Abu Bakar Ba’asyir disebutkan Yusril Ihza Mahendra, penasihat hukum pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, tak mau menandatangani dokumen taat kepada Pancasila.
Pengacara Abu Bakar Ba’asyir mengatakan narapidana terorisme ini akan tetap memilih bertahan di penjara dan menolak bebas bersyarat.
Pengacara Ba’asyir, Achmad Michdan, mengatakan bebas bersyarat sudah didapatkan kliennya sejak 13 Desember 2018 lalu dan bahwa “ustaz Abu akan teguh pada pendiriannya (menolak bebas bersyarat)”.
“Gak ada urusannya saya, mau ditahan besok, lusa, sampai seterusnya, gak ada masalah buat beliau, kan selalu ngomong begitu,” kata Achmad Selasa (22/01).
Achmad ditanya komentarnya setelah Presiden Joko Widodo mengatakan ia tidak akan “tabrak hukum” terkait rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir dengan menekankan menandatangani dokumen setia kepada NKRI sebagai hal yang mendasar.
Mekanisme hingga alasan pembebasan Abu Bakar Ba’asyir dipertanyakan
Abu Bakar Ba’asyir bebas: tetap tolak taat Pancasila, ‘akan berdakwah kalau memungkinkan’
Soal grasi untuk Abu Bakar Ba’asyir, Presiden Jokowi tunggu pengajuan dan masukan MA
Jokowi mengatakan rencana pembebasan itu didasarkan pada aspek “kemanusiaan” karena usia dan kesehatan Ba’asyir namun ia menekankan “Kita ini juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui, ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat.”
Presiden Jokowi mengatakan untuk bisa bebas bersyarat, Ba’asyir haru menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila.
“Nah, syaratnya itu harus dipenuhi. Kalau ndak kan saya nggak mungkin nabrak . Ya kan? Contoh, setia pada NKRI, setia pada Pancasila, itu basic sekali itu. Sangat prinsip sekali,” kata Jokowi kepada para wartawan Selasa (22/01).
Ia juga mengatakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan , Wiranto, tengah mengkaji lebih lanjut.
Namun Achmad Michdan mengatakan dengan harus menandatangani dokumen taat kepada Pancasila, kondisi kembali seperti ke semula.
“Syarat yang mau dianulir itu yang sebetulnya menjadi kebijakannya Pak Yusril, kebijakannya Pak Jokowi yang sudah dikonsultasikan ke Pak Yusril. Kalau itu pakai syarat lagi, sama kembali normal. Siapa pun bisa itu, nggak perlu musti harus kebijakannya presiden untuk membebaskan,” kata Achmad.
Dia juga menambahkan bahwa Ba’ayir juga mengatakan “kecintaan terhadap negara merupakan bagian dari iman.”
“Gak bisa diragukan. Bahkan dia omong kemarin, saya amat mencintai negara, bangsa serta rakyat Indonesia, itu statement saat kunjungan Yusril,” kata Achmad.
“Kan tinggal ditafsirkan, bahwa kecintaan terhadap negara kan lebih fleksible … misalnya keyakinan kepada Islam dan kepada Pancasila dan barang kali itu tak masalah. Kalau bicara Pancasila seolah-olah Islamnya tak ada … mestinya pandai ditafsirkan dan jangan kaku,” katanya lagi.
Menko Polhukam Wiranto dalam keterangan kepada pers Senin (21/01) menyatakan pembebasan Ba’asyir masih perlu pertimbangan terlebih dahulu, “Dari aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya.”
Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara tahun 2011 lalu setelah dinyatakan terbukti mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Image caption Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara tahun 2011 lalu setelah dinyatakan terbukti mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo sangat memahami permintaan keluarga yang meminta Ba’asyir segera dibebaskan dengan alasan kesehatan.
“Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut,” ujar Wiranto.
Jumat (18/01) lalu, Yusril Ihza Mahendra yang menjadi penasihat hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin menyatakan bahwa Presiden Jokowi akan memberikan pembebasan “tanpa syarat” kepada Abu Bakar Ba’asyir.
Pembebasan dilakukan dengan alasan kemanusiaan, karena Ba’asyir dinilai sudah terlalu tua dan sudah menjalani dua pertiga masa hukuman.
Ba’asyir sendiri dipenjara untuk kedua kalinya tahun 2011 lalu, setelah dinyatakan bersalah dalam kasus pendanaan pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Guru besar Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, UII Yogyakarta, Mahfud MD, menulis melalui Twitternya mengatakan tidak mungkin Ba’asyir bebas murni.
“Tak mungkin Abu Bakar Baasyir (ABB) dikeluarkan dgn bebas murni sebab bebas murni hny dlm bentuk putusan hakim bhw ybs tak bersalah. Yg mungkin, sesuai dgn hukum yg berlaku, ABB hanya bs diberi bebas bersyarat. Artinya dibebaskan dgn syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi,” cuit Mahfud.