Tiga periode pemerintahan Aceh pasca damai, Aceh baru keluar dari perang berdarah, pelanggaran ham secara besar-besaran dan kebiadaban lainnya, pemerkosaan lahir dan bathin terhadap masyarakat Aceh pada saat itu, dalam pandangan kami sampai saat ini belum membuahkan hasil yang bisa kita banggakan.
Dari nama nanggroe Aceh Darussalam berubah menjadi provinsi Aceh seperti nama semula di masa Aceh masih konflik, belum kita bicarakan MoU Helsinki juga undang-undang pemerintah Aceh yang sama sekali belum ada undang-undangnya.
Dari sudut politik ekonomi pemerintahan sendiri, demokrasi,satu pun belum terealisasi,justru rakyat di arahkan kepada cara-cara fiodalis menjadi penjilat terhadap kekuasaan dan tunduk patuh terhadap atasan dan juga gila kekuasaan yang mengarah kepada cara-cara kapitalis dan niolip.
kemiskinan pengangguran lapangan kerja, yang belum sanggup teratasi di bumi serambi Mekkah, hasil alam yang berlimpah hutan Aceh yang sangat luar biasa kawasan hutan 4.130.000 atau 74,56% dari luas daratan, seluruh hutan di kapling oleh para pengusaha dari Jakarta dengan penghasilan rata-rata Rp. 900 milyar dari penghasilan PAD Aceh dari sektor kehutanan. Belum lagi dari sektor migas LnG kemudian Medco pabrik kertas pupuk Asean fertalizer dan lain-lain subhanallah.
Insyaallah ayo kita bersama serikat buruh Indonesia provinsi Aceh (KSBSI) untuk mendobrak dan melawan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tidak sanggup menghapus air mata kemiskinan menjadi air mata kebahagiaan.
Penulis : H. Ishak Yusuf
Korwil (K)SBSI Aceh