Bagaian ke-2 dari 4 tulisan.

Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA.

Sebagai Draft Sandingan (K)SBSI dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Omnibus Law

5. Pendidikan, Pelatihan dan Pengupahan.
Ada tingkatan pengupahan berdasarkan grade pangkat dari setiap buruh, Demikian juga kenaikan upah berlangsung juga berdasarkan kenaikan regular dan kenaikan prestasi. Untuk menerapkannya dibuat regulasi seperti berikut:

a. Di setiap perusahaan perlu ada grade/pangkat sebagai sistem jenjang penggajian, berdasarkan ijazah, pengalaman kerja, jabatan dan kreativitas.

b. Di dalam pendidikan dan latihan meningkatkan mutu kerja yang muaranya meningkatkan produktivitas. Serikat buruh dan manajemen bersama-sama menentukan jenis pendidikan dan latihan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.

6. Jaminan Sosial Buruh.
Penyelenggaraan Jamsosbur (Jaminan Sosial Buruh) adalah jaminan kesejahteraan buruh seumur hidup dengan regulasi seperti berikut:

a. Penyelenggara Jamsosbur adalah Badan Hukum Perkumpulan bersifat wali amanah (sosial), nirlaba, dikelola bersama tripartite yakni pemerintah, APINDO dan serikat buruh. Badan ini diketuai Presiden sedangkan Menteri Tenaga Kerja menjadi Ketua harian.

b. Tujuannya adalah mensejahterakan buruh. Segala kegiatan dan pengelolaan dana Jamsosbur ditujukan untuk mensejahterakan buruh.

c. Programnya adalah dana pensiun sesudah umur 60 tahun, seumur hidup, jaminan kesehatan seumur hidup dan dana tunjangan pengangguran 75% dari gajinya ketika di PHK karena perusahaan bangkrut.

d. Iurannya dipotong dari gaji/upah buruh + perusahaan, misalnya dari perusahaan/tempat kerja 13% atau 1 berbanding 2, ditambah iuran dari Negara melalui APBN.

e. Pengelola terdiri dari para professional yang diangkat dan diberhentikan oleh penyelenggara. Semua pemberi kerja apabila mempunyai buruh 10 orang ke atas wajib mendaftarkan buruhnya menjadi peserta jamsosbur, yang tidak mendaftarkan menjadi perbuatan pidana.

7. Peradilan Perburuhan.
RUU Peradilan perburuhan diganti nama dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bila tetap terjadi perselisihan industrial walaupun dengan regulasi di atas diadakan peradilan perburuhan yang penyelesaiannya cepat, adil dan tidak berbiaya dengan regulasi berikut ini:

a. Perkara perburuhan/hubungan industrial diselesaikan dengan dasar cepat adil dan tidak berbiaya.

b. Sejak adanya perselisihan di disnaker, ke PHI dan kasasi Mahkamah Agung hingga putusan Mahkamah Agung paling lama 120 hari kerja.

c. Di tingkat pengadilan pertama dan kasasi ada hakim ad hok wakil serikat buruh dan wakil APINDO. Ketika buruh berperkara di PHI, buruh memilih hakimnya dari daftar yang tersedia, hakim adhok yang tersedia dibuat dalam daftar bertugas.

d. Menjaga kepentingan yang diwakilinya sedangkan hakim yang ketiga menjadi ketua majelis yang diangkat dari Hakim Pengadilan Negeri.

e. Serikat buruh dan asosiasi perusahaan mempunyai kewenangan mewakili anggotanya di peradilan perburuhan.

Sandingan Hubungan Industrial Gotong Royong Dalam RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan:


Pasal 88

  1. Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  2. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan pengupahan nasional sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
  3. Upah ditingkat perusahaan ditentukan secara bipartit antara manajemen dengan serikat buruh/serikat pekerja tingkat perusahaan dengan mengacu pada kemampuan perusahaan pada tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan
  4. Perusahaan wajib terbuka mengenai pembukuan, cash flow dan kemampuan perusahaan sebagai dasar perhitungan upah tahun berikutnya
  5. 20% dari keuntungan bersih perusahaan setiap tahun menjadi bagiannya buruh yang dibagikan kepada buruh secara proporsional
  6. Gubernur menetapkan upah minimum sektoral tingkat propinsi berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Pasal 92

  1. Pengusaha menyusun struktur dan skala upah di perusahaan.
  2. Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu.
  3. Struktur dan skala upah wajib dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama

Pasal 93

  1. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
    a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
    Catatan: Poin a, b, c ayat 3 di atas merupakan hak kemanusiaan (Hak Asasi) yang diatur dalam UUD 1945
    d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
    e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
    f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakanya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
    g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
    h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
    i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
  3. Upah yang dibayarkan kepada pekerja.buruh yang sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagai berikut :
    a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
    b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
    c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah;
    d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25 % (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
  4. Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sebagai berikut :
    a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
    b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
    c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
    d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
    e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
    f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
    g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari;
  5. Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (Bersambung…….ke bagian 3 dari 4 tulisan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here