Oleh:Prof. Dr. Muchtar B Pakpahan, SH., MA.
Saya tidak sependapat bila pemilu 2019 dikualifikasi sebagai perang idiologi, sebab pemilu 2019 beririsan tiga dimensi kepentingan.
Kepentingan pertama, memilih DPD RI.
Memang faktanya calon prorangan, tetapi rata-rata beririsan dengan pemilihan partai dan puncaknya pilpres.
Saya tidak menemukan satu orang caleg DPD pun yang ingin menggantikan Pancasila.
Kepentingan kedua, partai dan caleg DPR RI. Kadang – kadang para caleg dari parpol memperlihatkan penampilan yang berbeda dengan partainya.
Ada caleg dari PDIP akrab di lapangan dengan caleg Gerindra walaupun mereka bersaing. Karena mereka adalah sahabat bahkan ada hubungan kerabat. Bahkan ada caleg dari paslon 02 ketika ketemu pendukung 01 atau sebaliknya, mereka tidak bicara pilpres yang didukung partainya.
Kemudian, tidak ditemukan ada partai yang dalam visinya ingin mengganti Pancasila.
Kepentingan ketiga, pilpres. Baik paslon 01 maupun paslon 02 tidak ada yang menyampaikan visinya mengganti Pancasila, yang ada adalah riak barisan pendukungnya.
Capres Paslon 01, memakai sensitivitas agama merekrut cawapres Ma’ruf Amin, ulama tertinggi NU supaya menang.
Walapun banyak sisi negatifnya, dimana ulama tertinggi yang seharusnya memberi sinar ahlak, moral, nilai – nilai kebenaran dan pengawasan menjadi dikooptasi politik.
Politik memberi godaan, dan yang digoda menerima baik godaan itu. Goalnya paslon 01 supaya menang dalam pilpres didukung partai nadionalis, semi nasionalis dan agama, themanya lebih menonjolkan kesuksesan petahana.
Paslon 02, datang dari satu idiologi partai nasionalis Gerindra. didukung partai nasionalis, semi nasionalis dan partai agama.Themanya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat banyak.
Di belakangnya ada dua non partai pendukung yang membuat keras yakni HTI dan FPI Habib Riziek. Tetapi Prabowo tidak mempunyai visi mengganti Pancasila.
Saya yakin Prabowo adalah nasionalis Pancasilais dan berniat serta mampu mengawal Pancasila.
Kesimpulan ini bila melihat keluarga ayahnya, omnya, ibunya, dan saudaranya, karier militer, visi Gerindra mirip sosialis, dan beberapa kali secara pribadi diskusi tentang NKRI.
Berdasarkan uraian tersebut, pemilu 2019 bukan perang idiologi tetapi persaingan kepentingan berkuasa di tiga dimensi. Rakyat jangan dibuat tegang.