JOGJAKARTA SBSINews – Istilah merumahkan atau dirumahkan saat pandemi corona ini marak kita dengar. Buruh dirumahkan dengan alasan omset perusahaan sedang menurun sebagai dampak pandemi Covid-19, ini dijadikan akal-akalan dan pembodohan, hal itu dikatakan oleh Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Yogyakarta, Restu Baskara saat memberikan pelatihan untuk buruh di Kantor (Konfederasi) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Jogjakarta Jalan Damai, Gang Sunan Ampel III No. 3 Jaban – Ngaglik – Sleman, Jogjakarta.
“Banyak perusahaan yang merumahkan pekerjanya karena alasan covid19 padahal belum pasti dan belum tentu kebenarannya. Bisa jadi hanya akal-akalan dan pembodohan perusahaan untuk mengganti karyawan lama dengan karyawan baru, sehingga perusahaan terbebas dari beban untuk memberikan pesangon,” ungkapnya saat ditemui, Sabtu (26/7).
Menurut Restu, istilah dirumahkan sendiri dalam beberapa pendapat disamakan dengan tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan. Namun, dalam regulasi Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagaakerjaan tindakan PHK pun harus dirumuskan sesuai kesepakatan.
“PHK itu ada aturannya. Aturannya harus kesepakatan antara perusahaan dan pekerja. Kalau kemudian tidak sepakat, itu PHK sepihak. Dan kondisi saat ini seperti itu, menimbulkan perselisihan (PHK) dimana-mana. Ini yang harus ditangani, negara harus bertanggung jawab,” jelasnya.
Negara harus hadir bertanggung jawab, dimaksud Restu adalah peran langsung pemerintah dalam melindungi dan menjamin setiap pekerjanya mendapatkan pekerjaan sesuai amanat undang-undang. Beberapa program yang dikeluarkan pemerintah saat pandemi seperti Kartu Pra Kerja, dinilai belum dirasakan secara betul manfaatnya.
“Kartu Pra Kerja itu kan bentuk peran pemerintah mengatasi masifnya PHK yang terjadi, tapi itu belum efektif dan belum dirasakan. Untuk mendapatkan kartu itu sulit sekali. Tidak semua pekerja bisa mendapakatkan kartu Pra Kerja. Kartu Pra Kerja pun belum tentu menjamin si pekerja akan mendapatkan pekerjaan kembali,” terangnya.
Dalam proseserumahkan pekerja, perusahaan membuatkan surat pengunduran diri dan para pekerja harus menandatangi surat tersebut inilah seperti akal-akalan dan pembodohan, hal itu murni kesalahan dari perusahaan yang mencoba lari dari tanggung jawabnya pada pekerja.
“Itu kesalahan perusahaan, karena perusahaan tidak mau memberikan pesangon. Mereka lari dari tanggung jawabnya. Surat resign itu harusnya murni dari buruh sendiri, bukan perusahaan yang membuat. Seharusnya pekerja atau buruh berani menolak tanda tangan,” tegasnya.
Banyaknya pekerja yang menerima PHK sepihak dari perusahaan, diakui Restu akibat masih banyak pekerja yang belum melek hukum dan HAM-nya sebagai pekerja. Ia meminta agar serikat buruh dan dinas terkait bertindak cepat guna memberikan pendidikan hukum ketenagakerjaan kepada para buruh.
“Kenyataannya di Yogyakarta ini, masih banyak buruh belum paham soal hukum ketenagakerjaan. Sehingga menjadi PR bagi serikat buruh dan dinas terkait agar bisa mengkritisi dan melawan tindakan pembodohan itu,” tandasnya.
Restu juga melemparkan kritik kepada Dinas Ketenagakerjaan yang selama ini dinilai selalu mempunyai alasan-alasan klise. Seperti kekurangan sumber daya manusia (SDM) sehingga tidak semua perusahaan bisa diawasi.
“Selama ini dinas tenaga kerja itu pasif. Selalu alasan-alasan klise seperti kurangnya SDM untuk pengawasan. Padahal dinas itu juga harus bertanggung jawab menjamin kepastian kerja yang layak yang tidak ada PHK bagi pekerja seperti yang diamanatkan undang-undang,” tambahnya.
Ketua SBSI DIY, Dani Eko Wiyono menyebutkan pelatihan tersebut merupakan salah satu program dari kami memberi pemahaman edukasi tentang masalah perburuhan dan agenda kerjasama dengan PBHI Yogyakarta untuk memberikan pelatihan bagi para pekerja maupun anggota SBSI DIY yang belum lama ini aktif kembali, mulai membangun sejumlah program untuk lebih memajukan buruh baik dari kesejahteraannya maupun kualitas SDM nya.
“Ya karena SBSI di Yogya belum lama hidup kembali, kita bangun sejumlah program termasuk pelatihan ini. Harapan kita agar buruh ini paham, mereka punyak hak. Jangan sampai mereka dibodohi terus menerus oleh perusahaan,” pungkasnya.
Sementara itu Imam Joko Santoso mengatakan,” Kami memang selalu intensif saling tukar infomasi masalah buruh bahkan kami selalu kerjasama membantu edukasi, mediasi bahkan advokasi untuk kaum buruh bukan hanya saat pandemi covid – 19 bahkan sebelumnya kami telah bekerjasama tangani permasalahan buruh.” (Ahmad Dalban)