Islam jauh hari membagi ulama menjadi dua: Ulama baik dan Ulama bejat. Adapun ulama yang baik, mereka adalah pewaris para nabi dan akan selalu berkhidmat untuk Islam dan Al-Quran, namun ulama bejat akan memanfaatkan Islam dan Al-Quran untuk kepentingan nafsunya.
Ulama seharusnya berhiaskan akhlak karimah dan selalu siap melayani umat dan mengayomi mereka serta mendengar dan menjawab segala permasalahan sosial masyarakat umat Islam. Karena ulama adalah representasi dari akhlak Nabi, maka seyogyanya mengayomi anak-anak yatim dan menjadi ayah bagi mereka, bukan memakan hak anak-anak yatim dan mengeksploitasi mereka atas nama agama.
Hari demi hari Islam semakin terasing karena pemeluknya kini beragama karena ikut-ikutan atau turunan atau karena salah mendapatkan guru. Padahal Al-Quran menuntut kaum muslim untuk memaksimalkan akalnya dalam mencari kebenaran. Islam sebagai agama penutup yang memiliki berbagai keunggulan dari berbagai dimensi tentu jika diberikan kesempatan akan menyebar luas ke seluruh penjuru dunia dan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Musuh membuat baju-baju Islam baru dan memperkenalkannya kepada masyarakat dunia. Hasilnya, mereka membenci Islam, mencaci Islam dan melaknat Islam. Islam radikalis, Islam intoleran, Islam takfiri dan lain sebagainya adalah buah kesuksesan mereka dalam menjauhkan agama Islam original dari umat manusia. Tidak heran masyarakat eropa membenci Islam jika yang ditampilkan adalah Islam model seperti ini.
Media-media Indonesia dalam beberapa minggu terakhir ini dipenuhi dengan berita-berita kekerasan seksual dan yang terakhir baru-baru ini melibatkan pemuka agama Islam. Ini adalah aib bagi kaum muslimin, namun seharusnya tidak hanya berhenti disitu saja, perlu ada evaluasi terkait ajaran yang dianut apakah Islam original ataukah Islam buatan musuh?!
Seorang muslim yang baik tentu akan menjauhi segala dosa dan maksiat karena meyakini bahwa dampaknya tidak hanya di dunia, namun di akhirat kelak juga. Jika seorang muslim masih berenang di lautan maksiat dan dosa, jelas tidak ada sedikitpun keimanan dalam dirinya. Seorang beriman akan takut melakukan dosa dan maksiat karena tahu bahwa segala perbuatannya dilihat Allah swt dan kelak mendapatkan ganjaran yang pedih dariNya.
Republik Islam Iran adalah contoh kongkrit dalam mengaktualkan hukum-hukum Islam. Efek jera sangat terasa di negeri mullah ini. Wanita dengan leluasa pergi pada malam hari berkunjung ke supermarket atau tempat-tempat suci tanpa takut ancaman kekerasan seksual. Ya, Iran dalam aturan hukum mereka pada butir 224 aturan kekerasan seksual atau pemerkosaan dijatuhi hukuman mati. Orang berakal mana yang mau menukar nyawanya dengan kenikmatan beberapa saat saja? Hasilnya, efek jera dan rasa aman di tengah masyarakat.
Begitupula tersangka jika melakukan pemerkosaan dengan cara bius, tidur atau tidak sadar terhadap korban, maka hukumannya adalah gantung. Pada catatan di butir 224 disebutkan pula bahwa pemerkosa dengan penipuan terhadap gadis dibawah umur, atau pemaksaan dan ancaman terhadap mereka sehingga mereka ketakutan dan terpaksa melakukan hal tersebut, hukumannya adalah gantung.
Hukum penjara belasan tahun bagi pemerkosa belasan gadis di bawah umur serasa tidak adil, bahkan nurani manusia menolak hal tersebut. Hal ini tidak akan memberikan efek jera, bahkan justru semakin merajalela karena pelaku tahu hanya akan dipenjara beberapa tahun saja. Tentu selain tidak memberikan rasa aman kepada orang tua, memberikan pula trauma panjang kepada korban karena mengetahui pelakunya masih hidup dan akan kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Penulis :
Abu Syirin Al Hasan