oleh : Andi Naja FP Paraga

Membaca penyesalan para elit yang mengaku telah dikibuli seorang hoaxmaker sambil senyum simpul padahal beberapa jam sebelumnya mereka masih percaya diri didepan mediadengan  meyakinkan publik bahwa itu bukan hoax tetapi hal yang benar  benar padahal sebaliknya anak anak muda sudah lebih awal mengatakan itu hoax. Pada hal tidak ada Jejak digital di lokasi tidak ada, menurut hoaxmaker kejadiannya di Bandara Udara Husein Sastranegara , Bandung. Akal sehat kita sebenarnya dengan mudah bisa menangkap bahwa seseorang tengah merangkai sebuah ilusi.

Celakanya banyak pemimpin dan tokoh yang sudah makan asam garam yang memiliki validitas check dan intuisi yang kuat justru seketika menjadi  konyol hingga melakukan konfrensi pers. Mereka bukan cuma mengerti berita yang diterima hoax atau bukan  tapi karena pembawa berita temannya sendiri berusia lansia diyakini tidak mungkin lagi berbohong. Lengkaplah sudah menjadi kegilaan bersama. Publik pun tersentak ternyata begitu mudahnya hoax dibuat lalu mendapatkan pembenaran sekelompok elit.

Luar biasa media mem-blow up berita  ini sampai sampai berita gempa di Palu dan Donggala yang memakan ribuan korban agak terabaikan dan pada saat yang bersamaan presiden dituduh bersalah atas penganiyaan tersebut sedang sibuk bekerja di Palu dan Donggala membantu dan menghibur rakyat yang menjadi korban. Mungkin beliaupun tidak menyadari dijadikan pihak yang bersalah dalam peristiwa itu dan hingga saat ini pun beliau lebih mengutamakan berbaur dengan rakyatnya yang sedang kesusahan daripada membuang energi menanggapi hal yang tidak penting. Tetapi Polri bergerak cepat, terungkaplah kejadian yang sebenarnya.

Celakanya pengakuan kebohongan hoaxmaker tersebut membuat pihak tertentu ramai ramai mengatakan bahwa mereka korban kebohongan. Bahkan berbalik mengatakan hoaxmaker adalah orang yang disusupkan untuk mengacaukan kubu mereka dengan membagikan foto hoaxmaker berbaju kotak kotak. Kembali Presiden yang tengah sibuk bekerja menjadi korban.

Bagi sebagian besar rakyat bertanya dalam hati mereka, Sepenting itukah kasus penganiyaan terhadap seorang ibu untuk ditanggapi sampai harus mengabaikan saudara saudara kita yang tengah menderita karena gempa dan Tdunami?.

Apa hubungan Presiden dengan penganiyaan seorang ibu sehingga harus dipersalahkan padahal ia sedang bekerja dengan tulus?

Mengapa setiap kesalahan yang dilakukan oleh pihak lain harus selalu ditimpahkan kepada presiden?.

Hoax sudah membahayakan kehidupan berbangsa di Indonesia dan oleh karena itu harus dilawan dengan sunggug – sungguh, harus dibangun gerakan tidak ada maaf bagi pembuat hoax dan memberikan sanksi yang berat kepada pembenar dan penyebar hoax walaupun mereka pejabat legislatif yang bisa berlindung dengan undang undang MD3. Tidak perduli walaupun mereka petinggi partai politik, bahkan   pasangan capres dan cawapres sekalipun. Ketegasan dan kesigapan Polri harus didukung dan didorong guna memerangi hoax sebelum memberi dampak yang besar dan membahayakan seluruh bangsa.

Dampak hoax yang berakibat perang adalah hoax  yang dibuat Nayirah,  Putri Duta Besar  Kuwait di Amerika yang karena hoax buatannya menyebabkan terjadinya perang teluk. Nayirah mengambil kelas akting dan dipimpin oleh Perusahaan Public Relation di Amerika Serikat untuk bersaksi palsu  atas peristiwa yang hanya ada dalam karangannya. Nayirah bercucuran air mata di depan Kongres Amerika. Gadis berusia 15 tahun itu menceritakan betapa kejinya tentara irak membunuh ratusan bayi tak berdosa.

Pengakuan Nayirah Al Saba ‘Sang Saksi Mata’ itu membuat siapapun yang mendengar ceritanya bercampur aduk perasaan antara sedih dan benci tak terhingga. Pengakuannya diliput media internasional kemudian menghasilkan keputusan penting Kongres Amerika di Tahun 1990 yang berjuluk “Operasi Badai Gurun” dimana Amerika Serikat dan sekutunya serentak menyerang Irak. Perang teluk pun dimulai. Ratusan ribu jiwa hilang bukan hanya dari tentara irak namun warga sipil, ibu dan anak yang tak berdosa.

Belajar dari penyebab terjadinya perang teluk tersebut memang tidak ada sesuatu yang kebetulan apalagi dalam panggung besar politik pemilihan presiden 2019. Terlalu naif jika kita percaya itu hanya kecelakaan dan bisikan setan. Semua itu suatu alat saja untuk melegalkan suatu gerakan besar. Pihak yang anti kestabilan membutuhkan pemicu untuk melancarkan propaganda besar dan Strategi berkampanye. Mereka tidak berfikir dampaknya terhadap bangsa dan negara tetapi bagaimana caranya mempunyai kekuasaan yang besar.

Memerangi hoax adalah panggilan jiwa bangsa bahkan memeranginya wajib dimulai dari diri sendiri, keluarga dan komunitas kita. Waspadai setiap tulisan yang di sharing pastikan berita tersebut hoax atau tidak. Jika tetnyata hoax dibuang saja tidak perlu disimpan apalagi dibagikan. Saringlah sebelum di Sharing. (06/09/18)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here