Dewan Pengurus Pusat Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : AB.6.4013/K33/SK/DPP(K)/SBSI/XI/2020 Tentang Reshuffle Pengurus Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Provinsi Papua yang ditandatangani Ketua Umum, Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA pada tanggal 01 September 2020. Konsideran Memutuskan/ Menetapkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat SBSI, pada point kelima dipertegas, “Dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) ini, maka Surat Keputusan Sebelumnya yang mengatur kepengurusan Koordinator Wilayah Dicabut dan Dinyatakan Tidak Berlaku Lagi.”
Kaga “Reshuffle” pada judul Surat Keputusan dimaksud, mengindikasikan pernah ada kepengurusan SBSI di Provinsi Papua atau sebelum berubah nama dari Provinsi Irian Jaya. Pertanyaannya, jika pernah ada kepengurusan SBSI di Irian Jaya atau Papua, program apa saja yang sudah dikerjakan oleh kepengurusan kala itu sehingga harus diresuffle? Puluhan tahun hidup dan tinggal di Provinsi Papua, belum pernah mendengar organisasi buruh yang bergerak memperjuangkan hak-hak sipil buruh di Provinsi Papua. Kebanyakan persoalan buruh dengan keterbatasan sumber dayanya, dilitigasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan para “Pengacara/ Advokat” di Jayapura.
Tonggak Sejarah
Tanggal 26 November 2020, sejarah mencatat bahwa secara virtual saya bias bertatap muka dengan pendiri Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH dan sejumlah Pengurus Pusat SBSI. Suatu kebanggaan tersendiri melihat dan mendengar langsung arahan Ketua Umum dalam Rapat Perdana Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah di seluruh Indonesia termasuk Calon Jurnalis SBSINews yang kelak menyuarakan ketertindasan dan kemelaratan kaum buruh di wilayahnya masing-masing.
Secara visual, Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA mereduksi perjuanganya bersama Gus Dur, Sabam Sirait, dr. Sukowaluyo dan 107 Deklarator berdirinya Serikat Buruh Sejahtera Indonesia di jaman Orde Baru yang sangat otoriter. Penulis buku “Perjuangan Kebebasan Berserikat” pada akhirnya ditahan di penjara karena dinilai ide-idenya subversive terhadap eksistensi negara. Tujuan mulia deklarator dengan Ketua Umum Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA mengalami jatuh bangun apalagi pada waktu itu belum ada regulasi yang mengatur tentang kebebasan berserikat. Set back masa lalu Sang Ketua Umum begitu menggugah hati para peserta yang nota bene calon jurnalis SBSINews. Sebagai pengurus baru di Provinsi Papua sangat kagum dengan perjuangan pendiri yang dengan gigih memperjuangkan nasib kaum buruh di seantero Republik Indonesia.
Provinsi Papua dan Sejuta Persoalan Kaum Buruh
Lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak serta merta membawa kesejahteraan bagi kaum buruh, demikian tegas Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA pada pertemuan virtual perdana 26 November lalu. Lahirnya UU 13 Tahun 2003 kaum buruh di pihak lemah karena lebih ditekankan pada aspek outsourcing pemanfaatan tenaganya, bahkan mudah di-PHK jika melakukan pelanggaran-pelanggaran sepeleh. Pernyataan Prof. Muchtar sangat tepat. Di Papua, hampir semua tenaga kerja yang dipekerjakan berdasarkan UU 13 Tahun 2003 tidak memiliki wadah ketika persoalah service (pelayanan), time (waktu) dan pay (pengupahan) dialaminya.
Papua dengan wilayah yang begitu luas yang terdiri dari 29 Kabupaten/ Kota membutuhkan manajerial yang extra ordinary juga. Jika kepengurusan lama yang tidak produktif dan dilakukan reshuffle dengan kepengurusan baru, maka sebuah tantangan besar bagi kepengurusan baru dalam memanage organisasi yang mengakomodir seluruh tenaga kerja di hampir semua sektor kerja yang membutuhkan tenaga kerja yang adalah kaum buruh sendiri.
