Keputusan Presiden Jokowi menempatkan Kasatpres Heru Budi Hartono sebagai Pjs Gubernur DKI menuai banyak apresiasi. Mantan Walikota Jakarta Utara tahun 2014 dan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta ini paham betul “daleman” birokrasi DKI.
Yang menarik dari Heru adalah integritasnya pada Jokowi yang menjadikannya dipercaya menjabat Kepala Sekretariat Kepresidenan, atau dalam istilah umum Sekretaris Presiden. Seusai Pilkada “brutal” di DKI tahun 2017 yang menjadikan Anies Baswedan sebagai Gubernur, Heru memilih mengundurkan diri dari segala jabatan birokrasi di DKI. Jokowi kemudian menarik dirinya sebagai ajudan Presiden yang mengatur segala jadwal, memberi masukan terkait administrasi sekaligus “pembisik” Presiden untuk urusan DKI.
Tata kelola DKI semasa dijabat Jokowi-Ahok semenjak diambil alih Anies Baswedan mengalami titik paling anomali. Transparansi anggaran dan perencanaan keuangan skema e-budgeting yang sudah mulai dirintis Jokowi-Ahok, bubar jalan di tangan gubernur Anies. Bagi anies dan pendukungnya, transparansi anggaran adalah sebuah kemustahilan. E-budgeting menjadi momok paling menakutkan bagi predator anggaran yang selama ini foya-foya di atas otak-atik angka siluman.
Terbukti di akhir masa jabatan gubernur Anies Oktober 2022 ini, sejumlah kejanggalan dan temuan dugaan korupsi dan kolusi berderet panjang daftar bermasalahnya. Dari indikasi mark up anggaran dan kelebihan bayar hingga proyek-proyek unfaedah menjadi warisan bungkusan busuk sepeninggalan Anies.
Heru sebagai Pjs Gubernur DKI secara tidak langsung mengemban misi membongkar amburadulnya pengelolaan keuangan DKI. Mereformasi kebijakan Anies sebagai wujud mengembalikan kepercayaan warga Jakarta yang selama 5 tahun merasa dikibuli tanpa bisa berbuat apa-apa.
Cepat atau lambat kebijakan penyelewengan anggaran yang semasa kepemimpinan Anies aman terkendali, otomatis akan diaudit ulang. Temuan demi temuan akan menjadi bahan laporan pertanggungjawaban kepada publik secara gamblang berdasarkan data dan fakta. Selanjutnya KPK atau Kejaksaan tinggal menindaklanjuti, apakah ada unsur korupsi atau maladministrasi berjamaah yang berujung kerugian negara.
Masa jabatan sementara (pjs) Heru selama 1 tahun dan dapat diperpanjang lagi hingga pilkada serentak 2024, secara mandataris mengalami 2 kali masa penyusunan RAPBD. Diprediksi momentum krusial terkait anggaran dalam kewenangan heru akan berjalan alot terkait pengesahan di DPRD DKI. Anggaran unfaedah akan dipangkas habis, dan itu terkait kepentingan para anggota dewan di DPRD DKI. Lem aibon, pulpen, flasdisk seharga milyaran rupiah dipastikan hilang.
Jadi kalau KPK masih kebingungan menemukan alat bukti korupsi Anies dkk di DKI, tunggu saja laporan Heru dari balik eks meja kerja gubernur Anies. barangkali ada lembaran cek tercecer di laci lupa dibersihkan. Dan yang pasti dengan berakhirnya dinasti Anies di DKI akan ada banyak pihak yang tiba-tiba mengundurkan diri dalam rangka cuci tangan, kaki dan mulut usai foya-foya 5 tahun yang begitu aduhai.
Dahono Prasetyo
Editor: Erlangga Bhumi