Berdirinya SBSI dirancang oleh lima pemrakarsa yaitu: Saya sendiri, Sukowaluyo Mintorahardjo, Sabam Sirait, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Rachmawati Sukarnoputi dengan dasar organisasinya adalah Nasionalis, Marhaenis dan Sukarnois dan visinya mewujudkan cita-cita Sukarno yaitu memerdekakan Indonesia MENDIRIKAN NEGARA WELFARESTATE. Itulah dasar ketika SBSI dideklarasikan pada 25 April 1992.
Tahun 1998 ketika Saya sakit dan harus opname di Rumah Sakit PGI Cikini dengan status sebagai narapidana politik di LP Cipinang, beberapa aktivis sering bertemu Saya dan merancang pendirian Partai Buruh. Dengan pelopor utamanya Tohap Simanungkalit (almarhum), Mehbob dan yang lainnya. Karena sedang ada sikap dan pilihan politik SBSI, maka pengurus SBSI pada waktu itu terbagi menjadi dua sikap yaitu: sikap pertama adalah berafiliasi dengan PDI Megawaty dan sikap kedua adalah Partai Buruh yaitu Partai Buruh Nasional (PBN) tahun 1999 pada zaman reformasi. Beberapa kader pada waktu itu seperti Beathor Suryadi memilih ke PDI Megawaty dan Muhaimin ke PKB, dan Gusdur sebagai salah satu pemrakarsa lahirnya SBSI ternyata mendirikan PKB.
Setelah Partai Buruh Nasional (PBN) 1999, pada 1 Mei 2001 SBSI resmi memprakarsai berdirinya Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD). Pada pemilu 2004 PBSD dan SBSI mencalonkan Saya menjadi Calon Presiden. Saya kalah pada putaran pertama. Pada putaran kedua pilpres 2004 kita memilih mendukung pasangan Amin Rais dan Siswono Yudohusodo, dengan resmi dibuat kontrak politik antara SBSI/PBSD dengan Amin Rais yaitu bahwa SBSI yang menentukan arah perburuhan dan SBSI yang akan menunjuk menaker jika pasangan tersebut menang. Ternyata hasilnya adalah kalah.
Pada pemilu 2009 PBSD berganti menjadi Partai Buruh sebagai peserta pemilu tetapi lagi-lagi kandas. Dalam pilpres pada waktu itu Partai Buruh ikut memprakarsai dan memilih pasangan Megawaty-Prabowo sebagai capres dan cawapres. Alasannya sebenarnya sempurna yaitu Prabowo dalam buku Gerindra menyatakan visinya adalah sosialis dan Megawaty Sukarnois, tetapi ini juga kalah.
Dalam menghadapi pemilu 2014 sikap di SBSI mengkristal yaitu: Jokowi yes, PDIP no. Sikap ini berlansung hingga kongres V SBSI awal April 2014 dengan secara resmi SBSI mencalonkan Joko Widodo sebagai presiden dalam pilpres 2014. Tetapi yang terjadi sikap itu bergeser, kalau hendak memenangkan Jokowi harus memenangkan PDIP. Pada pemilihan legislatif 2014 memilih PDIP dan pilpres memilih Jokowi-JK.
Bagaimana pilihan kita di 2019
Saat tulisan ini, Kelihatannya kebalikan dari pilprep 2014, yaitu PDIP yes, pilpres tunggu dulu. Mengapa tetap memilih PDIP ? Pada Rakernas SBSI April 2017, Hasto Kristyanto Sekjen DPP PDIP resmi menjelaskan mengapa ada outsourcing waktu Megawaty Presiden, hal ini karena ada tekanan kapitalis internasional, lalu saat itu Hasto menyampaikan permohonan maaf serta mengajak SBSI kembali ke rumah PDI Perjuangan dan bersama – sama mencabut outsourcing. Ahirnya rakernas memutuskan ada simbiose politik antar SBSI dengan PDIP, dan keputusan tersebut dikukuhkan dalam kongres VI April 2018.
Bagaimana dengan pilpres kali ini ? Pertama: Tahun 2015 setelah beberapa bulan menjadi presiden, Joko Widodo mengeluarkan PP 78 tahun 2015. PP ini sangat melemahkan peranan Serikat Buruh. Kedua: Joko Widodo tidak memenuhi janjinya. Kebijakan bagi pengusaha cepat tapi bagi buruh dan kaum miskin sangat lambat. Ketiga: SBSI sangat jauh dari istana dan sangat jauh dari menaker Hanif Dhakiri.
Karena itu Saya sebagai ketua umum SBSI menciptakan lagu SALAM GIGIT JARI (lihat Youtube). Lalu siapa capres SBSI 2019 ? Secara resmi menurut AD/ART SBSI hal ini akan ditentukan melalui Munas. Tentu pilihan tersebut jatuh pada pasangan mana yang memberi kebijakan yang sejalan dengan visi dan cita-cita perjuangan SBSI, minimal secara tertulis (kalau bias dalam bentuk kontrak tertulis) yang isinya antara lain: mencabut outsourcing dari sistem perburuhan Indonesia dan mencabut PP 78 tahun 2018. Kalau bisa Menterinya dari Serikat Buruh dan ikut SBSI mendiskusikannya. Kalau tanpa itu ? Mungkin tidak ada munas dan tidak ada pilihan resmi, tetapi pilihan legislatef secara resmi SBSI memilih PDIP. (Muchtar Pakpahan)