Oleh: Andi Naja FP Paraga
Presiden Joko Widodo telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Apresiasi Negara terhadap Kaum Santri mulai terlihat kembali bahkan semakin baik. Segenap Ulama (Para Kyai) menilai penetapan hari Santri adalah bukti negara mengakui eksistensi Kaum Sarungan didalam mengabdikan dirinya tidak hanya Kelompok Terpelajar Islam, akan tetapi bagian tak terpisahkan didalam sejarah memperjuangkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan indonesia.
Banyak Peristiwa bersejarah tak luput dari peran para santri, salah satu diantaranya adalah Resolusi Jihad. Ketika Sekutu pimpinan Belanda mendaratkan Pasukan Inggris untuk menganulir kemerdekaan bangsa. Presiden Sukarno menganggap rencana kedatangan pasukan inggris sungguh merupakan persoalan hidup mati Indonesia yang baru saja dimerdekakan karena sekutu membawa 6000 pasukan bersenjata lengkap dan siap tempur.
Atas usulan Panglima Besar Jenderal Sudirman, Presiden Sukarno menghubungi Hadratussyeikh KH Hasyim Asyhari Pendiri Organisasi Nahdatul Ulama di Surabaya memohon petunjuk, selanjutnya KH Hasyim Asyhari memanggil KH Wahab Chasbullah salah seorang Kyai berpengaruh NU. Pertemuan ketiga tokoh itu menghasilkan rencana pertemuan Ulama Se- Jawa Timur dan Madura di Surabaya pada 20-22 Oktober 1945 di Pondok Pesantren Tebuireng Jawa Timur.
Seluruh Ulama yang hadir mendengar dengan seksama persoalan genting yang dihadapi Indonesia termasuk target pasukan Inggris untuk menaklukan Surabaya dalam waktu 3 (tiga) hari. Persoalan ini kemudian memicu terbitnya Resolusi Jihad Para Ulama untuk menghadapi Pasukan Sekutu, berjuang hidup atau mati mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad tersebut disebarkan di seluruh Jawa Timur dan Madura dari pesantren ke pesantren, dari masyarakat ke masyarakat hingga media massa di se-Jawa Timur membuat pemberitaannya hingga segenap lapisan Masyarakat menyambut panggilan jihad dengan semangat menggelora.
Salah Seorang Santri bernama Sutomo memohon izin KH Hasyim Asyhari untuk menyampaikan hasil keputusan tersebut melalui Radio Republik Indonesia(RRI) Surabaya diperkenankan. Suara Sutomo menggema di radio-radio masyarakat disambut penuh antusias oleh seluruh lapisan masyarakat dan mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Pasukan Inggris sebagai sekutu Belanda.
Tiga hari setelah resolusi Jihadi disebarkan Pasukan Inggris yang dipimpin Jenderal Malaby tiba di Surabaya langsung menyebarkan pamplet lewat udara berisi ancaman kepada masyarakat jika tidak menyerahkan senjata – senjata yang dirampas dari penjajah. Tentu ancaman ini semakin membakar semangat Masyarakat dan Kaum Santri, akhirrnya pertempuran tidak bisa dielakkan. Pasukan Inggris (Sekutu) dipimpin Jendral Mallaby memimpin langsung pasukannya. Perang pun berlangsung berhari hari hingga suatu insiden terjadi di Jembatan Merah, Jenderal Malaby tewas dengan timah panas pasukan rakyat Jawa Timur.
Jenderal Rabert Mansen Pengganti Jenderal Mallaby justru semakin gila bahkan semaki meningkatkan intensitas ancaman dan serangan hingga pertempuran berlangaung kembali setelah gencatan senjata beberapa hari pasca tewasnya Jenderal Mallaby. Perangpun berlangsung hingga tiga minggu dan pada 10 November 1945 Pasukan Indonesia yang terdiri dari Santri – santri berjuluk Hisbullah, Sabilillah, Mujahidin diperkuat oleh Tentara Keamanan Rakyat(TKR) mampu mengalahkan pasukan sekutu bahkan menewaskan Jenderal Robert Mansen.
Peristiwa besar ini layak bagi negara di wakili pemerintah untuk diapresiasi bahwa perjuangan Ulama dan Kaum Santri didalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia adalah sumbangsih besar mereka untuk Indonesia. Memperingati tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan tentu akan semakin bermakna ketika bangsa ini memberikan apresiasi pada salah satu segmen pahlawan itu yairu Kaum Santri dan kebijaksanaan pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional sangat tepat walaupun ada pihak pihak yang nyinyir mengatakan pemberian Hari Santri itu sinting karena mereka tidak mau tahu betapa substantifnya Hari Santri bagi Bangsa Indonesia khususnya Masyarakat Jawa Timur dan Madura terutama Kaum Pondok Pesantren (Kaum Santri).
Selamat Hari Santri Nasional, mari jadikan momentum ini untuk mengangkat harkat dan martabat Kaum Santri dan Ulama serta Pondok Pesantren meningkatkan peran mereka didalam perjuangan pembangunan bangsa. Tanpa mereka tidak ada Hari Pahlawan dan mungkin Hegemoni Sekutu tidak bisa dihentikan. Tanpa mereka sejarah Indonesia mungkin menjadi lain dan bisa terjajah kembali ratusan tahun seperti sebelumnya. (22/10/18) Andi Naja FP Paraga: mantan Sekjend. SBSI