Persoalan mendasar adalah jika pemerintah sendiri dengan otoritas yang ada belum mampu memberikan pencerahan kepada pengusaha yang memiliki badan usaha atau perusahaan yang mempekerjakan buruh dalam memahami UU ketenagakerjaan (UU No 13 Tahun 2003) sudah pasti kaum buruh selalu tertidas dan tertidas dalam memperoleh hak-haknya. Belum tuntasnya polemik persoalan UU 13 Tahun 2003 sudah muncul UU Cipta Kerja sudah muncul UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Low) yang isinya lebih dari seribu halaman, sudah pasti implementasinya mengalami kesulitan diimplementasikan di provinsi Papua dengan medan yang sulit dijangkau dengan persolan-persoalan ketenagakerjaan yang lebih rumit.
Quovadis SBSI Provinsi Papua?
Memahami regulasi adalah memahami hak dan kewajiban kaum buruh dalam mewujudkan kesejahterannya di dunia kerja. Kepengurusan SBSI Provinsi Papua, sebuah trust yang diberikan Pengurus Pusat SBSI. Persoalan-persoalan rumit yang dihadapi Pengurus Baru SBSI Provinsi Papua adalah konsolidasi kepengurusan baik provinsi, kabupaten/ kota dan mensingkronkan seluruh program yang mengarah pada bagaimana wadah SBSI menjadi sarana pelayanan bagi terbelenggunya hak-hak sipil mereka.
Sebuah persoalan sederhana, semisalnya ketika buruh di semua sektor tidak terdaftar dan tertata rapi system administrasi dan struktur kepengurusan pada SBSI di kabupaten/ kota bahkan provinsi, maka buruh akan mendatangi pengurus jika ada masalah. Tujuan berserikat adalah bagaimana mendorong sinergitas pola pikir dan pola pandang terkait manajerial perwujudan kesejahteraan buru. Namun fakta bahwa buruh membutuhkan SBSI hanya pada saat mengalami persoalan.
Pertanyaan di atas, Ke mana SBSI Provinsi Papua dibawa? Pertanyaan refleksif bagi pengurus baru, menata bangunan SBSI Provinsi Papua ke arah perwujudan peningkatan kesejahteraan buruh berdasarkan AD dan ART SBSI yang telah mendapat pengakuan dan persetujuan founders maupun forum tertinggi dalam SBSI sendiri. Penyeragamana visi dan misi serta program berdasarkan kharakteristik Papua merupakan pekerjaan besar yang perlu diwujudkan melalui kepengurusan baru hasil reshuffle. Efektifitas organisasi merupakan wujud soliditas kerja penuh pengurus dibawah komando Bapak Ketua Isai Wuritimur, SH., MH dalam mewujudkan mimpi kesejahteraan kaum buruh di Tanah Papua. Quovadis adalah perwujudan visi dan misi organisasi secara nasional pada konsep lokal Papua yang memiliki kharakteristik wilayah dan manusia yang plural. Itu sebabnya kejelian dalam perwujudan ke mana SBSI Provinsi Papua menjadi tanggunjawab pengurus baik Kabupaten/ Kota dibawah koordinasi Ketua Wilayah Bapak Isai Wuritimur, SH., MH
Penutup
Jika SBSI sekarang yang terbentuk di seluruh wilayah Republik Indoneisia adalah perjuangan seorang Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MH, Gus Dur, Sabam Sirait, dr. Sukowaluyo dan 107 deklarator mengalami jatuh bangun bahkan secara represif oleh pemerintahan orde baru SBSI dilihat sebagai kekuatan subversive, kini organisasi yang mengalami jatuh bangun harus diperjuangkan sebagai wadah kaum buruh yang tertekan harkat dan martabatnya. Papua memiliki kharakter wilayah dan manusia sendiri, membutuhkan organisasi SBSI yang secara kultural mampu hadir sebagai pejuang kesejahteraan kaum buruh yang selama ini tidak jelas afiliasinya pada serikat tertentu. Quovadis SBSI Papua? Tergantung kita semua pengurus baik kabupaten/ kota dan pengurus wilayah dibawah komando Bapak Isai Wuritumur, SH., MH.
Penulis : Paulus Laratmase @Wakil Ketua SBSI Provinsi Papua