Usai Sholat Jum’at (22/02/2018) di Masjid Al Bahrain Pelabuhan Sunda Kelapa, Saya melakukan berbagai kegiatan, salah satunya menemui Ibu Yayu seorang wanita tua yang sudah berusia 70 tahun,

Dia sudah berjuang untuk hidup di Pelabuhan Rakyat tersebut sejak 1977. Ini artinya Dia sudah 43 tahun menafkahi keluarganya yang sangat jauh di tanah kelahirannya yaitu Jawa Timur.

Konon Wanita ini merantau ketika masih berusia 27 tahun setelah berstatus janda.

Saya memanggilnya Ibu Yayu dan begitu juga orang lain yang mengenalnya.

Dahulu beliau menjadi Tukang Sapu dibeberapa kantor perusahaan ekspedisi di era berjayanya pelabuhan ini.

Dari hasil sebagai tukang sapu dengan upah Rp2000,- perbulan, kemudian naik menjadi Rp3000 perbulan Dia dapat juga menabung.

Upah Rp3000 perbulan era tahun 1970-an cukup untuk menafkahi dirinya dan 3 orang anaknya dan sisanya ditabung.

Beberapa buruh yang pernah merasakan masakannya menyarankan agar Ibu Yayu sebaiknya menjual nasi saja dan akan diusahakan oleh Pengurus Buruh Pelabuhan untuk dibuatkan warung tentu setelah mendapatkan ijin dari otoritas pelabuhan.

Menurutnya sejak Awal 1980 mulai membuka warung, langganannya sangat ramai apalagi masa-masa itu Pelayaran Rakyat memang sangat berjaya karena Perahu – perahu Phinisi jumlahnya ratusan yang keluar masuk Pelabuhan setiap bulan, proses bongkar muat nyaris tanpa istirahat dan itu artinya Ibu Yayu harus membuka Warung 24 Jam sehari.

Dengan dibantu Keluarganya dari Kampung nampaknya kesibukan melayani pelanggannya bisa diatasi. Kehidupan seperti itu dijalaninya hingga tahun 2000 dengan berjualan di Warungnya sendiri dan tetap menjadi Tukang Sapu di beberapa Kantor Pelra. Begitulah Ibu Yayu dimasa-masa itu.

Setelah penataan Pelabuhan Sunda Kelapa, memang sulit kita menemukan lagi warung – warung didalam kecuali warung perkantoran atau kantin.

Ibu Yayu pun diminta oleh Pengurus Koperasi Bongkar Muat Pelabuhan Sunda Kelapa untuk membuka warung disamping kantor KTKBM.

Disanalah saya menemui beliau yang ditemani satu orang saudaranya dari Jawa. Wanita tua ini seperti menemukan teman bicara yang lama dirindukannya, karena waktu 2 jam ngobrol bersama beliau serasa tidak cukup.

“Pak didalam sini sudah anak – anak dari orang – orang lama, baik itu di Koperasi maupun di Pelindo, Saya kenal dengan orang – orang tua mereka dan karena itu pula mereka anak-anak yang sekarang ini kenal dengan saya. Ada yang sengaja datang kemari ngobrol masa lalu sambil makan. Tetapi mereka tidak setiap hari makan disini karena di kantornya ada warung juga.Tapi tidak apa – apa, rezeki sudah ada yang atur” ujarnya.

Wanita ini memang terlihat pasrah dengan keadaannya saat ini dan ingin menghabisi hari tuanya di Pelabuhan yang ia cintai ini .(ANFPP)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here