sbsinews- Hari ini saya telah menarik sebuah kesimpulan bahwa memang negara ini bisa benar, jika Presidennya mau dan berani meluruskan yang bengkok-bengkok di negeri ini. Kalau mau, lho.

Jika tidak, kita lihat endingnya ya…

Saya tidak punya kapasitas menilai “kebengkokan” lain, selain apa yang menjadi concern saya paling tidak 10 tahun terakhir. Apa itu, gerakan pemberantasan korupsi. Entah sudah berapa peristiwa yang saya lewati dan rasakan bersama, dan rakyat Indonesia saksikan bagaimana para musuh KPK terus bergerilya, maupun secara terang-terangan mencoba melumpuhkan, memberangus, atau tidak segan-segan meneriakkan bubarkan KPK.

Bagi saya, jika hal itu dilakukan oleh rakyat biasa, atau para demonstran bayaran yang hampir setiap hari saya dengarkan orasinya dari kursi di sudut ruangan saya tidaklah masalah bagi saya. Itung-itung hiburan juga mungkin bagi mereka yang selama ini sudah kadung susah hidupnya, kapan lagi neriakin nama-nama pejabat dengan kata-kata yang sebebas-bebasnya. Saya mencoba bijak melihatnya.

Namun, yang saya tak habis pikir adalah bagaimana bisa, jika itu dilakukan oleh mereka yang memegang amanah jutaan rakyat Indonesia, termasuk Bapak Presiden tentunya membiarkan Gerakan Pemberantasan Korupsi menjadi bulan-bulanan dan hukum menjadi komuditas yang seolah bisa ditawar-tawar sesuka hatinya.

Revisi UU KPK memang menurut sejumlah pakar bukanlah tabu dan tidak mungkin tidak bisa di rubah. Tapi, integritas legislator dan pengusul revisi yang jelas-jelas belum dibutuhkan oleh KPK sebagai pelaksananya sangat patut diduga mempunyai niat-niat yang bertentangan dengan cita-cita didirikannya lembaga anti rasuah negeri ini. Selain bahwa, legislasi dalam bentuk apapun harus mengedepankan kepentingan (umum) yang lebih besar, yaitu kesejahteraan dan keadilan rakyat.

Publik dan aktifis antikorupsi melalui berbagai mekanisme kontrol selaku bagian masyarakat telah mengingatkan, bahwa UU KPK saat ini belum terlalu urgent untuk di revisi. Seolah sudah di ubun-ubun niat beberapa parpol untuk melemahkan KPK melalui cara-cara yang seolah-olah demokratis dan sangat konstitusional ini sesungguhnya merupakan kriminalisasi konstitusi. Tak kurang 18 kali UU KPK sudah dan sedang di uji oleh MK, sejauh itu tidak ada masalah yang mendasar (konstitusional) sehingga revisi ini menjadi sebuah keharusan.

Bapak Presiden, yang suka dipanggil Pak Jokowi

Politik hukum kita saat ini sakit-sesakitnya. Bagaimana Bapak selaku Presiden dibuat pusing terus oleh orang-orang yang seolah taat pada Presiden namun, sesungguhnya mereka sedang berupaya menggagalkan Nawacita yang Bapak usung. Entah itu koalisi partai, entah itu elit yang tidak jelas warna benderanya. Pak, saya hanya sedang berupaya mengingatkan saja bahwa, negara ini bisa benar-benar baik jika Bapak selalu Presiden mau berbuat secara jelas dan tegas.

Ada yang lebih penting dari sekedar merevisi UU KPK Pak, yakni membangun integritas dalam sistem penegakan hukum kita. Tentu pakar dan ahli yang ada di sekeliling Presiden tahu persis apa itu Integrated Criminal Justice System. Nah, kuncinya ada di situ. Cukup satu menit saya kira, cabut usulan Pemerintah itu, gak perlu malu kok. Kalau memang usulan itu jelas-jelas merugikan bangsa ini dan Nawacita yang Bapak usung itu.

Pak Presiden, di situ kan ada Johan Budi yang mantan Plt. Pimpinan KPK ada Teten Masduki yang mantan aktifis anti korupsi, mereka tentunya sudah mendengar banyak masukan dari KPK dan warganya termasuk dari berbagai unsur masyarakat melalui berbagai forum termasuk media sosial. Apa susahnya sih Pak sekali ini menyenangkan dan memenangkan hati rakyat. Saya hakul yakin, jika Bapak mau melakukan ikhtiar semenit tadi untuk bangsa ini. Jangankan, 6-7 persen pertumbuhan ekonomi…bangsa ini akan lebih hebat dari Naga Ekonomi dunia manapun. Lha, wong di sini serba segala ada.

Malu kita pak sama anak Bapak, yang sampai menjual Martabak karena tidak mau bersentuhan dengan praktek kotor negeri ini, itu dugaan saya aja sih. Oh, ya tentunya Bapak juga bakalan momong cucu dong, apakah Bapak tega saat cucu pertama lahir, sang kakek (eh Mbahnya) yang Presiden, ia lahir di bumi yang enggak mau berangsur (move on) dalam Pemberantasan Korupsi. Saya kasian aja sih pak, kalau saya apalah. Saya tinggal bilang sama anak saya, “Nak, kasih tahu aja anak cucumu, ayah sudah ingatkan Presiden”.

Penulis
Nanang Farid Syam
Eks Pegawai KPK

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here