Kepada Yth.
Bapak Nadiem Makarim
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Perihal: MASUKAN MASYARAKAT TERKAIT RUU SISDIKNAS (SURAT TERBUKA)
Dengan hormat,
Berikut saya sampaikan pandangan terhadap RUU Sisdiknas agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya demi kemajuan bangsa serta penghormatan pada Hak Asasi Manusia.
Masukan terkait pokok RUU Sisdiknas adalah sebagai berikut:
PERMASALAHAN PERTAMA:
Pasal 81 dan Pasal 84
(1) …
b. Pendidikan Kapita Selekta Pancasila
Argumen:
• Maksud dari kapita selekta adalah objek yang dipelajari tidak hanya Pancasila-nya tetapi juga kontekstualisasinya dalam kehidupan. Keterkaitan Pancasila dengan hukum dan kewarganegaraan serta Hak Asasi Manusia. Juga bisa memasukkan materi lain terkait baik secara teoritik maupun praktis antara lain memahami Indonesia, pelatihan siaga bencana sesuai kondisi lokal dan seterusnya.
• Kalau dari kelas 1 Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi hanya fokus pada Pancasila yang rumusannya terdapat dalam UUD 1945 niscaya hanya akan mengulang-ulang dogma dan akan membosankan, apalagi tidak dalam konteks yang dinamik. Ingat, masa Orde Baru juga menggunakan jargon “melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen” tetapi dijatuhkan juga karena “sesungguhnya tidak sesuai dengannya”.
• Jika materi bersifat teoritik saja dan hanya tentang Pancasila an sic dapat dipandang sebagai pengulangan dogmatik yang membosankan sebagaimana masa Orde Baru dengan berbagai Penataran P4-nya.
PERMASALAHAN KEDUA:
Pasal 81
(5) Sesuai dengan Hak Asasi Manusia tentang kebebasan beragama, Orangtua Pelajar dan atau Mahasiswa berhak menolak mengikuti pelajaran Pendidikan Agama jika yang Orangtua Pelajar dan atau Mahasiswa bersangkutan menilai Pendidikan Agama yang diajarkan di sekolah dan atau perguruan tinggi tidak sesuai dengan agama dan atau mazhab dan atau sekte dan atau denominasi agama yang dianutnya.
Argumen:
• Dalam satu agama terdapat banyak mazhab / denominasi yang berbeda-beda, maka pemaksaan kepada siswa untuk mengikuti mata pelajaran yang tidak sesuai mazhab yang dianutnya adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia oleh negara karena pelajaran itu tidak hanya bertujuan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
• Kementerian Dalam Negeri dan Mahkamah Konstitusi membolehkan pengosongan kolom agama, dengan demikian dalam urusan kependudukan warga negara boleh mengosongkan isian agama, maka urusan pendidikan seharusnya juga demikian. Mengikuti mata pelajaran agama bersifat opsional, karena ada orangtua siswa hendak mendidik sendiri anaknya dalam hal keagamaan sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
• Tanpa perlu menulis ulang, bagi Perguruan Tinggi juga diberlakukan hal serupa. Mohon menambahkan ayat atau pasal terkait pada tempatnya bahwa mengikuti mata kuliah agama bersifat opsional.
• Saran: kurikulum Pendidikan Agama seharusnya juga berisi tentang PENGETAHUAN AGAMA-AGAMA yaitu agar pelajar/mahasiswa mengetahui perspektif agama lain juga. Juga berisi tentang berbagai pandangan yang hidup di masyarakat tentang ketuhanan dan keagamaan. Hal ini mendukung asas kebhinekaan dan hormat-menghormati sesama warga negara.
Demikian saran dan masukan saya dengan harapan dapat dilaksanakan. Terima kasih.
Bandung, 14 September 2022
Teguh Sugiharto, SE, SH
WA: 0823-2048-5599
Tembusan:
1. Presiden Republik Indonesia
2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
3. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
4. Pimpinan Komisi X – DPR RI