Sungguh suprise — tapi juga malu dan gembira ketika mendapat postingan dari kawan-kawan SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia), ikhwal perayaan HUT AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia yang lahir pada 7 Agustus 1994 — semasa galak-galaknya nya Orde Baru berkuasa.

AJI itu ibarat adik, karena lahir setelah SBSI pada 25 April 1992 di Lembah Nyiur Bogor Jawa Barat. Agak beda dengan PIJAR Indonesia — yang juga terkenal galak menentang rezim Orde Baru, karena PIJAR Indonesia sudah bergrilya jauh sebelumnya.

Beberapa tahun kemudian AJI mengukuhkan dirinya sebagai organisasi berbasis massa, dengan legal standing seperti serikat. Dalam konteks inilah peran SBSI menjadi semacam ibu asuhnya. Meski Ir. Satrio Arismundar dan Drs. Dhea Prakesha Yudha (saat itu masih sebagai wartawan Harian Pagi Kompas) — tidak formal mewajili fungsiomaris SBSI — namun anfil beliau berdua sangat besar, sekiranya tidak boleh disebut tokoh terpenting dari penggagas hingga deklarasi AJI di Sirnagalih, Bogor Jawa Barat.

Intinya memang, paparan saya ini sekedar nostalgik pada HUT AJI yang tidak terasa sudah berusia 27 tahun sekarang.

Jika Bethor Suryadi dari Pijar Indonesia menyebut sejumlah nama patriot pergerakan semasa itu, seperti dirinya yang sempat masuk lingkaran elite Istana Merdeka pada periode pertama Presiden Joko Widodo, namun lebih dahulu aktivis senior Sariman Siregar yang terkenal sebagai tokoh Malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974) sudah lebih dahulu masuk dalam lingkaran elit Presiden BJ. Habibie. Pada masa Presiden Gus Dur, disebut oleh Bethor Suryadi adanya dr. Marsilam Simanjuntak, As. Hikam. Dan saat Megawati Soekarnoputri berkuasa ada Dorodjatun Koncurodjakti.

Higga Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono jadi Presiden masuknya Adnan Buyung Nasution, Dipo Alam, Jumhur Hidayat dan Abdi Arif. Hingga saat menghantar Joko Widodo menjadi calon Presiden, Bithor Suryadi pun mencatat sejumlah nama sebagai tim sukses Joko Widodo untuk menjadi Presoden. DIantara tokoh itu ialah Indro Tjahyono, Yopi Lasut, BinarTigor Naipospos, Standarkia Latif, Roy Pakpahan dan agaknya masih ada sejumlah tokoh pergerakan lainnya. Namun yang pasti belum pernah ada sosok aktivis SBSI. Kalau Prof. Dr. Muchtar Pakpahan relatif dekat dengan Gus Dur, toh itu semua sebatas perkawanan semata. Seperti Gus Dur sendiri adalah salah satu pendiri dan deklarator SBSI.

Mengenang waktu kisaran 27 tahun lalu itu, sebagai aktivis buruh dan jurnalis saya sulit melupakan peran kawan-kawan AJI dan Pijar Indonesia yang cukup besar kontribusinya bagi SBSI maupun gerakan perlawanan kezaliman di Indonesia. Seperti dari Pijar Indonesia yang eksis di Partai Demokrat seperti
Rahlan Nasidik, di PDI Perjuangan, Panda Nababan, Trimedya Panjaitan (Pijar), Rieke Dyah Pitaloka, Budiman Sujatmiko (PRD = Partai Rakyat Demokratik). Jadi sungguh menarik ceritanya sejak reformasi 1998 berhasil digulirkan oleh kaum pergerakan — utamanya kaum buruh bersama mahasiswa Indonesia — ceritanya — SBSI dominan. Mulai dari Forum Mimbar Bebas di Markas PDIP jalan Diponegoro yang berakhir dengan peristiwa yang disebut “kuda tuli” itu — SBSI satu-satu ormas yang ikut pasang badan setiap malam di Mabes PDIP sampai peristiwa terjadi pada tahun 1996 itu.

Persisnya kejadian “kuda tuli” itu yang acap disebut juga peristiwa Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996 itu, banyak juga korban yang
berjatuhan, termasuk sohib saya penyair yang gigih bersura atas dera dan derita rakyat Wiji Thukul. Begitulah, sekedar catatan kesaksian ini, persis seperti foto yang memuat sosok Ketua Umum SBSI Muchtar Pakpahan ketika itu yang identik dengan pejuang buruh kaliber dunia seperti Lech Walensa — mantan Presiden Polandia itu — namun segenap aktivis maupun seluruh fungsionaris SBSI tetap bersama kaum buruh Indonesia. Kecu beberapa saudara kami yang ada diseberang sana — Mudhofir menjadi Komisaris Pos dan Giro, sedangkan Drs. Rekson Silaban menjadi orang penting di Jamsostek. Setidaknya, pekabaran tentang SBSI pada HUT AJI ke-27 tahun ini dapat dipahami bukan cuma sekedar catatan kesaksian belaka, tetapi juga hadiah teristimewa bagi kawan-kawan AJI yang tetap istikomah, konsisten mimilih jalan terjal untuk menjaga dan membangun Indonesia yang akan segera melampaui usia 76 tahun pada 17 Agustus 2021.

Salam sehat selalu, juga untuk Indonesiaku. Karena kita semua –warga bangsa Indonedia– pantas merdeka dari Pandemi Covid-19 maupun intimidasi varian Delta yang juga laten itu.

Banten, 8 Agustus 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here