JAKARTA SBSINEWS – Dalam laporan tahunannya, World Development Report, Bank Dunia menyerukan agar negara-negara yang berhutang atau “negara-negara miskin” untuk mengurangi berbagai peraturan ketenagakerjaan. Misalnya, menghilangkan persyaratan upah minimum, mengizinkan majikan-perusahaan untuk memecat buruh tanpa sebab yang jelas, dan membatalkan aturan-aturan yang membatasi kontrak kerja.
Laporan Bank Dunia tersebut merekomendasikan kebijakan mendesak kepada beberapa pemerintah, serta mengkhawatirkan meningkatnya penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan otomatisasi yang dikatakan akan berdampak pada buruh dan upah secara signifikan.
Peter Bakvis, perwakilan Konfederasi Serikat Buruh Internasional (International Trade Union Confederation) di Washington, mengatakan kepada Guardian, bahwa usulan Bank Dunia itu merupakan kemunduran dan tidak sesuai dengan agenda kemakmuran bersama yang diajukan oleh Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim.
Bakvis mengatakan bahwa draft itu “hampir sama sekali mengabaikan hak-hak buruh, ketimpangan kekuasaan di pasar tenaga kerja dan fenomena seperti penurunan penghasilan buruh dalam pendapatan nasional.” Lebih jauh ia menambahkan bahwa draft itu “mengajukan satu program kebijakan tentang deregulasi pasar tenaga kerja yang ekstensif, termasuk upah minimum yang rendah, prosedur pemecatan yang fleksibel dan kontrak nol-jam gaya Inggris. Penurunan pendapatan buruh sebagai akibatnya, akan dikompensasi secara khusus oleh jaminan sosial tingkat dasar, yang biayanya terutama berasal dari pajak konsumsi yang tinggi.”
Ironisnya, dengan mengutip Karl Marx, draft laporan Bank Dunia yang “mengkhawatirkan gangguan teknologi” itu, menunjukkan betapa ia “khawatir bahwa mesin tidak hanya bertindak sebagai saingan utama bagi buruh, tapi sampai pada titik kesimpulan yang membuat buruh jadi tidak berguna. Teknologi menjadi senjata ampuh untuk menekan pemogokan.”
Dalam rekomendasinya, Bank Dunia juga berkontradiksi dengan berbagai temuan dalam laporan mereka yang sebelumnya. Guardian merujuk pada Laporan Bank Dunia tahun 2013 yang menyimpulkan bahwa aturan-aturan ketenagakerjaan hanya punya dampak yang kecil atau bahkan tidak berdampak bagi lapangan kerja, tetapi draft tahun 2019 mengatakan bahwa jika biaya PHK buruh terlalu mahal, maka akan lebih sedikit yang buruh dipekerjakan.
“Beragam aturan yang merepotkan juga membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk mengatur ulang tenaga kerjanya demi mengikuti perubahan teknologi,” tulis laporan itu.
Dihubungi via telep. Muchtar Pakpahan Ketua Umum DPP (K) SBSI mengatakan “Bank Dunia yang Agen neolib ini adalah sumber ketidakadilan sosial dan pembuat penderitaan rakyat kecil. Upah minimum saja dia sdh anti apalagi upah hidup layak. Awas jangan sempat terpengaruh, Indonesia disuruh merubah Pasal 27 (2) UUD. Maka kita mengajak teman – teman SP/ SB, KSPSI, KSPI dan yang lainnya untuk terus menyuarakan tolak upah murah dan tuntut upah layak bagi buruh dan keluarganya.” (BH)
________________________
Sumber :Trimuti.id
Diterjemahkan oleh Siti Hayati dari artikel berjudul “To ‘Protect’ Workers, World Bank Calls for Eliminating Minimum Wage, Giving Employers More Power” yang diterbitkan Telesurtv.net pada 22 April 2018.