Untuk membangun organisasi buruh yang kuat dan sehat harus dimulai dari organisasi buruh itu sendiri. Semua elemen pendukung yang ada harus dikerahkan secara total untuk melaukan penguatan, mulai dari rekrutmen anggota oragnisasi, efektif dan aktif membayar iuran, segenap elemen yang ada, mulai dari kader atau calon anggota maupun calon pengurus organisasi pada semua level tingkatakan, hingga aktivis pendukung yang giat dan aktif memberi support dalam melakukan penguatan organisasi. Sudah tentu pula para fungsionaris pengurus organisasinya sendiri – mulai dari tingkat pusat hingga tingkat yang paling rendah seperti pengurus organisasi pada tingkat perusahaan – harus ambil bagian maksimal melakukan penguatan organisasi buruh.

Jika harus dirinci masalah perburuhan itu meliputi buruh itu sendiri yang suult diorganisir. Karena pada umumnya kaum buruh di Indoesia belum mempunyai kesadaran berorganisasi untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya yang nyaris selalu dipotong oleh pihak pengusaha. Sementara itu pemerintah – yang seharusnya menjadi pelindung kaum buruh dan juga organisasi buruh – justru lebih cenderung berpihak pada perusahaan.

Lantaran pihak perusahaan bisa memberi banyak keperluan apa yang dibutuhkan aparat pemerintah yang terkait dengan masalah buruh maupun perburuhan.
Celakanya, para pengusaha di Indonesia pada umumnya masih bermental pedagang. Semua masalah buruh selalu dilihat dari berapa jumlah keuntungan materi yang bisa didapatkannya.

Nilai non-materi, misalnya tingkat kesejahteraan buruh yang bisa memacu tingkat produktivitas dan kualitas produksi, belum mampu dilihat sebagai suatu keuntungan. Sikap dan hasrat ingin cepat kaya pun menjadi persaingan antara pengusaha di Indonesia. Akibatnya, kaumburuh terus menjadi korban seperti sapi perah. Dalam konteks inilah ketangguhan aktivis buruh dan fungsionaris organisasi buruh diperlukan, karena masalah yang harus dihadapi meliputi semua kepentingan buruh, pengusaha dan pihak pemerintah.

Adapun untuk memilki aktivis buruh dan fungsionaris organisasi buruh yang tangguh, tidak bisa tidak diperlukan pelatihan, pendidikan serta upaya pencarian beragam terobosan yang terus menerus dan berkesinambungan untuk menghadapi ragam masalah kaum buruh itu sendiri, untuk kemudian menghadapi ambisi serta kehendak pengusaha serta hasrat dan selera aparat pemerintah yang terkait dengan urusan buruh maupun perburuhan. Jadi jelas untuk membangun organisasi buruh yang kuat dan sehat itu tidak mudah. Karena setelah organisasi buruh yang dibangun itu dapat menjadi kuat, keberadaannya pun harus sehat.

Adapun yang dimaksud dengan organisasi buruh yang sehat adalah terhindarnya eksponen atau fungsionaris organisasi yang melakukan pengelolaan terhadap organisasi buruh itu dari cara kerja yang tidak sehat. Karena bidang yang satu harus dapat bersinergi dengan sektor yang lain, atau sebaliknya. Hingga budaya atasan pun dalam organisasi buruh yang ideal tidak boleh terkesan ada. Sebab yang harus dibangun adalah hubungan kemitraan, perkawanan atau kesetaraan. Apalagi pada dasarnya organisasi buruh itu harus tetap memelihara rasa kepeduian dan solidaritas. *

Penulis : En Jacob Ereste

Editor : SBSINews

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here