Budaya politik yang elegan itu harus bermoral, beretika serta berakhlak mulia. Jika tidak, politik cuma akan jadi cara menggamit kekuasaan belaka dan ketika sudah berkuasa akan cenderung menghalalkan segala cara.
Jika kekuasaan abai terhadap etika, moral dan akhlak maka kekuasaan bisa culas, tidak manusiawi serta menjadi dominan rakus dan tamak hingga ingin semena-mena dan mengabaikan keadilan, ikatan persatuan hingga lupa pada rasa kemanusiaan dan keyakinan keada Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi filsafah hidup kita sebagai bangsa Indonesia yang berpegang teguh pada Pancasila adalah omong kosong.
Pancasila harus menjadi pedoman hidup yang nyata dalam segenap sikap perbuatan — yang bermula dari kata dan prilaku sehari-hari — bagi semua kegiatan, berpolitik dan dalam berusaha hingga menjadi suatu tatanan dalam prilaku budaya manusia yang beradap mulya.
Akhlak mulya dalam politik harus tercermin dalam dikap jujur, adil sebagaimana berkegiatan pada bidang ekonomi, sehingga secara keseluruhan tata nilai dari karakter yang berakhlak mulya menjadi identitas pribadi manusia yang sejati dari bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, sosok manusia yang berbudaya agraris dan maritim perlu ditata ulang, agar warga bangsa Indonesia tidak semakin jauh terperosok dalam budaya industrial yang tidak bisa diandalkan untuk menjadi basis pertahanan bagi budaya bangsa Indonesia.
Jika kedaulatan pangan bangsa Indonesia dapat ditata ulang dan masa kejayaan rempah-rempah dari hasil bumi Indonesia dapat dibangun ulang, maka tidaklah mustahil jarahan kapitslisme yang telah beranak pinak di negeri kita — yang kini bernama beken neo-liberal — pasti bisa segera kita jinakkan.
Minimal dengan cara membangun kembali kejayaan budaya agraris dan maritim kita, harapan terbebas dari sikap kita yang semakin tergantung pada bangsa asing, bisalah sedikit dilonggarkan, untuk kemudian sepenuhnya bisa bebas serta berdaulat mulai dari pangan.
Itulan sebabnya menjadi relevan menagih janji Joko Widodo pada masanya kampanye Capres dahulu untuk mencetak sawah seluas 2 (dua) juta hektar.
Bila saja janji itu dahulu langsung terwujud, pasti birahi impor dua juta ton beras yang sudah berulang kali dilakukan itu selama menjadi Presiden, tidaklah perlu terjadi serta membuat petani bersedih hati, termasuk kita sendiri juga tatkala makan dan sadar bahwa beras yang ditanak istri kita itu bukan dari sawah ladang petani di sebelah rumah.
Andai saja janji Jokowi mencetak dua hektar sawah itu terwujud, saya pasti tidak akan ragu mendukung beliau untuk maju untuk yang kedua kalinya pada Pilpres 2019. Seperti Anis Baswedan yang konsisten membatalkan proyek menimbun laut di Teluk Jakarta yang meyakinkan saya.
Banten, 24 November 2018
Jacob Ereste
Atlantika Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI