Fir’aun atau Pharao adalah sebutan untuk Raja Mesir Kuno; sama pengertiannya dengan Kaisar atau Kisra. Semestinya konotasi dari Fir’aun ini netral, bukannya negatif sebagaimana banyak anggapan orang-orang. Tak semua raja itu jahat, sedang yang baik sudah pasti banyak;, sebagaimana juga dengan berbagai predikat lain kecuali para Nabi dan Orang Suci yang semuanya dinilai baik.

Konotasi Fir’aun sebagai tokoh jahat sebenarnya adalah penjeneralan membabibuta. Hanya gara-gara satu orang fir’aun pada jaman Musa a.s yang menurut kisah dalam Kitab Suci adalah Raja Mesir yang superduper jahat, sampai-sampai banyak orang lupa bahwa sejahat-jahatnya Firaun tersebut, kebaikannya dalam memelihara dan membesarkan Musa a.s yang yatim piatu jadi terabaikan.

Ada lagi kekeliruan (baca: pengeliruan) bahwa sikap dan watak buruk Fir’aun itu semata dilekatkan pada penguasa politik, sehingga penguasa pada bidang lain terbebas dari penilaian sebagai Fir’aun. Padahal siapa saja yang merasa atau dianggap punya otoritas dalam bidang apapun bisa saja bersikap dan bertindak sebagaimana Fir’aun; termasuk pemimpin politik dari kalangan oposisi, kaum agamawan, budayawan, hartawan, dsb.

Memang terlepas dari jasa baiknya, Fir’aun yang hidup sejaman dengan Musa a.s ini adalah penguasa lalim. Dasar penetapan kelalimannya adalah karena dia menganggap dirinya penentu benar salahnya sesuatu. Firaun juga dinilai sombong karena menolak kebenaran yang diajukan Musa dan bereaksi negatif terhadap seruan Musa.

Firaun juga sangat benci kepada Bani Israel, sehingga memandang bagaimanapun perlakuannya terhadap bani Israel adalah baik dan sesuai dengan kebenaran. Mencaci dan mencela, mengusir dan merusak aset bahkan sampai membunuh Bani Israel bagi Firaun dan antek-anteknya adalah perbuatan yang sah-sah saja dan bukan pelanggaran HAM.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, Firaun sangat anti sekularisme. Bagi Fir’aun, kekuasaan politik maupun agama mesti terpusat pada dirinya. Pernyataannya “Aku adalah Tuhan kalian Yang Maha Tinggi” merupakan ujud dari keinginannya menjadi Penguasa mutlak dalam segala aspek kehidupan rakyatnya.

Klaim-klaim yang dilontarkan oleh antek-anteknya bahwa Fir’aun adalah manifestasi dewa matahari (Amun Ra) yang hidup di bumi yang menebarkan cahayanya secara merata, hanyalah omongkosong belaka. Firaun terus menerus melakukan pembodohan kepada rakyatnya dengan mengatasnamakan ajaran agama. Lewat para pembesar yang mencari hidup dengan dan dari agama, mereka menipu rakyat dengan janji-janji surga dan menakut-takuti dengan neraka agar rakyat mau patuh dan menuruti ujaran dan ajaran yang mereka fatwakan. Firaun dan antek-anteknya memaksakan kebenaran tunggal, yaitu apa saja amar mesti sesuai dengan versi mereka.

Ajaran Fir’aunisme meski mengklaim sebagai ajaran yang bernilai universal, namun dalam kenyataan tak lebih dari sekedar dongeng dan hayalan belaka. Begitu juga dengan klaim bahwa ajarannya tersebut merupakan solusi atas probelamtika kehidupan, nyatanya malah selalu membuat masalah waktu demi waktu. Alih-alih mempersatukan rakyat dalam cinta dan kasih sayang, fir’aunisme malah menganjurkan kebencian dan pertentangan antar kelompok masyarakat, dan dari konflik itulah mereka memperoleh keuntungan.

Karena merasa bahwa ajaran Musa berpotensi merusak kemapanan merekalah makanya Fir’aun sangat memusuhi Musa. Orang-orang Fir’aun menuding bahwa Musa menantang Fir’aun dan berusaha menjatuhkannya dari kekuasaan, padahal Musa a.s hanya ingin membebaskan Bani Israel dari penindasan Firaun dan keluar dari Tanah Mesir. Begitulah, memang Fir’aun dan antek-anteknya suka memelintir kenyataan dan menyilapkan pandangan (sihir).

FOTO : Google, dengan keyword Fir’aun.

Oleh :
Andi Naja FP Paraga

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here