LHOKSUKON – Anggota DPRK Aceh Utara, Terpiadi A. Majid, mengatakan usulan dan perencanaan program/kegiatan bersumber dari Dana Otsus di kabupaten ini terkesan tidak transparan sehingga banyak proyek bermasalah. Anggota Komisi IV DPRK ini memita BPKP melakukan audit menyeluruh terhadap kegiatan Dana Otsus tahun 2020 di Aceh Utara. Terpiadi juga berharap Kejati Aceh mengusut proyek Dana Otsus di Aceh Utara yang terbengkalai ataupun tidak selesai sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.

Pernyataan itu disampaikan Terpiadi dalam keterangan tertulis dikirim kepada SBSI news Sabtu, 22 Mei 2021, malam.

Terpiadi menjelaskan Aceh mendapat alokasi Dana Otsus dalam jangka waktu 20 tahun dan akan berakhir pada tahun 2027. Namun, kata dia, besarnya Dana Otsus yang diberikan pemerintah pusat belum dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Aceh Utara.

“Pengalokasian Dana Otsus dilakukan dengan perimbangan untuk program dan kegiatan bersama, setelah dikurangi untuk program dan kegiatan bersama paling sedikit 60% dialokasikan untuk pembangunan Aceh dan paling banyak sebesar 40% dialokasikan sebagai DOKA (Dana Otonomi Khusus Aceh) untuk membiayai program dan kegiatan pembangunan di kabupaten/kota,” tuturnya.

Menurut Terpiadi, merujuk Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 dan Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, serta Peraturan Gubernur Aceh Nomor 22 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Dana Otonomi Khusus, sasaran program dan kegiatan program Otsus digunakan untuk membiayai program yang sasarannya meliputi: pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur; pemberdayaan ekonomi rakyat; pengentasan kemiskinan; pendanaan pendidikan; sosial; dan kesehatan.

“Dana Otsus dapat juga dialokasikan dalam rangka pelaksanaan keistimewaan Aceh sebagaimana diatur di dalam pasal 10 ayat (2d) Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2018 bahwa dalam rangka pelaksanaan keistimewaan Aceh, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengalokasikan Dana Otonomi Khusus paling sedikit 5% untuk pelaksanaan Syariat Islam sesuai dengan kewenangannya,” ujarnya.

“Namun, miris hati kita ketika hari ini masih melihat ada masjid yang untuk mengambil wudhu’ saja masih harus menggunakan air alur tanpa ada kulah tempat wudhu’ yang memadai di tengah besarnya Dana Otsus yang dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk Aceh,” tambah Terpiadi.

Politikus kelahiran Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara, ini menyebut kondisi tersebut terjadi lantaran pola perencanaan program/kegiatan Dana Otsus terkesan tertutup, mengakibatkan banyak proyek kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

(Proyek Pengendali Banjir Krueng Buloh, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, sumber Dana Otsus tahun 2020 Rp11 miliar

Terpiadi mengungkapkan beberapa proyek bersumber dari Dana Otsus di Aceh Utara tahun 2020 yang dinilai bermasalah. Di antaranya, proyek Pengendali Banjir Krueng Buloh, Kecamatan Kuta Makmur, yang roboh tidak lama setelah dibangun. Sehingga, kata dia, masyarakat menduga terjadi korupsi dalam pembangunan proyek tersebut.

Informasi diperoleh Terpiadi, pihak Kejaksaan Negeri Aceh Utara sudah turun ke lokasi untuk melakukan investigasi awal terhadap proyek itu.

Selain itu, kata Terpiadi, pembangunan Gedung Sentra IKM Bordir di Desa Paloh Raya, Kecamatan Muara Batu, dengan anggaran Rp688 juta dan realisasi keuangan mencapai 98 persen juga diduga dikerjakan asal jadi. “Di mana tiang bangunan mengalami kemiringan dan plafon juga tidak terpasang, padahal realisasi keuangan sudah mencapai 98 persen,” ungkapnya.

“Ini adalah dua contoh program Dana Otsus yang bermasalah di Aceh Utara. Kami berharap ada audit menyeluruh dari BPKP terhadap kegiatan ini,” tegas Terpiadi.

(Gedung Sentra IKM Bordir di Desa Paloh Raya, Kecamatan Muara Batu, sumber Dana Otsus tahun 2020 Rp688 juta.

