Kapal pembangkit listrik tenaga diesel atau gas asal Turki yang disewa PLN.(ist)

JAKARTA, SBSINews.id – Juru bicara Komisi Pemberantasa Korupsi, Febri Diansyah menyebutkan bahwa kasus dugaan mega korupsi proyek pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berpotensi merugikan negara Rp130 triliun akibat kejahatan mark up proyek sewa 5 kapal turbin asal turki masih belum bisa ditingkatkan ke level penyidikan.

Perhatian serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap skandal korupsi diduga melibatkan Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan kasus yang menyebabkan PLN tahun 2017 mengalami kemrosotan laba mencapai belasan triliun ini kabarnya sudah masuk agenda gelar perkara di KPK.

“Penanganan kasus belum ke ditingkatkan ke level penyidikan, praktis KPK juga belum mengeluarkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan,” katanya di Jakarta.

Dua bulan terakhir ini, Sofyan Basir sudah dua kali muncul di Gedung Kantor KPK. Namun, kabar yang beredar kedatangan Sofyan tidak terkait korupsi mega proyek PLTD PT PLN sewa 5 kapal Turki itu. Pantauan sejumlah awak media, ia pertama kali mendatangi kantor KPK pada 18 Desember 2017, saat kasus korupsi kapal Turki hangat disorot media.

Dirut PLN itu kembali mendatangi KPK pada tanggal 25 Januari 2018, dia datang untuk diperiksa sebagai saksi atas dugaan korupsi proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan di Papua yang menyeret tersangka Dewi Yasin Limpo, adik kandung Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. Sofyan Basir dalam kesaksiaannya mengaku tak mengetahui, dengan dalih proyek dianggarkan APBN yang merupakan tanggungjawab Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Kasus mega proyek ini berdampak pada keuntungan PLN mengalami yang mengalami kemerosotan hingga 17 triliun pada tahun 2017 salah satu penyebanya adalah buruknya kinerja jajaran PLN. Sinyal kinerja buruk tersebut sebenarnya sempat diungkap banyak media saat Menteri Keuangan Sri Mulyani memperingatkan soal kondisi keuangan PLN yang terendus merosot tajam sebelum akhir 2017.

Para penggiat anti korupsi pun mengritisi modus korupsi di balik proyek sewa kapal-kapal turbin asal Turki. Pasalnya, kapal-kapal Turki itu bereputasi buruk secara internasional akibat mengecewakan beberapa negara.

“Dugaan korupsi itu terjadi sejak Dirut PT PLN Sofyan Basyir menetapkan kontrak proyek PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) menggunakan 5 kapal pembangkit listrik terapung milik perusahaan asal Turki, Kapowership Zeynep Sultan. Kontrak sejak 2015 berlangsung lima tahun sampai 2020,” ungkap Mochammad Afandi,

Koordinator Jaringan Milineal Anti Korupsi (JAMAK) saat melakukan aksi di Gedung KPK untuk mendorong KPK mengusut kasus mega korupsi itu, di tengah pemerintah menghadapi tekanan target APBN, 26 Nopember 2017.

“Sewa kapal Turkir sengaja dipaksakan karena awalnya berdalih menggunakan bahan bakar gas, tapi faktanya gas tidak ada dan digantikan BBM impor. Ini pun diduga banyak permainan broker dan tindakan koruptif,” tambah dia.

JAMAK mengungkapkan, akibat PT PLN (Persero) memaksakan pengadaan listrik dengan sewa kapal Turki, maka ada pemborosan per unit mencapai Rp 7,9 triliun dibanding PLTD darat. Lainnya, diduga mark up terjadi pada bahan bakar yang digunakan selisih Rp 450 per kwh. Kalau pakai bahan bakar diesel darat Rp 400 per kwhr, untuk kapal Turki angkanya dua kali lipat menjadi Rp885.

Biaya BBM diduga juga terjadi mark up. Per tahun untuk kebutuhan maximum 0,024 dg kwh 14 juta liter, seharusnya kilo kwh nya 15 jt liter, maka total menghabiskan 41,64 juta liter. Faktanya, laporan keuangan Tahun 2016 tertulis angka pemakaian BBM 42 juta liter. Kalau harga BBM Rp 6.780 per liter, dalam laporan keuangan muncullah biaya menguap Rp 759 milyar per 1 unit kapal dalam setahun.

Juga diungkap JAMAK, dugaan koruptif PT PLN terkait pemborosan biaya BBM impor untuk bahan pembangkit kapal Turki, jika dibanding diesel darat yang pakai batubara, kerugiaan Negara mencapai Rp 75 triliun.

“Akibatnya, potensi menimbulkan kerugian Negara sampai Rp 18,7 triliun,” ungkap koordinator JAMAK, yang juga berharap KPK dapat mencegah potensi koruptif lebih besar akibat Dirut PT PLN memilih LOAN atau pinjam kredit komersial untuk membiayai
proyek pembangkit listrik System Jawa Bali. Pasalnya, Sofyan Basir pasca membatalkan LOAN dengan bunga rendah dari Jepang tidak memilih pengganti yang sama.(ist)

Baca Juga: http://sbsinews.id/perusahaan-ini-ditutup-puluhan-tenaga-kerja-asing-terancam-dideportasi/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here