NAMA Rocky Gerung begitu tenar seantero negeri ini, bukan karena seorang pejabat yang punya kuasa, jabatan dan kekayaan, bukan juga karena seorang yang penuh dengan masalah. Dia adalah seorang intelektual, ilmuwan filsafat politik yang memiliki naluri intelektual mempuni.
Kata- katanya tajam, kritis, bernalar, logika berfikir terstruktur bahkan berbicara dalam narasinya yang baik dan mampu hipnotis pendengar, mambuat semua pendengar berdecak kagum. Kehebatan berwicara tidak selalu mendapat pujian, berbagai caci, maki, dibully, bahkan dilaporkan berkali-kali ke aparat penegak hukum.
Ibarat menentang arus, melawan badai. Mencermati berbagai polemik terkait penyataan Rocky Gerung di ILC TVOne tanggal 11 April 2018 cukup menarik untuk kita semua. Ternyata berfikir, bernalar dan berlogika bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Sangat rumit serumit hiruk pikuknya dinamika perpolitikan nasional.
Bagi orang-orang yang bergulat di dunia akademia hanya dengan berfikir mampu membentuk orang dari tiada menjadi ada, menjadi pintar, orang dari daya pikir statis menjadi dinamis. Maka, hadirnya Filsuf Rene Descartes yang menyatakan aku hidup karena akal dan pikiran (co gito ergo sum) masih berlaku bagi orang-orang yang kecerdasannya terus lahir, tumbuh dan kembang dunia oposisi yang kritis (critisism).
Orang-orang bernalar, berlogika secara baik juga disebut manusia yang mampu menjelajahi dunia dengan akal pikiran ( Viator mundi). Berbeda dengan teknokrat manusia yang mampu menciptakan karsa bagi dunia (faber mundi), Barangkali Dr. Rocky Gerung adalah salah satu orang yang berada di garis pengikut Descartes.
Beliau juga memancing kita untuk membuka kembali dasar-dasar filsafat pengetahuan yang mengajarkan tentang berfikir ontologis, berbicara epistemologis dan bertindak aksiologis.
Beragam reaksi negatif yang muncul menunjukkan potret sumber daya manusia bangsa ini, bahwa kita telah lama hidup dalam dunia nihil literasi. Maka tidak mengherankan jika ada sekelompok orang bereaksi keras atau menanggapi negatif atas pernyataan Rocky Gerung. Terlepas dari mereka berpolitik di tahun politik atau untuk membungkam seorang kritikus Rocky Gerung, bahwa pemerintah saat ini mengalami kekeringan bernalar, potret buram!
Barangkali pendapat Mahfud MD mungkin saja benar tetapi sebagai profesor tentu dipahami bahwa Rocky Gerung memperbaiki citra ilmu pengetahuan tentang “fiksi” yang dirusak karena framing politik. Demikian pula orang-orang yang bereaksi negatif dan melaporkan Rocky Gerung ke kepolisian bisa dimaklumi, meskipun sedikit emosional dan terburuh-buru seakan-akan membunuh dan membungkam akal, pikiran, perasaan dan ekspresi intelektualisme seorang manusia yang bernama Rocky Gerung.
Namun jika dilihat perspektif hukum dan HAM ternyata bisa menjadi bumerang bagi mereka yang melaporkan karena Rocky Gerung konsisten tidak menyebut agama mana dan Kitab Suci apa. Di dunia ini begitu banyak Kitab Suci yang mengatur hubungan transendental antara manusia dan Tuhan. Selain kitab suci agama-agama soteriologi meta kosmik termasuk agama jamawi (Abrahamix religions), juga ribuan agama kosmik lainnya baik di dunia barat juga timur lebih khusus bila belajar tentang teologi orientalisme.
Oleh karena tidak menyebut objek (focus delicti), maka Rocky Gerung tidak bisa dituntut pasal penodaan agama, Bahkan justru yang melaporkan berpotensi dilaporkan balik oleh Rocky Gerung. Fiksi itu narasi imajiner tentang kebenaran
Saya telah membuka beberapa kamus dan membaca beberapa literatur tentang apa yang dimaksud dengan fiksi. Menyimak poin penting dari pengertian fiksi dalam pernyatan Rocky Gerung ILC TVONe terdapat pada;
1. cerita/Alkisah atau hikayat.
2.Imajinatif.
3. Kebenaran.
4. bisa tertulis atau lisan.
5. Nilai eskatologis atau kebenaran akan terbukti di masa mendatang.
BACA JUGA: http://sbsinews.id/presiden-melanggar-undang-undang/
Rocky Gerung menyampaikan pengertian fiksi ternyata tidak sekedar ucap tetapi memiliki basis ilmiah dan literatur yang lazim digunakan di jurusan sastra dan budaya berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Dalam dunia pengetahuan bahasa dan sastra paling tidak ada tiga orang profesor dengan pendapat yang menjadi basis pendapat Rocky Gerung.
