PT Pertamina (Persero) melarang secara resmi pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite menggunakan jerigen. Kebijakan ini berlaku di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina. Pembelian Pertalite memakai jerigen dilarang karena Pertalite kini sudah menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
Perubahan Pertalite dan BBM umum ke BBM penugasan itu diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan.
Berubahnya Pertalite menjadi bahan bakar penugasan di mana terdapat unsur subsidi atau kompensasi harga dan alokasi kuota, maka Pertamina melarang SPBU untuk melayani pembelian Pertalite menggunakan jeriken atau drum untuk diperjualbelikan kembali di level pengecer.
Larangan membeli Pertalite memakai jeriken ini pun mengacu pada Surat Ederan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penyaluran Bahan Bakar Minyak Melalui Penyalur. Dalam surat edaran tersebut, diatur bahwa badan usaha penyalur, yang dalam hal ini Pertamina, hanya dapat menyalurkan BBM penugasan langsung ke pengguna, tidak untuk dijual kembali kepada pengecer.
Namun, penyelewengan dan penyelundupan BBM masih berjalan lancar. Penyelewengan BBM bersubsidi ada di beberapa tempat. Ada yang melakukan penimbunan BBM, ada juga yang mengangkut tidak sesuai pada tujuan.
Menurut hasil investigasi dari Eko Susianto selaku Tim Survei Penilaian Integritas (SPI), anggota Reclasseering Indonesia, dan media beritaistana.id, Sabtu (23/04/2022), masih banyak mobil-mobil pembawa jerigen yang antri di SPBU 54.651.41 Tlogosari, Tirtoyudo, Malang pada malam hari.
Dari keterangan salah satu operator SPBU 54.651.41, ada syarat dan jam khusus dimana para pembeli yang menggunakan jerigen dapat membeli BBM subsidi khususnya jenis pertalite, yakni mulai dari jam 19.00 WIB hingga jam 06.30 WIB.
Yang mana operator itu juga menyebutkan syaratnya jika membeli satu jerigen pertalite maka harus membeli 5 liter pertamax berlaku kelipatan. Dan untuk setiap jerigennya, operator itu membandrol harga Rp. 9.000 hingga 10.000 rupiah. Hal ini sudah jelas masuk kategori pungutan liar (pungli).
Dan jika ada mobil yang mengetap, operator tersebut juga mengijinkan dan menarik pungli senilai Rp. 5.000 rupiah setiap kali pengisian.
Perbuatan pengetapan dengan berkerjasama dengan SPBU masuk dalam kategori pungutan liar alias pungli. Kalau ada operator yang bermain, atau SPBU ada melakukan pembiaran jelas ada sanksi. Selain merupakan perbuatan melanggar hukum, hal itu merugikan masyarakat banyak.
“Pungutan uang itu tidak jelas untuk apa dan kemana, itu namanya pungutan liar, bila tidak ada ijin harusnya jangan di isi, ini malah dijadikan ajang pungli operator SPBU, jika uang tersebut sebagai uang kemanan, untuk siapa uang kemanan tersebut?”, ujar Eko usai melakukan investigasi bersama dengan intelijen kejaksaan.
Diduga demi meraih keuntungan lebih, Pihak SPBU melakukan pungli dengan modus uang tips untuk setiap pengisian BBM ke dalam jerigen.
Atas adanya dugaan tindakan penyalahgunaan wewenang dan juga dugaan Pungli yang telah dilakukan oleh pihak SPBU tersebut, masyarakat sekitar sangat berharap agar pihak yang berwenang, dan juga pihak yang berwajib untuk segera melakukan penindakan kepada pemilik SPBU nakal tersebut.
Terlebih, diduga adanya keterlibatan oknum dari instansi kepolisian yang turut melakukan pembiaran dan diduga bagi hasil atas fee tersebut.
Menurut Eko, saat malam ada ratusan jerigen yang mengantri, ada yang bawa mobil pick up, mobil box, truk, bahkan mobil pribadi. Dan semua nomor kendaraan yang sering melakukan kecurangan tersebut sudah dikantongi olehnya.
Ia meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak tegas anggotanya yang turut membantu dalam kejahatan tersebut, sebab oknum Polsek dan Polres setempat seakan tidak ada tindakan dan melakukan pembiaran.
Perbuatan tersebut melanggar Undang-undang perlindungan konsumen, sebab operator SPBU 54.651.41 sering membohongi konsumen dan mengatakan bahwa pertalite kosong, padahal mereka menunggu jam malam.
Para pemainnya kebanyakan ada yang dari ASN seperti guru ataupun perangkat desa, namun mereka tidak datang sendiri melainkan menyuruh orang suruhannya.
Adalagi dengan modus modifikasi mobil, sekali mengisi ada 1500 liter.
Setiap orang yang melakukan penyimpanan dan pengangkutan BBM tanpa memiliki Izin Usaha Penyimpanan, melanggar pasal 53 huruf b dan huruf c UU Migas.
Bagi SPBU yang menjual BBM tersebut sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa ijin, dapat dipidana dengan Pasal 56 KUHP sebagai pembantu kejahatan.
Hal ini sudah tidak bisa ditolerir lagi sebab sudah sangat marak pungli dan tidak ada tindakan dari Polsek setempat.
Jika satu mobil ada 20 jerigen, maka operator tersebut mendapat pungli sebesar Rp. 200.000 rupiah, jika setiap malam ada ratusan jerigen, maka per malamnya mendapat pungli mencapai jutaan rupiah.
“Jika ada oknum yang terlibat, maka akan saya laporkan ke propam dan kompolnas secara langsung, karena tidak mengindahkan perintah Kapolri dan Presiden Jokowi,”. pungkas Eko.
Eko menambahkan, ia sempat diajak bermitra oleh mafia-mafia migas yang merupakan seorang ASN, ia sempat ditransferi sejumlah uang namun malah dijadikan barang bukti olehnya.
Menurut Eko, ia mendapatkan banyak bukti berupa video dan foto saat melakukan investigasi malam ini, dan setiap jerigen menurutnya berisi 35 liter minimal setiap mobil membawa 25 jerigen, untuk mobil box bahkan membawa sampai 50 jerigen.
Menurut keterangan dari salah satu sopir suruhan salah satu oknum ASN, ASN tersebut sudah lama menjalankan bisnis ini dan menjual pertalite diatas HET, yakni seharga Rp. 11.000 rupiah per liter.
(eko s BeritaIstana)