sbsinews- Tesla tak jadi atau masih tampak galau untuk memastikan berinvestasi di Indonesia. Perusahaan luar biasa besar dalam teknologi masa depan ini kabarnya masih agak sangsi dengan cara kita bersahabat dengan lingkungan.
Desember tahun lalu, Presiden sempat bertelepon dengan Musk. Bahkan Presiden berharap bila bisnis lain seperti peluncuran rocket angkasa luar yang juga menjadi andalan Tesla, Indonesia diajak serta.
Pemerintah gagal menerapkan environmental, social, and governance (ESG) atau pentingnya isu lingkungan hidup adalah alasannya.
Seharusnya, kita memang berkaca. Kita akui bahwa untuk hal itu, kita masih lemah. Untuk perkara itu, banyak negara baru bangun sering harus terjegal. Banyak negara baru bisa berjalan “dibuatkan sandungan” atas aturan tersebut.
Bukan curang, kadang kita harus berani melihat perkara itu sebagai konsekuensi logis ketika harus berhubungan dengan perusahaan terbuka seperti Tesla.
“Apakah kita rugi?”
Elon Musk dikenal sangat peduli dengan isu seperti itu. Dia pernah menolak mati-matian atas kobalt yang berasal dari Kongo yang kabarnya didapat dari perbudakan.
Tapi, entah kenapa Musk setuju membuka pabrik di China atas melimpahnya persediaan nikel dan kobalt yang dimiliki China. Padahal, kobalt yang didapat China pun kebanyakan juga berasal dari Kongo.
Nggak tahu, itu bisnis. Kadang masalah politik tak bisa dihindarkan. Banyak variabel dapat ditelusuri sebagai akibat pada putusannya.
Terakhir kita dengar Tesla bukan pingin masuk ranah EV mobil listrik tapi ESS ( Energy Storage System). Semacam pembangkit listrik tenaga surya dan disimpan dalam teknologi baterai. Mungkin pingin jualan setrum ke PLN sebagai pasok listrik.
Cerita itu pun belum terdengar lagi.
Apakah rugi, jelas. Meski merk mobil terbesar di dunia adalah Toyota, GM dan VW grup, Tesla adalah mercusuar dalam EV.
Keberadaan Tesla adalah fenomenal. Tesla sangat bagus menjadi brand bagi kelahiran industri mobil listrik kita. Seluruh dunia pasti akan menengok dan “nggumun”.
“Trus gimana?”
Jagoannya jagoan dalam baterai adalah Panasonic, LG dan CATL. Ketiganya sudah berinvestasi di Indonesia. Teknologi yang akan mereka bawa adalah teknologi terkini dimana Tesla pun memakainya.
CATL dan LG, kedua perusahaan ini merupakan dua produsen baterai dunia, bahkan keduanya menguasai 55% dari pasar baterai dunia.
Tak ada yang salah dengan kenyataan bahwa soal lingkungan hidup menjadikan kita tak kompetitif. Itu bukan cerita baru sebagai salah satu cara banyak negara maju menghambat negara baru belajar jalan makin tersendat.
Ingat isu lingkungan hidup dijadikan temeng dan gugatan EU terhadap tolak sawit kita karena nikel ore tak lagi boleh dieksport?
Itu sama dengan kita lagi belajar berjalan, tapi harus juga sudah bisa baca tulis sebagai sebuah syarat.
Benar adanya bahwa keuntungan akan kita dapat saat promosi baterai mobil listrik kita yang hebat itu karena hadir Tesla di dalamnya, namun itu bukan satu-satunya cara. Itu seperti si bayi yang terfoto sedang berjalan sambil pegang pensil dan kertas.
Benar adanya jika pada awalnya, kita akan tak seberuntung bila Tesla hadir sejak awal. Tapi, dalam jangka panjang, bukan kita rugi, Tesla yang akan ketinggalan waktu start. Tesla akan kalah start dari banyak pesaingnya.
Bahwa suatu saat Tesla pasti hadir, ya, dijamin pasti. Itulah bisnis. Tapi bukan turut serta sebagai pioneer dalam industri mobil listrik kita.
Sedikit rugi bagi kita, ya. Paling tidak dalam hal promosi di awal.Tapi tak perlu kita berkecil hati karena kitalah ahli waris pemilik nikel, mangan dan cobalt sebagai bahan baterai yang sangat mereka butuhkan.
Bukan kita harus tergantung pada mereka, merekalah seharusnya.
Bukan berarti kita tak peduli dengan syarat Tesla, sambil berenang kita minum air. Sambil ngebut, bukan hal mustahil kita membereskan lingkungan hidup sebagai keharusan mutlak.
Andi Naja FP Paraga
Ketua PP FMIG-(K)SBSI