Kodir dan warungnya mempunyai peran sentral dalam membangun dan membangkitkan sikap serta nilai-nilai nasionalisme kebangsaan.
Gorengan Kodir memang tak ada duanya. Segelas kopi Gayo tanpa gula, sepasang tempe dan bakwan goreng, menyelesaikan semua problematika dunia, walau hanya sesaat. Pagi ini warung Kodir sudah ramai yang mengantre, seperti biasanya aku menikmati pagi sambil ngobrol dengan beberapa member yang sudah duluan sarapan.
Warung pojok jalan Gembira ini, favoritku sejak ada.
Sewaktu masih di Girli alias Pinggir Kali, samping gedung lama, Warung Kodir juga menjadi tempat yang asyik untuk ngupi-ngupi. Aroma kali dan kopi menyatu dalam kenangan.
Kodir ini suaranya keras, kenceng ala Madura. Orangnya terkesan cuek, tapi sesungguh ia ramah dan baik hati, juga sangat paham dengan pelanggannya.
Ia hapal selera dan kebiasaan setiap orang, apalagi yang sudah memegang status Platinum Member. Tinggal duduk manis, hidangan sesuai selera sudah tersedia di meja.
Ia hanya tersenyum mesem-mesem jika, ada pesanan Platinum Member yang lupa dihidangkan. Bahkan, tak jarang suaranya lebih kenceng dari yang teriak mesan kopi karena Kodir lupa.
Kodir memang begitu orangnya, humble dan apa adanya. Suasana pagi ini, seperti pagi-pagi sebelum gak ada yang berubah.
Jakarta sudah lama tidak diguyur hujan, mendung berkabut. Kota dengan polusi tertinggi ini, bakal menjadi kenangan. Kopi tinggal setengah dan bakwan sudah lenyap dalam kerongkongan yang tercekat.
Bukan karena minyak goreng yang digunakan Kodir, tapi saya teringat nasib kota ini, jika nanti ibukota dipindahkan ke Kalimantan.
Pikiran saya melayang, menelusuri pilar-pilar MRT yang terus dibangun dan sebentar lagi selesai. Simbol-simbol ibukota seperti Monas, Patung Pancoran, dan Monumen Pembebasan Irian Barat apakah ikut raib dalam ingatan ibukota yang turut pindah?
Otak ini menceracau tak tentu arah, kadang teringat sesaknya Commuterline setiap kali pergi-pulang dari rumah ke kantor. Kalau pindah, saya belum bisa membayangkan. Karena memang saya sesungguhnya tidak mau ikut-ikutan sinis dengan kepindahan ibukota yang semakin ke sini semakin terbaca siapa di balik itu semua.
Tapi, saya tidak mau berburuk sangka, biarlah itu urusan orang-orang hebat negeri ini. Lalu, saya teringat kembali Warung Kodir.
Bagi saya dan mungkin juga para member lainnya,
Kodir sudah menjadi penyelamat keberlangsungan pemberantasan korupsi negeri ini. Betapa tidak, mulai dari office boy, sopir, pengawal tahanan, pegawai yang junior sampai senior mentok, pejabat struktural seumur hidup, bahkan calon Pimpinan KPK, semua nongkrong dan sarapan di Warung Kodir.
Kodir dan warungnya mempunyai peran sentral dalam membangun dan membangkitkan sikap serta nilai-nilai nasionalisme kebangsaan. Selain juga memberikan energi pemberantasan korupsi, micin masakan Kodir mengalir deras dalam darah pejuang antikorupsi negeri ini.
Salah besar, jika kemudian ada yang menuduh sebagian mereka Taliban. Mereka lebih pantas disebut Kodiriyah.
Kopi dan gorengan di meja saya sudah tandas.
“Berapa, Dir?” tanya saya.
Kodir menghitung dengan komat-kamit, “Lapan rebu,” teriak Kodir.
Suasana yang penuh kesederhanaan, plural, egaliter, dan murah meriah inilah yang membuatku kembali merenung. Bagaimana nanti, jika ibukota benar-benar pindah ke Kalimantan? Apakah Kodir akan ikut pindah sebagaimana KPK yang dalam undang-undang disebutkan harus berada di ibukota negara.
Lalu siapa yang akan membiayai kepindahan Kodir, yang akan melakukan studi kelayakan lokasi warungnya nanti? Apakah ada investor yang mau membiayai Kodir? Seperti perusahaan rintisan (start up) milik anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, mendapatkan suntikan dana senilai USD5 juta atau setara Rp71 miliar. Mimpi kali yeee…
Sebagai Kodiriyah militan, tentu ini penting. Sepenting kita memikirkan diri masing-masing dan nasib kita ke depan. Saya tidak peduli ibukota mau dipindah ke mana pun. Tapi saya benar-benar khawatir, sangat khawatir. Sebab, orang seperti Kodir yang jujur, sederhana, melayani, dan humble ini sudah sangat langka di negeri ini.
Kenapa Kodir tidak ikut saja seleksi Calon Pimpinan KPK kemarin? Segala syarat integritas ada pada diri Kodir. Kan, kalau Kodir terpilih, ibukota jadi pindah, Kodir juga ikut pindah sebagaimana bunyi Undang-undang itu.
Jakarta, 29 Agustus 2019 Nanang Farid Eks Pegawai KPK