Pertama, Burhan Nurgiyantoro, Guru Besar Sasatra Universitas Negeri Yogyakarta bahwa fiksi adalah sebuah prosa naratif yang bersifat imajiner, meskipun imajiner sebuah karya fiksi tetaplah masuk akal dan mengandung kebenaran yang dapat mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. (Teori Pengkajian Fiksi, Gajah Mada University Press, 2013)
Kedua, Abrams penulis literasi asing 1981: Fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah tetapi suatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris ( MH. Abrams, A Glosarry Literary Term, 1981, Harcourt Brace, New York
Ketiga, Henry Guntur Tarigan: Fiksi adalah sesuatu yang dibentuk, sesuatu yang dibuat sesuai yang diciptakan, sesuatu yang diimajinasikan.( Hendry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Puisi, Drama dan Fiksi, IKIP Bandung, 1971)
Beberapa pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa Fiksi merupakan sebuah karya imajinatif yang dibuat tertulis atau tidak tertulis, namun masih memiliki nilai kebenaran berdasarkan pengalaman seseorang atau lebih.
Munculnya fiksi sebagai sesuatu yang buruk, jahat bahkan pihak-pihak yang membangun framing negatif tentang fiksi mesti dilawan karena mempertahankan nilai kebenaran ilmiah tidak mudah, walaupun Rocky Gerung harus membayar mahal sepertinya hari ini. Itulah tugas akademisi yang profesional, menentang arus dan melawan badai penguasa yang memutarbalikkan akal sehat, logika bahkan ilmu pengetahuan yang mulia.
Orang yang cendrung panik, bisa saja menggunakan segala cara termasuk merusak tatanan dan norma ilmu pengetahuan, meskipun destruktif terhadap pengetahuan yang menjadi kebutuhan dasar.
Perspektif Kristologi: Ada fiksi dalam Alkitab untuk perkuat iman, harapan dan kebenaran. Beberapa kali Alkitab menasihati kita untuk menyampaikan kebenaran dan menolak kebohongan. Catatan berikut ini rangkuman dari Nama situs Got Questions Ministries. ttps: www.gotquestions.org/Bible-fiction.html berjudul: What does the Bible say about reading or writing fiction?
Terdapat uraian singkat tentang cerita fiksi dalam Alkitab. Jelas! bahwa Alkitab menolak mitos dan dongeng sebagaimana pada 1 Timotius 1:4 memberi tahu kita untuk menjauhi mitos dan dongeng. Namun, Alkitab tidak melarang membaca atau menulis fiksi. Faktanya, Alkitab, satu dua hal diajarkan dengan fiksi. Alkitab menggunakan fiksi untuk menyampaikan kebenaran. Dalam 2 Samuel 12:1-4, Nabi Natan menyampaikan sebuah cerita fiksi kepada Daud tentang seseorang yang domba milik satu-satunya dicuri dan dibunuh.
Ketika kisah kejahatan fiksi ini memancing kemarahan Daud, Nabi Natan mengungkapkan cerita itu sebagai alegori mengenai perzinaan Daud dengan Batsyeba. Cerita fiksi lain yang terkenal di Alkitab, antara lain cerita Yotam (Hakim-Hakim 9:7-15) dan alegori Yehezkiel (Yehezkiel 17:1-8). Yesus seringkali berkotbah dengan perumpamaan-Nya adalah cerita fiksi.
Masing-masing mengungkapkan kebenaran rohani, memperkuat iman, menarasikan kebenaran dan harapan eskatologis. Tetapi Alkitab juga sudah dibatasi dan ditegaskan seperti dalam Efesus 4:29 mengatakan, “Jangan biarkan perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi hanya perkataan baik yang membangun orang yang membutuhkan sehingga perkataanmu itu memberi berkat bagi mereka yang mendengarnya.”.
Dalam perspektif kristologi, pernyataan Rocky Gerung walaupun tidak menyebutkan Alkitab sebagai Kitab Suci Umat Kristiani, namun bisa dipahami sebagai pendapat pribadi sebagai seorang ilmuwan Filsafat.
Indonesia bukan negara agama (teokrasi), tetapi juga negara tidak beragama (sekularism). Agama jangan ditarik dalam sentrum utama kekuasaan tetapi juga jangan menjauhkan agama dalam pengelolahan negeri ini.
Perilaku nyeleneh yang dipertontonkan oleh pemerintah dan pendukung Jokowi cenderung memalukan. Ketika umat Islam, para ulama, habaib, dan agama Islam dilecehkan, orang-orang ini sunyi dan bisu tetapi disaat seorang profesor tanpa menyebut objek menarasikan untuk mendidik bangsa ini agar cerdas, bernalar, berlogika terkait rusaknya definisi “fiksi” karena di framing negarif oleh pemerintah dan pendukungnya justru dihantam balik seakan-akan mereka pembela sejati.
Mari kita sudahi polemik!. Toh semua ini hanya panggung sandiwara.
Ditulis Oleh: Natalius Pigai (Komisioner Komnas HAM, Alumni PMKRI).