Penulis: Iswara N Raditya
20 Desember 2018

Kedatangan marga Smith ke Indonesia diperkirakan berlangsung pada pertengahan atau akhir abad ke-19 Masehi.

Bahar bin Smith yang sedang menyita perhatian publik akhir-akhir ini termasuk generasi terbaru dari marga Smith atau Sumayt. Penyandang marga yang masih terbilang keturunan Nabi Muhammad ini memang punya rekam jejak sejarah dan kiprah tersendiri di Indonesia.

Dikutip dari buku Sufis and Scholars of the Sea: Family Networks in East Africa 1860-1925 (2003) karya Anne Bang, dalam silsilah Alawiyyin (kaum yang bertalian dengan Nabi Muhammad), keluarga Sumayt termasuk cabang yang relatif kecil. Mereka merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib, suami Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad.

Marga Smith adalah nama keluarga yang berasal dari Hadramaut, Yaman, dan kini tersebar di berbagai negara. Pengucapan atau penulisan marga ini bervariasi meskipun memiliki makna dan berakar sama, dari Sumaith, Sumayth, Sumayt, Sumait, Semaith, Semaid, Semit, hingga Smith.

Menurut Prof. Ismail Fajrie Alatas, Ph.D., Assistant Professor Kajian Islam dan Timur Tengah dari New York University, marga Smith sendiri bukan termasuk gelombang awal keluarga keturunan nabi yang mencapai Nusantara.

“Saya pikir keluarga Sumayt ini termasuk keluarga sayyid yang datang ke Hindia [Indonesia] kemudian. Saya belum pernah dengar nama tokoh-tokoh dari keluarga ini di awal abad ke-19 misalnya,” jelas Prof. Ismail kepa Tirto.id (19/12/2018).

Peraih gelar Ph.D. dalam bidang antropologi dan sejarah dari University of Michigan ini memperkirakan, orang-orang Smith datang ke Hindia Belanda (Indonesia) pada periode setelah dibukanya Terusan Suez dan mulai beroperasinya kapal uap pada pertengahan abad ke-19.

Infografik Kampung Arab Manado

Meskipun begitu, imbuh Prof. Ismail, cukup banyak tokoh terkenal dari keluarga Smith di Indonesia, terutama selama era pergerakan nasional pada masa kolonial Hindia Belanda, salah satunya adalah Sayyid Hasan bin Sumayt asal Madura.

“Dia bendahara al-Hilal al-Ahmar [Sabit Merah]. Terkenal karena sempat membuat fundraising besar untuk Ottoman [Turki] tahun 1912. Akhirnya ditutup oleh pemerintah kolonial karena kebijakan netral Belanda di Perang Dunia I,” beber cendekiawan muslim yang juga termasuk habib ini.

Dikutip dari buku Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia (2013) yang ditulis oleh Amelia Fauzia, Sayyid Hasan bin Sumayt juga merupakan salah satu pemimpin Sarekat Islam (SI) di Surabaya.

Sayyid Hasan bin Sumayt memiliki hubungan baik dengan H.O.S. Tjokroaminoto selaku pemimpin besar SI. Diungkapkan oleh Prof. Ismail, Sayyid Hasan bin Sumayt menjadi salah satu penyandang dana utama perusahaan percetakan Setia Oesaha yang menerbitkan Oetoesan Hindia, surat kabar propaganda milik SI.

Masih banyak tokoh bermarga Smith yang berkiprah di Indonesia. Di era sekarang, misalnya, selain Bahar bin Smith yang sedang terjerat perkara hukum, jangan lupakan pula sosok Zein bin Umar bin Smith. Habib Zein adalah Ketua Umum Rabhitah Alawiyah, organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad di Indonesia.

Habib Zein menjelaskan, “Dari tiga golongan orang-orang Hadramaut, yakni sa’adah, masyaikh, qabail, kita lebih mengenal sayid. Golongan ini yang kemudian kita kenal juga dengan panggilan habib.”

“Seharusnya kita harus bisa memilah antara sayid dan habib, apakah dia benar-benar baik, mengajar dengan ilmu dan akhlaknya juga baik, dan [pantas] menjadi panutan,” imbuhnya.

Pada Desember 2018 ini, Bahar bin Smith menjadi kontroversi dan harus berurusan dengan pihak yang berwajib karena ucapannya yang menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain itu, tokoh kelahiran Manado ini juga terseret kasus penganiayaan anak, bahkan sudah ditetapkan menjadi tersangka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here