Bagaian terakhir dari 4 tulisan.
Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA.
Sebagai Draft Sandingan (K)SBSI dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Omnibus Law.
DRAFT SANDINGAN (K)SBSI
Pasal 151
1. Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan pengusaha dengan pekerja/buruh atau kesepakatan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
2. Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Sebelum kesepakatan tercapai dan/prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum selesai maka hubungan pekerja/buruh tetap berlanjut demi hukum.
Catatan: ada tambahan pada ayat 1 dan menambahkan satu ayat yaitu ayat 3
Pasal 151A
1. Pada dasarnya terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hanya disebabkan antara lain:
a. Perusahaan bangkrut, pailit dan force majeure
b. Adanya perbuatan pidana KUHP maupun kejahatan kerja (criminal work)
c. Pekerja/buruh mengundurkan diri
2. Pailit adalah kedaan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk membayar utangnya yang dinyatakan oleh pengadilan niaga.
3. Bangkrut adalah keadaan sebuah perusahaan yang menderita kerugian besar hingga jatuh atau dapat disebut dengan gulung tikar.
4. Force majeure adalah kejadian atau keadaan yang terjadi diluar kuasa para pihak yaitu pekerja/buruh dan pengusaha, seperti kebekaran, bencna alam, epidemik, kerusuhan, perang dan acaman teroris.
5. Perbuatan pidana adalah perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang yaitu KUHP.
6. Kejahatan kerja adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merusak produksi, memperlambat produksi, mabuk alkohol ditempat kerja, judi ditempat kerja, mengancam atasan dan mengganggu rekan yang sedang bekerja.
Pasal 152
Pemutusan Hubungan Kerja karena perusahaan bangkrut kompensasi terhadap pekerja/buruh ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 153
1. Pemutusan Hubungan Kerja karena melakukan tindak pidana sebagaimana diatur KUHP dan pidana umum lainnya tidak mendapatkan kompensasi apapun.
2. Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus sudah mendapatkan putusan pengadilan yang bersifat tetap (incrahct gewijsde).
Catatan: pasal 153 (K)SBSI mengusulkan yang baru.
Pasal 154
1. Pemutusan Hubungan Kerja karena melakukan kejahatan kerja pekerja/buruh tidak mendapatkan komopensasi apapun.
2. Kejahatan keja sebagaimana pada ayat 1 berlaku jika diakui dan diterima oleh buru/pekerja bersangkutan.
3. Bilah kejahatan kerja sebagaimana pada ayat 1 tidak diterima oleh burh/pekerja maka akan diajukan ke Perselisihan Hubungan Industrial.
4. Terhadap perusahaan yang mengalami force majeure buruh/pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja kompensasinya ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan
Catatan: pasal 154 (K)SBSI mengusulkan yang baru.
Pasal 155
1. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua)orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
2. Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
3. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 157
1. Jaminan social kehilangan pekerjaan diselenggarakan secara nasional dan berdasarkan prinsip asuransi social.
2. Iuran jaminan kehilangan pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha.
Besaran jaminan kehilangan yang diterima buruh/pekerja adalah sebesar 75% dari upah terakhir.
Pasal 158
1. Pekerja/buruh yang kehilangn pekejaan karena perusahaan bangkrut, pailit dan force majeure berhak mendapat upah pengangguran.
2. Pekerja/buruh yang mendapatkan upah pengangguran adalah pekerja/buruh membayar iuran jaminan kehilangan pekerjaan.
3. Besaran iuran jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan peraturan pemerintah. (S e l e s a i)