SUMBAR, (SBSINews.id) – Perayaan Hari ulang Tahun (HUT) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) pada tanggal 6 Februari 2018 akan diwarnai aksi ujuk rasa serentak para buruh di Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Aksi tersebut bakal menyuarakan tiga tuntutan buruh dan rakyat (Tritura).
Presiden Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal beberapa waktu mengungkapkan bahwa aksi puncak akan dilaksanakan juga pada 1 Mei 2018 dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day). Kabarnya ratusan ribu buruh dari berbagai daerah kawasan industri di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, Maluku dan Sumatera akan menyuarakan tuntutan yang sama.
“Kaum buruh dari Jabodetabek dan dari perwakilan pulau akan melakukan aksi di Istana Negara. Aksi tersebut juga akan dilakukan serentak di berbagai kota lain seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Batam, Yogjakarta, Aceh, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorotanlo, Manado, Bajarmasin, dan lainnya,” katanya.
Baca Juga: http://sbsinews.id/ini-penjelasan-guru-besar-ilmu-hukum-dalam-sidang-di-phi-bandung/
Tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi 6 Februari nanti hingga May Day bertajuk Tritura adalah turunkan harga beras dan listrik dan tolak impor beras, serta wujudkan kedaulatan pangan. Tolak upah murah dan mencabut PP 78/2015 Tentang Pengupahan dan Pilkada dan Pilpres : pilih calon pemimpin saat Pilkada dan Pilpres yang pro buruh dan anti PP 78/2015.
“KSPI menyoroti serius harga beras yang tidak kunjung turun. Melambungnya harga beras yang gagal diantisipasi Pemerintah semakin menyengsarakan buruh dan rakyat yang mengakibatkan daya beli turun hingga 20%-25%, terlebih di tambah dengan kebijakan upah murah. Sikap Presiden Joko Widodo terkesan membiarkan dan mendiamkan serta tidak mempunyai sikap tegas perihal impor beras 500 ton dengan membiarkan antar menterinya bersilang kata-kata perihal data-data ketersediaan stock beras. Sangat disayangkan, data yang dimiliki oleh Bulog, Kemendag, dan Kementan berbeda-beda terkait ketersediaan beras,” ujar Said menjelaskan.
Lebih lanjut Said mengungkapkan bahwa KPSI tidak sependapat dengan statement Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan yang menyatakan 500 ribu ton impor beras untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan untuk menjaga stabilitas harga beras.
“Faktanya, sebelum harga beras naik, daya beli masyarakat sudah turun. Dalam hitungan KSPI daya beli buruh turun 20-25 persen dengan kebijakan upah murah dan naiknya harga beras seperti saat ini. Aksi 6 Februari merupakan aksi pemanasan. Setelah itu, hingga peringatan May Day (1 Mei 2018) eskalasi aksi buruh akan terus ditingkatkan,” paparnya.(syaiful)