peserta JKN.
Pinang Ranti, 2 Mei 2019
Tabik
Timboel Siregar