Presiden RI Joko Widodo mengingatkan bahaya isu terkait dengan politik identitas yang memanas saat Pemilu dan Pilkada 2024 yang berawal dari media sosial, kemudian berlanjut di lingkungan masyarakat.

Dalam sambutannya pada acara Konsolidasi Nasional Bawaslu 18 Desember 2022 di Jakarta, Sabtu, Jokowi mengapresiasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang akan mengawasi pelaksanaan pemilu dan kampanye dari media sosial.

“Problemnya sering dimulai dari medsos, ngipas-ngipasi dimulai dari situ, nanti lapangannya ‘kan menjadi ramai dan panas karena kipasan dari medsos,” kata Presiden Jokowi.

Menurut Presiden, salah satu faktor kerawanan pada pemilu dan pilkada itu adalah soal politik identitas, politik SARA, dan hoaks.

Untuk itu, Kepala Negara mengingatkan agar Bawaslu berhati-hati mengenai hal tersebut dan harus segera memperingatkan pihak yang melakukan pelanggaran.

“Hati-hati kita ini beragam, agama, suku, ras, beragam, jadi hati-hati kalau ada percikan kecil mengenai ini, segera diperingatkan, enggak usah ragu-ragu, segera peringatkan, panggil, pasti grogi,” kata Jokowi.

Presiden menambahkan bahwa gelaran Pemilu dan Pilkada 2024 serentak menjadi pesta demokrasi terbesar sepanjang sejarah di Indonesia, bahkan terbesar di dunia.

Oleh karena itu, peran Bawaslu menempati posisi sentral untuk membangun pemilu yang berkualitas.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memaparkan lima isu strategis berdasarkan hasil Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024, yang harus menjadi perhatian bersama demi memastikan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berjalan lebih terbuka, jujur, dan adil.

“Merujuk hasil temuan dan riset dari IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Bawaslu mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama (bagi) penyelenggara pemilu, sebagai upaya membawa pelaksanaan Pemilu 2024 yang lebih terbuka, jujur, dan adil,” kata Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty saat memaparkan IKP 2024 dalam acara Peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di Jakarta, Jumat.

Lolly menyebutkan isu strategis PERTAMA adalah persoalan netralitas penyelenggara pemilu yang harus dijaga, dirawat, dan dikuatkan untuk meningkatkan kepercayaan publik sekaligus merawat harapan publik terhadap pemilihan umum lebih kredibel dan akuntabel.

“Polemik tahapan verifikasi faktual partai politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara pemilu menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitasnya,” jelasnya.

Isu strategis KEDUA, lanjutnya, ialah pelaksanaan tahapan pemilu di daerah otonomi baru (DOB) provinsi, yakni Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.

Berdasarkan hasil IKP 2024, Bawaslu mencatat penyelenggara pemilu harus memberikan perhatian khusus terkait kesiapan wilayah baru tersebut dalam mengikuti ritme tahapan pemilu yang sudah berjalan.

KETIGA, potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga suasana yang kondusif dan stabil selama tahapan pemilihan umum berjalan,” kata Lolly.

Berikutnya, isu strategis KEEMPAT adalah persoalan intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat, sehingga memerlukan berbagai langkah mitigasi secara khusus dari penyelenggara pemilu untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan dari dinamika politik di dunia digital.

KELIMA, IKP 2024 menunjukkan persoalan pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin oleh penyelenggara pemilu, sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga negara terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan.

Lolly juga menyampaikan bahwa IKP 2024 diukur menggunakan 61 indikator dari empat dimensi, yakni sosial dan politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, serta partisipasi.

(ANFPPM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here