Terpiadi menambahkan, merujuk Qanun Aceh dan Peraturan Gubernur Aceh, usulan program/kegiatan bersumber dari Dana Otsus kabupaten/kota sebelum disampaikan kepada Gubernur Aceh melalui Bappeda, didahului kesepakatan bersama pemerintah kabupaten dengan DPRK.

“Namun, yang terjadi selama dua tahun terakhir ini, anggota DPRK secara keseluruhan sama sekali tidak mengetahui dan tidak dilibatkan dalam proses pengusulan program/kegiatan yang bersumber dari Dana Otsus. Sehingga banyak kegiatan dari Dana Otsus yang tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat,” ungkap Terpiadi.

Sebagai contoh, kata Terpiadi, dalam Musrenbang Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh Utara IV pada Februari 2020 lalu salah satu prioritas yang lahir di Kecamatan Sawang adalah pembangunan tempat wudhu’ untuk Masjid At Taqwa Dusun Pante Bahagia, Desa Teupin Rusep, Kecamatan Sawang. Namun, usulan prioritas yang lahir dari Musrenbang Dapil IV ini sama sekali tidak tersentuh dengan Dana Otsus.

“Tidak terlibatnya DPRK secara institusi dalam pembahasan program/kegiatan dari Dana Otsus menjadikan program/kegiatan tersebut menjadi sasaran empuk dari oknum-oknum tertentu untuk menciptakan ketimpangan pembangunan di Aceh Utara serta mengambil keuntungan pribadi,” tegas Terpiadi.

Terpiadi menegaskan sudah saatnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan program/kegiatan dari Dana Otsus 2020 di Aceh Utara.

“Kami juga berharap Kejaksaan Tinggi Aceh untuk dapat turut serta melakukan pemantauan dan penindakan terhadap penggunaan Dana Otsus di Aceh Utara yang terbengkalai dan tidak selesai sebagaimana rencana pekerjaan sebelumnya yang terindikasi terjadinya kerugian negara,” pungkas Anggota Komisi Pembangunan DPRK Aceh Utara ini.

Terpiadi turut mengirimkan foto dilengkapi keterangan proyek Pengendali Banjir Krueng Buloh, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, sumber dana Otsus tahun 2020 Rp11 miliar, serta Gedung Sentra IKM Bordir di Desa Paloh Raya, Kecamatan Muara Batu, sumber dana Otsus tahun 2020 Rp688 juta, yang disebut pengerjaannya tidak selesai dan tiang bangunan mengalami kemiringan.

(Alur tempat wudhu jemaah Masjid At Taqwa Dusun Pante Bahagia, Desa Teupin Rusep, Kecamatan Sawang, Aceh Utara.

Selain itu, foto lokasi alur tempat wudhu’ jemaah Masjid At Taqwa Dusun Pante Bahagia, Desa Teupin Rusep, Kecamatan Sawang, Aceh Utara. Menurut Terpiadi, usulan pembangunan kulah masjid itu masuk prioritas nomor urut kedua dalam Musrenbang Dapil tahun 2020 dan DED sudah disusun secara swadaya oleh masyarakat.

Hasil penelusuran portalsatu.com pada laman resmi LPSE Provinsi Aceh, paket proyek “Pengendalian Banjir Sungai Kr. Buloh Kab. Aceh Utara” dengan pagu Rp11.329.848.200 dan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) Rp11.329.350.219,23 berada di bawah Dinas Pengairan Aceh dan ditender pada tahun 2020.

(Sumber: LPSE Provinsi Aceh)

Sedangkan “Pembangunan Gedung Sentra IKM Bordir Gampong Paloh Raya Kecamatan Muara Batu”, berdasarkan data pada LPSE Aceh Utara paket ini di bawah Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Aceh Utara tahun 2020 dengan pagu Rp688 juta, serta HPS Rp686.324.431,06.

Sementara itu, Sekda Aceh Utara, A. Murtala, belum merespons pertanyaan dikirim Ahad, 23 siang, soal pernyataan anggota dewan bahwa pihak eksekutif/Pemkab tidak melibatkan DPRK dalam pembahasan usulan kegiatan/proyek bersumber dari Dana Otsus.

Penulis : (Arfiandi ST. MM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here